Ikuti Kami Di Medsos

Berita

110 Masalah Akidah: Apakah Mikraj Nabi Bisa Dijelaskan Secara Sains Modern?

Tujuan Mikraj

Sudah jelas bagi kita bahwa Mikraj Rasulullah SAW tidaklah bermaksud untuk melihat Tuhan di atas langit sebagaimana anggapan orang-orang awam. Sayangnya, sebagian cendekiawan Barat, lantaran ketidaktahuannya atau ingin menggoncang Islam, menyoroti sedemikian rupa akan perjumpaan dengan Tuhan ini. Di antara mereka, Georgia dalam buku, Muhammad Payambariy keh az Nou Bayad Shenâkht berkata, “Dalam perjalanan Mikraj, Muhammad sampai di suatu tempat sehingga ia dapat mendengar suara pena Tuhan dan memahami bahwa Tuhan sedang sibuk menjaga hisâb (perhitungan) umat manusia. Akan tetapi, meskipun ia mendengar pena Tuhan, ia tidak melihat-Nya! Karena tidak seorang pun yang dapat melihat Tuhan meskipun ia adalah seorang nabi.”

Hal ini menunjukkan bahwa jenis pena adalah pena kayu. Ketika bergerak di atas kertas pena itu bergerak kasar dan menimbulkan suara. Inilah salah satu contoh dari sekian khurafat dan takahayul. Sebenarnya, tujuan Mikraj adalah agar ruh Nabi SAW menyaksikan rahasia keagungan Tuhan di jagad raya, khususnya menyaksikan alam atas yang merupakan kumpulan tanda-tanda keagungan-Nya. Selain itu, supaya beliau kembali menemukan pemahaman dan wawasan baru dalam memberikan petunjuk dan memimpin umat manusia.

Tujuan ini secara jelas tertuang di dalam surat Al-Isra’ [17], ayat 1 dan surat An-Najm [53], ayat 18. Terdapat juga riwayat yang menarik mengenai tema ini yang bersumber dari Imam Ash-Shadiq as dalam menjawab pertanyaan sebab Mikraj Rasul SAW. Beliau berkata, “Allah Swt sama sekali tidak memiliki ruang, dan tidak berada dalam lintasan waktu. Akan tetapi, Ia menghendaki para malaikat dan para penghuni langit menghormati Nabi SAW yang melintas di antara mereka. Dan juga ingin menunjukkan kepada Nabi-Nya akan keagungan-Nya yang serba menakjubkan, sehingga Nabi SAW menerangkannya kepada masyarakat setelah kembali.”

Apakah Mi’raj Sejalan dengan Perkembangan Sains Dewasa ini?

Dahulu, sebagian filsuf meyakini objek selestial (planet-planet) sembilan pandangan Ptolemius yang berada di balik garis yang menyerupai irisan bawang. Mereka beranggapan bahwa penghalang utama Mikraj ditinjau dari sisi ilmu pengetahuan adalah adanya objek selestial ini dan kemestian Kharq wa Ilitiyâm (conglutination). Namun, dengan runtuhnya fondasi pandangan astronomi Ptolemius, masalah Kharq dan Ilitiyâm telah dilupakan. Akan tetapi, dengan kemajuan yang dicapai oleh ilmu astronomi, permasalahan baru muncul sekaitan dengan tema Mikraj dan tertuang dalam bentuk statemen-statemen sebagai berikut:

  • Untuk melakukan perjalanan ke angkasa, kendala pertama yang harus dihadapi adalah adanya kekuatan gravitasi bumi. Dan untuk mengalahkan kekuatan gravitasi ini, kita harus menggunakan peralatan super canggih (sophisticated). Sebab, untuk lari dari “domain gravitasi bumi” diperlukan kecepatan minimal sama dengan empat puluh ribu kilometer setiap jam.
  • Kendala yang lain, hampa udara di luar ruang bumi yang tanpa itu manusia tidak dapat hidup.
  • Kendala ketiga, panas terik matahari dan dingin yang membekukan pada bagian matahari bersinar secara langsung dan bagian yang tidak terkena sinar matahari.
  • Kendala keempat, sinar-sinar yang berbahaya yang berada di luar atmosfer, seperti sinar-sinar kosmos, sinar ultra violet, dan sinar X (X-Ray). Jika sinar ini berukuran kecil dan mengenai badan manusia, ia tidak akan membahayakan organisme badan manusia. Namun, di luar atmosfer bumi sinar ini sangat luar biasa banyaknya dan pembawa maut. Akan tetapi, dengan adanya lapisan ozon, kita penghuni bumi terlindung dari pendarannya.
  • Problema kondisi tanpa beban. Meskipun manusia secara gradual dapat membiasakan diri dengan kondisi tanpa beban, akan tetapi bagi kita penduduk bumi apabila pindah ke atmosfir lain tanpa adanya pendahuluan dan berhadapan dengan kondisi tanpa beban, sangat sulit -kalau tidak mustahil- bagi kita untuk dapat bertahan.
  • Dan pada akhirnya, kesulitan waktu adalah halangan keenam dan merupakan halangan utama bagi manusia untuk dapat menembus atmosfir. Lantaran sains dewasa ini mengklaim bahwa tidak ada kecepatan yang melebihi kecepatan cahaya. Dan apabila seseorang hendak melancong ke seantero langit, kecepatan yang dimilikinya haruslah melebihi kecepatan cahaya.

Dalam menanggapi statemen-statemen seperti ini perlu kiranya kita memperhatikan beberapa poin di bawah ini:

  • Kita mengetahui bahwa dengan segenap kesulitan yang ada dalam perjalanan ruang angkasa, pada akhirnya manusia dapat memecahkan kesulitan ini dengan kekuatan sains yang dimilikinya. Dan selain kesulitan waktu, segenap kesulitan lainnya telah terpecahkan, dan kesulitan waktu juga berkaitan dengan perjalanan ke tempat-tempat jauh.
  • Tanpa syak lagi bahwa masalah Mikraj tidak berdimensi biasa, melainkan terjadi berkat kekuatan dan kekuasaan nir-batas Tuhan. Dan seluruh mukjizat para nabi terjadi dengan cara seperti ini. Dengan ungkapan lain, hal itu dapat terjadi secara rasional dan terselesaikan dengan kekuatan Tuhan.

Tatkala manusia dengan kemajuan sains memiliki kemampuan untuk menciptakan peralatan-peralatan super cepat, sedemikian cepat sehingga keluar dari domain gravitasi bumi; manusia menciptakan beraneka macam pesawat sehingga sinar laser pembawa maut di luar lapisan ozon dapat terkendali, ia mengenakan pakaian-pakaian yang dapat menjaganya dari panas dan dingin yang luar biasa, dengan latihan ia dapat membiasakan dirinya dalam kondisi tanpa beban. Ringkasnya, manusia dengan memanfaatkan kekuataannya yang terbatas dapat mengatasi kesulitan-kesulitan ini. Lalu, mengapa dengan kekuatan nir-batas Ilahi, kesulitan-kesulitan ini tidak dapat terpecahkan?

Kita percaya bahwa Allah Swt telah menganugerahkan kepada Nabi SAW kendaraan super cepat yang layak untuk meniti perjalanan ruang angkasa ini dan melindungi beliau dari bahaya-bahaya yang ada selama dalam perjalanan. Bagaimana kendaraan ini dan apa namanya? Buraq? Rafraf? Atau kendaraan yang lain? intinya, kendaraan yang dikendarai oleh Nabi SAW adalah kendaraan misterius dan asing di telinga kita. Terlepas dari semua itu, asumsi kecepatan maksimal yang telah disebutkan di atas telah mengguncang kalangan para ilmuwan, meskipun seorang Einstein dengan asumsinya yang kesohor dengan susah payah mempercayai asumsi tersebut.

Para ilmuwan hari ini berpendapat bahwa gelombang gravitasi tidak memerlukan waktu, berpindah dari satu sudut dunia ke sudut dunia lainnya dan menyisakan efek, dan bahkan, ada kemungkinan bahwa gerakan gravitasi ini berhubungan dengan luasnya jagad raya. (Kita ketahui bahwa jagad raya ini mengalami perkembangan, bintang dan sistem tata surya [kosmos] dengan cepat saling menjauh satu sama lainnya). Dan terdapat sistem tata surya (kosmos) yang kecepatannya melebihi kecepatan cahaya menjauh dari pusat alam semesta. (Perhatikan baik-baik).

Singkatnya, kesulitan-kesulitan yang telah disebutkan di atas tidak satu pun yang menyebabkan akal menganggap Mikraj sebagai kejadian yang mustahil. Kesulitan-kesulitan tersebut dapat terpecahkan dengan menggunakan peralatan dan kekuatan yang ada. Di atas segalanya, masalah Mikraj tidak hanya tidak mustahil secara rasional, juga tidak mustahil secara empirik dan sains dewasa ini. Semua dapat menerima ihwal supranaturalnya Mikraj ini. Dengan demikian, meskipun masalah ini dibuktikan melalui dalil naratif (naqli) yang definitif, tentu kita harus menerimanya dengan lapang dada.

Menjawab 110 Masalah Akidah, Ayatullah al-Uzhma Makarim Syirazi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *