Artikel
Ramadhan, Awal Tahun Kehidupan Maknawi
Tak ada makna lahiriah yang hakiki bagi tahun baru. Hal ini lebih sebagai proses alam semesta yang di dalamnya terpantul suatu periode waktu tertentu yang dianggap sebagai awal tahun baru, bukan periode waktu lainnya. Permulaan ini tampaknya hanyalah sejumlah persoalan persepsi yang memiliki makna bermacam-macam, yang sesuai dengan beragamnya persepsi. (Lih. Biharul Anwar, jil. 58, hal. 376, dan Jawharil Kalam, jil. 5, hal. 25)
Karena pada saat yang sama, bisa saja setiap hari itu tahun baru atau akhir tahun, sesuai dengan persepsi masing-masing individu. Ini adalah penafsiran yang terjadi antara berbagai umat dan bangsa dalam menentukan awal tahun masing-masing. Misalnya, orang-orang Persia kuno memilih bulan Farwardin sebagai awal tahun yang masih berlaku sampai sekarang. Sementara itu, pada saat yang sama, bangsa Arab menentukan bulan Muharram sebagai awal tahun barunya. Sebaliknya, kaum Nasrani menjadikan hari kelahiran Yesus Kristus sebagai awal tahun mereka.
Sebagaimana Farwardin merupakan awal tahun baru alamiah, karena merupakan masa baru dan dimulainya musim semi tetumbuhan, demikian pula dengan bulan Ramadhan yang menjadi awal tahun baru kemanusiaan dalam pandangan Islam. Pada bulan mulia ini, kehidupan maknawi menjadi baru bagi para pesuluk yang sedang menempuh perjalanan menuju kesempurnaan absolut. Saat itu, jiwa-jiwa mereka dipenuhi berbagai daya yang menjadikannya siap menerima kondisi perjumpaan dengan Allah Swt. Karena alasan inilah, boleh dibilang, bulan Ramadhan menjadi permulaan pembaharuan peran kehidupan maknawi manusia dalam dunia kemanusiaan.
Muhammad Ray Syahri, Muraqabah Syahr Ramadhan