Berita
18 Tahun Demokrasi, Membaik atau Memburuk?
Delapan belas tahun masa demokrasi telah dilalui bangsa kita. Bagaimanakah wajah demokrasi kita saat ini? Apakah semakin baik atau justru mundur ke belakang?
Saidiman Ahmad, cendekiawan liberal dalam seminar Setelah 18 Tahun Demokrasi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Senin (23/5), mengaku cukup optimis.
“Meski jalannya demokrasi tak sampai mengubah konstelasi politik, tapi kita masih percaya demokrasi bisa mengatur bangsa. Kita lihat beberapa aktivis bisa masuk dalam parlemen dan memberi warna di sana,” ujar Saidiman.
Berbeda dengan Saidiman, Dosen Filsafat UI, Rocky Gerung yang juga menjadi salah satu narasumber menyatakan masih banyak PR dan kemunduran demokrasi saat ini.
“Dulu kita memiliki politikus-politikus yang intelektual, cerdas. Hari ini kita tidak melihat politisi yang bisa berargumen, bisa berpikir yang bagus, itu tidak ada. Indonesia buta huruf terhadap public discourses. Padahal politik itu sejatinya ranah intelektual,” terang Rocky.
“Ada optimisme palsu pada demokrasi kita saat ini. Kita tidak bertanya apakah Nawacita masih ada? Apakah poros maritim berjalan? Kita tutupi kecemasan kita dengan menutup mata. Kita tambah terus argumen kita untuk mempertahankan optimisme palsu itu,” kritik Rocky.
Rocky Gerung menilai sikap menutup mata ini kemudian menumbuhkan sikap permisif dan apologetik dalam politik. Di sinilah kritisisme terhenti. Dia menyayangkan kenapa bahkan kaum intelektual di universitas pun tidak lagi kritis.
Selain sikap permisif tersebut Rocky Gerung juga mengkritik kota metropolitan seperti Jakarta yang mestinya menjadi sumber pengetahuan justru sekarang mengalami pemberangusan pengetahuan.
“Seluruh metropol seperti Jakarta mestinya memproduksi pengetahuan. Tapi ada gak, pengetahuan yang dihasilkan oleh gubernur di sana? Gak ada.”
“Kita bergembira pada infrastruktur konkret, tapi infrastruktur pengetahuan tertinggal. Ini, kota Jakarta ini tidak hidup dengan pikiran, hidup dengan aturan,” keluh Rocky Gerung.
Tantangan demokrasi kita masih menumpuk. Akankah kita menutup mata ataukah kita mau memperbaikinya dan melakukan perubahan? (Muhammad/Yudhi)