Mutiara Hikmah
Imam Khomeini: Dunia Ini Bukanlah Tempat Pahala dan Siksa
Ketahuilah bahwa dunia ini, karena sifatnya yang tak sempurna, rendah, dan lemah, bukanlah merupakan tempat pahala Allah maupun tempat hukuman dan siksaan. Hal ini disebabkan karena kemurahan Allah ada dalam suatu alam yang rahmatnya bersifat murni, tidak dicampuri dengan siksaan, dan kenikmatannya tidak bercampur dengan kepedihan dan dukacita. Anugerah seperti itu tidak mungkin di dunia ini, yang merupakan tempat di mana hal-hal yang saling bertentangan itu bergulat bersama, dan kesenangannya bercampur dengan berbagai macam kepedihan, kesusahan, dan kesengsaraan.
Bahkan, seperti dikatakan oleh para filosof, kenikmatan di dunia ini terletak dalam menghindari kepedihan. Dapat dikatakan bahwa kenikmatannya sekalipun dapat menyebabkan kepedihan dan setiap kenikmatan selalu diikuti oleh kepedihan dan kesusahan. Bahan-bahan pembentuk dunia ini sendiri tak memiliki kapasitas untuk menerima kebaikan absolut dan karunia yang murni. Demikian pula, kepedihan dan kesusahannya membawa di dalam dirinya kebaikan dan anugerah, dan tak ada satu pun dari bencana dan malapetakanya yang tidak bercampur. Bahan-bahan pembentuk dunia ini sendiri tak punya kapasitas untuk menerima hukuman yang murni dan absolut; kepedihan dan bencananya tidak seperti yang ada di dunia ini, yang sementara ia mengenai salah satu bagian tubuh tetapi tidak mengenai bagian tubuh yang lain. Sementara organ yang sehat sedang dalam kesenangan, anggota yang terkena penyakit merasakan sakit dan menderita.
Sebagian hadis ini merujuk pada apa yang telah kami kemukakan. Yakni, alasan mengapa orang Mukmin ditimpa cobaan di dunia ini adalah bahwa Tuhan tidak menjadikan dunia ini sebagai tempat memberi pahala bagi mereka yang beriman dan dan siksaan bagi orang-orang kafir. Dunia ini adalah tempat melaksanakan tugas dan merupakan ladang bagi hari akhirat. la adalah tempat berniaga dan mendapat penghasilan, sementar akhirat tempat pahala dan siksaan, anugerah dan hukuman.
Mereka yang mengira bahwa Tuhan akan segera menghukum orang yang melakukan dosa atau kejahatan di dunia ini atau melakukan kezaliman dan agresi terhadap seseorang, dan memotong tangannya serta mencoretnya dari dunia kemaujudan, tidaklah menyadari bahwa anggapan mereka bertentangan dengan tatanan dunia ini dan berlawanan dengan sunnatullah. Di sini adalah tempat ujian dan tempat pemisahan orang yang celaka dari yang beruntung, dan para pedosa dari yang taat. Di sini adalah alam perwujudan perbuatan, bukan tempat munculnya hasil-hasil amal dan kuualitas pribadi.
Bila kadang-kadang Allah menyiksa seorang penindas, dapat dikatakan bahwa itu terjadi karena kasih sayang Allah atas penindas itu (karena hal itu menghentikan ia untuk terus berbuat dosa). Karena, bila Allah Swt membiarkan para pendosa dan tiran, maka kemurkaan-Nya mengambil bentuk istidraj, menyaring secara bertahap. Karenanya Allah Swt berfirman:
(Dan mereka yang mendustakan ayat-ayat Kami), Kami akan menyaring mereka sedikit demi sedikit tanpa mereka sadari; dan Aku memberi mereka kelonggaran, Sungguhnya rencana-Ku sangat kukuh. (QS. al-A’raaf: 182-183)
Dan janganlah orang-orang kafir itu mengira bahwa kelonggaran yang Kami berikan kepada mereka adalah baik bagi mereka, sesungguhnya Kami beri mereka kelonggaran agar mereka terus berbuat dosa; lalu bagi mereka azab yang menghinakan. (QS. Ali lmran: 178)
Dalam Majma’ al-Bayan, diriwayatkan dari Imam Shadiq as, “Bila seseorang melakukan dosa dan nikmat terus mengalir kepadanya, sementara dia tidak pernah beristighfar, maka ini adalah istidraj (sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah al-Araaf ayat ke-182).”
Pada akhir hadis suci ini, Imam Shadiq as berkata, “Orang yang lemah imannya dan akalnya, ringan pula cobaannya.”
lni menunjukkan bahwa cobaan bersifat jasmaniah maupun ruhaniah, karena orang yang lemah akalnya dan lemah perasaannya akan aman dari cobaan spiritual dan intelektual sesuai dengan kelemahan intelektual dan perasaannya. Sebaliknya, mereka yang memiliki akal yang sempurna dan perasaan yang lebih tajam harus merasakan cobaan intelektual lebih hebat sesuai dengan kesempurnaan dan ketajaman akal dan perasaasaan mereka. Mungkin karena alasan inilah Nabi saw. bersabda, “Tak seorang nabi pun yang menderita seperti apa yang kuderita.”
Ucapan Nabi saw ini menunjuk kepada persoalan ini, karena orang yang memahami kebesaran dan keagungan Allah pada tingkat yang lebih tinggi dan mengetahui kedudukan suci Allah Swt. lebih daripada yang lain, ia tentu akan mengalami penderitaan dan siksaan yang lebih tinggi yang disebabkan dosa-dosa dan pelanggaran makhluk-makhluk lain terhadap kesucian Allah Swt.
Juga, seorang yang memiliki kecintaan dan kasih sayang yang lebih tinggi kepada makhluk Allah akan menghadapi kesengsaraan yang lebih besar disebabkan keadaaan dan jalan makhluk-makhluk Allah tersebut yang bengkok dan buruk. Dan, tentu saja, Nabi saw lebih sempurna dalam hal kedudukan ini dan lebih tinggi daripada semua nabi dan wali dalam hal tingkat keagungan dan kesempurnaannya. Karena itu, cobaan dan kesengsaraannya pun lebih besar daripada siapa pun di antara mereka. Hanya Allah-lah Yang Mahatahu dan segala puji bagi-Nya.
Imam Khomeini, Pesan Sang Imam