Mutiara Hikmah
Mengurai Dampak Kekikiran, Ketakutan, Kemiskinan, dan Keterasingan dalam Nahjul Balaghah
Ahlulbait Indonesia – Hikmah Imam Ali a.s. tidak hanya berfungsi sebagai ungkapan moral, melainkan juga sebagai analisis mendalam tentang sifat manusia yang merujuk pada empat kelemahan mendasar: kekikiran, ketakutan, kemiskinan, dan keterasingan sosial. Masing-masing elemen ini memiliki dampak signifikan terhadap moralitas individu dan struktur sosial masyarakat. Melalui hikmahnya, Imam Ali a.s. tidak hanya mengidentifikasi kelemahan tersebut, tetapi juga memberikan panduan untuk menghindari dan mengatasinya.
Dalam salah satu hikmahnya yang tercatat dalam Nahjul Balaghah, Imam Ali a.s. bersabda:
وَ قَالَ (عَلَيْهِ السَّلاَمُ): الْبُخْلُ عَارٌ وَ الْجُبْنُ مَنْقَصَةٌ وَ الْفَقْرُ يُخْرِسُ الْفَطِنَ عَنْ حُجَّتِهِ وَ الْمُقِلُّ غَرِيْبٌ فِيْ بَلْدَتِهِ.
“Kekikiran adalah aib, ketakutan adalah kekurangan, kemiskinan membuat orang cerdas kehilangan kemampuan menyampaikan argumennya, dan orang miskin adalah orang asing di negerinya sendiri.” (Nahjul Balaghah: Hikmah nomor-3)
Berikut adalah penjelasan mengenai empat kelemahan tersebut:
1. Kekikiran Adalah Aib
“البُخْلُ عَارٌ”
“Kekikiran merupakan aib yang merendahkan martabat seseorang.”
Kekikiran terjadi ketika seseorang enggan berbagi sebagian karunia Allah kepada orang lain, meskipun ia memiliki lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Lawan dari kekikiran adalah kedermawanan, yang mendorong seseorang untuk rela berbagi meskipun dalam keadaan kekurangan.
Kekikiran adalah sikap egois yang bertentangan dengan semangat kebersamaan dan kepedulian sosial. Dalam perspektif moral Islam, kekikiran tidak hanya merugikan individu, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan. Dampak negatif kekikiran antara lain:
1. Mengisolasi individu: Orang yang kikir sering dijauhi oleh lingkungan sosial karena sifatnya yang egois dan tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain.
2. Mengeraskan hati: Kekikiran menumpulkan empati, membuat seseorang enggan membantu mereka yang membutuhkan.
3. Menghambat dinamika ekonomi: Kekayaan yang ditimbun oleh orang kikir tidak memberi manfaat kepada masyarakat, sehingga menghambat distribusi kekayaan yang adil.
4. Memecah keharmonisan keluarga: Kekikiran dalam keluarga sering kali memicu konflik, menciptakan ketegangan dan ketidakpercayaan.
5. Terikat pada dunia: Orang kikir memiliki keterikatan berlebihan pada harta benda, sehingga pemikiran sosialnya menjadi lemah.
Imam Ali a.s. dalam suratnya kepada Malik al-Ashtar menasihati agar tidak melibatkan orang kikir dalam musyawarah, karena mereka cenderung mengajak meninggalkan kebenaran dan menakut-nakuti dengan kemiskinan. Rasulullah SAW bersabda: “Kekikiran mencakup semua keburukan dan menarik manusia kepada setiap kejahatan.” (Riwayat Imam Ahmad dan Al-Baihaqi)
Baca juga : Jika Imam Ali a.s. Ada, Apa Sikapnya Terhadap Zionisme?
2. Ketakutan Adalah Kekurangan
“الْجُبْنُ مَنْقَصَةٌ”
“Ketakutan adalah kekurangan yang mengurangi nilai seseorang.”
Orang yang penakut tidak akan pernah bisa memanfaatkan potensi, bakat, dan kemampuannya secara maksimal. Ketakutan juga menghalangi seseorang untuk membela agama, kehormatan, dan negaranya. Tidak ada orang penakut yang pernah mencapai prestasi besar, membuat penemuan penting, atau mencapai puncak kesempurnaan.
Imam Ali a.s. juga menasihati Malik al-Ashtar untuk tidak melibatkan orang penakut dalam musyawarah, karena ketakutan berakar dari prasangka buruk terhadap Allah, padahal Allah telah berjanji kepada orang beriman untuk tidak meninggalkan mereka sendirian.
Dampak ketakutan antara lain:
1. Ketidakmampuan memanfaatkan potensi diri: Orang penakut cenderung menghindari tantangan, sehingga bakat dan kemampuannya tidak berkembang.
2. Enggan memperjuangkan kebenaran: Ketakutan menghalangi seseorang untuk berkomitmen pada tugas agama, moral, atau sosial.
3. Menghambat inovasi: Dalam sejarah, tokoh besar dikenang karena keberaniannya, bukan karena rasa takutnya.
3. Kemiskinan Membungkam Orang Cerdas
“الْفَقْرُ يُخْرِسُ الْفَطِنَ عَنْ حُجَّتِهِ”
“Kemiskinan membuat orang cerdas tidak mampu menyampaikan argumennya.”
Kemiskinan sering kali menciptakan hambatan psikologis dan sosial, yang membuat orang cerdas kehilangan suara dan pengaruhnya. Dampak kemiskinan antara lain:
1. Menumbuhkan rasa rendah diri: Orang miskin sering merasa tidak berdaya untuk berbicara, meskipun memiliki ide dan argumen yang kuat.
2. Kurangnya pengakuan sosial: Dalam masyarakat yang materialistis, kekayaan sering menjadi ukuran utama penghormatan, sehingga ide-ide dari orang miskin sering kali diabaikan.
Imam Ali a.s. memperingatkan bahwa kemiskinan dapat mendekati kekufuran karena tekanan yang ditimbulkannya. Namun, konsep “kefakiran kepada Allah” (فقر إلى الله) adalah suatu kebanggaan, karena menunjukkan ketergantungan mutlak kepada Allah, sebagaimana disebutkan dalam Surah Fathir (35:15): “Wahai manusia, kamulah yang fakir (butuh) kepada Allah, dan Allah Dialah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”
4. Orang Miskin Adalah Orang Asing di Negerinya Sendiri
“الْمُقِلُّ غَرِيبٌ فِي بَلْدَتِهِ”
“Orang miskin adalah orang asing di negerinya sendiri.”
Kemiskinan tidak hanya memengaruhi kehidupan ekonomi seseorang, tetapi juga posisinya dalam masyarakat. Orang miskin sering dianggap sebagai orang asing, meskipun berada di tanah kelahirannya.
Beberapa ulama membedakan antara “faqir” (فقير) dan “muqil” (مُقِلّ). Faqir adalah orang miskin yang menunjukkan kondisinya, sedangkan muqil adalah orang miskin yang tetap menjaga harga dirinya. Imam Shadiq a.s. menyebutkan bahwa sedekah terbaik adalah yang diberikan oleh orang miskin, sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an: “Dan mereka mengutamakan (orang lain) atas diri mereka sendiri, meskipun mereka dalam kesusahan.” (QS. Al-Hasyr, 59:9)
Hikmah Imam Ali a.s. ini memberikan pandangan mendalam tentang kelemahan manusia yang saling terkait: kekikiran, ketakutan, kemiskinan, dan keterasingan sosial.
Meskipun kelemahan ini wajar dalam sifat manusia, ajaran Islam menuntun kita untuk mengatasinya melalui kedermawanan, keberanian, solidaritas sosial, dan kesadaran spiritual. Dengan mengikuti bimbingan ini, manusia dapat menjalani kehidupan yang lebih bermartabat, baik secara individu maupun dalam masyarakat. [MT]
Baca juga : Imam Ali a.s. dalam Ucapan Imam Ali Khamenei