Ikuti Kami Di Medsos

Pustaka

Ahlulbait: Bahtera Penyelamat Manusia

Perumpamaan Nabi saw dan keturunan sucinya adalah bahtera atau kapal yang berlayar di samudera sangat dalam. Untuk memahami makna ungkapan ini, harus dipahami watak samudera dan karakteristiknya. Saat memikirkan lautan besar di luar sana seperti Samudera Atlantik atau Pasifik, perasaan kita akan campur aduk antara damai dan cemas.

Air umumnya melambangkan kesucian dan nikmat air sesungguhnya lebih besar dari yang kita bayangkan. Allah Swt menyatakan dalam al-Quran: Dan Kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup. (QS. al-Anbiya: 30)

Kerajaan hewan tersusun dari sperma yakni substansi yang terdiri dari air dan menjadi sebab penciptaan manusia. Dewasa ini, para ilrnuwan telah menemukan bahwa tetumbuhan dan hewan hidup di atas air sebagai sumber utamanya yang turun dalam bentuk hujan. Dan Allah telah menurunkan air dari langit dan dengannya Dia menghidupkan bumi setelah kematiannya. (QS. an-Nahl: 65)

Sebagaimana memiliki pelbagai manfaat bagi makhluk, air juga dapat menjadi sumber kehancuran. Sebagai contoh, dalam kisah Nabi Nuh as, air menjadi hukuman berupa banjir yang menelan kaum kafir. Penyebab kehancuran mereka tak lain dari air yang benar-benar menenggelamkan mereka dan melenyapkan mereka dari bumi ini.

Al-Quran menyebutkan: Lalu mereka mendustakan Nuh, maka Kami selamatkan ia dan orang-orang yang bersamanya di dalam bahtera, dan Kami jadikan mereka itu pemegang kekuasaan dan Kami tenggelamkan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami.  (QS. Yunus: 73)

Jadi, jelas sudah dari ayat ini bahwa penyebab bagi hukuman mereka adalah akibat mendustakan “ayat-ayat Allah”.  Ini memancing kita untuk bertanya, apa atau siapa yang mewakili ayat-ayat Allah?

Selanjutnya, seberapa penting “ayat-ayat Allah” ini sehingga Allah Swt menghancurkan umat manusia saat itu disebabkan kekufuran mereka terhadap ayat-ayat tersebut? Ayat-ayat Allah ini lebih dititikberatkan pada ayat berikut:

Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa. (QS. as-Sajdah: 22)

Dalam penjelasan terkait ayat ini, Syaikh Thabarsi menyatakan dalam Majma al-Bayan fi Tafsir al-Quran bahwa tak ada orang yang lebih zalim kepada dirinya dibanding orang yang diberi petunjuk siapa itu para hujjah Allah yang akan menuntunnya untuk mengenal-Nya dan dekat dengan-Nya, namun kemudian berpaling dari sumber suci petunjuk itu.

Para hujah Allah ini adalah para Imam maksum dari keturunan Nabi saw dan karenanya kita dapat menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya seraya menarik kesimpulan bahwa orang-orang yang mendustakan “ayat-ayat Allah” akan dihukum keras sebagaimana orang-orang yang ditenggelamkan air bah di masa Nabi Nuh as.

Ketika kita membaca bait-bait ini dalam doa Salawat Syakbaniyah yang berbicara tentang “bahtera yang berlayar di lautan yang sangat dalam” kini kita dapat merenungkan Bahtera Keselamatan Nabi Nuh as itu dan mengingat-ingat hukuman terhadap orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah.  Lebih jauh, dapatkah kita menyimpulkan bahwa akibat yang sama juga dapat menimpa orang-orang yang meninggalkan Bahtera Keselamatan Nabi Muhammad saw yang merupakan sebaik-baik makhluk dan Penutup para rasul.

Jerrmein Abu Shahba, Pohon Kenabian: Tafsir Hadis al-Kisa dan Shalawat Syakbaniyah

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *