Laporan Utama
Fatimah Az Zahra Figur Teladan Universal
Kelahiran Fatimah Az Zahra adalah kebahagiaan bagi Rasulullah SAW beserta keluarga. Tak berlebihan jika di saat datangnya hari bahagia itu pada setiap tahunnya, umat Muhammad SAW turut memperingati dan merayakannya. Salah satu tujuannya adalah agar umat Islam tetap ingat bahwa sosok manusia agung kesayangan Rasul itu adalah seorang penghulu wanita sepanjang zaman, yang maqam atau kedudukannya sangat tinggi di hadapan Allah SWT. Namun, para pembenci keluarga Nabi seperti tak rela hati. Berbagai cara dilakukan untuk mengubur figur teladan yang satu ini. Hal ini bukan hanya terjadi di masa lalu, namun juga di masa sekarang. Tak hanya di sebagian negara lain, namun juga di negeri kita.
Di hari mulia yang semestinya kita hormati itu, sekelompok orang justru menggagas acara yang bertujuan untuk melenyapkan eksistensi mazhab Islam pencinta keluarga Nabi yang ada di Indonesia. Acara yang digelar di Bandung bertepatan dengan hari lahir putri Rasulullah itu mereka namakan Deklarasi Aliansi Nasional Anti Syiah.
Bukan hanya itu. Sebelumnya, beredar luas pesan berantai yang menyatakan bahwa rencana aksi bagi-bagi bunga di Bundaran HI yang akan digelar Ormas Islam Ahlulbait Indonesia (ABI) untuk memeriahkan hari bahagia itu sebagai bentuk kesesatan dan kekafiran. âKami pastikan, acara kafir Syiah tidak akan berlangsung… Kami sedang mengatur rencana.â Demikian sepenggal kalimat bernada ancaman di dalamnya. Della Alaydrus adalah salah seorang simpatisan ABI yang sempat menerima pesan itu. Tapi dia mengaku sudah tak ingat lagi nomor HP pengirimnya, karena menurutnya tidaklah penting menyimpan nomor HP orang-orang yang suka menebar ancaman seperti itu.
Namun demikian, aksi bagi-bagi bunga di bundaran Hotel Indonesia (HI) tetap berjalan sesuai rencana. Ahmad Hidayat selaku Sekretaris Jenderal ABI memimpin acara itu. Dalam orasinya Ahmad menyampaikan bahwa Fatimah Az Zahra adalah figur teladan bagi semua manusia, tak hanya bagi agama atau mazhab tertentu. Sebab itu, Ahmad juga menghimbau agar Muslim Syiah tidak terprovokasi oleh tudingan sekelompok orang yang menuduh acara itu sebagai acara sektarian.
Sementara Zainab Endang Fatoni selaku Sekretaris Divisi Perempuan dan Anak DPP ABI menjelaskan tentang pentingnya memperingati kelahiran Fatimah Az Zahra. Menurutnya, keinginan untuk memiliki seorang figur atau sosok teladan dalam hidup adalah keniscayaan bagi semua manusia. “Misalnya, kita melihat RA Kartini sebagai figur panutan bagi perempuan Indonesia, sehingga kita dapat mengambil semangat dan suri teladan baik darinya,” kata Zainab menyontohkan.
Sedangkan Fatimah Az Zahra, lebih dari wanita manapun adalah sosok teladan yang universal. Putri kesayangan Rasul itu tak lain adalah contoh dan teladan terbaik bagi semua manusia, apapun latar belakangnya. “Sehingga sangat penting untuk memperingati hari kelahirannya, seperti halnya kita juga sering memperingati hari Kartini.”
Jika sosok Kartini saja selalu dikenang karena tercatat sebagai pejuang wanita Indonesia melalui karya-karyanya, mengapa umat Islam seperti enggan memperingati hari kelahiran Fatimah Az Zahra, pribadi agung yang sangat tinggi kedudukannya dalam pandangan Allah itu? Suatu sikap yang memberi kesan bahwa wanita paling agung sepanjang masa ini telah dilupakan?
Sebab itulah, ABI merasa perlu tampil terdepan memperkenalkan kembali sosok manusia mulia ini kepada masyarakat. Bagi-bagi bunga dan menyebarkan selebaran berisi tulisan yang menggambarkan sosok agung penghulu wanita sepanjang jaman ini, menurut Zainab hanyalah langkah awal dari upaya itu.
“Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat mulai mengenal figur teladan yang sejati. Bagaimana bisa mengenali figurnya, kalau namanya saja tidak kenal?” tutur Zainab.
Senada Ahmad hidayat, menanggapi isu-isu yang beredar baik melalui media sosial maupun pesan singkat yang menuding acara itu adalah acara sesat dan sebagainya, Zainab pun mengaku sama sekali tak mau merisaukan hal itu. “Itu hanya alasan sekelompok orang untuk menyerang Muslim Syiah saja. Kita ini kan hanya membagikan bunga, lambang kedamaian, kok bisa dianggap sesat? Sebenarnya siapa yang lebih layak disebut sesat? Orang yang menebarkan kedamaian, atau orang yang menghalangi orang lain berlaku damai?” pungkasnya heran. (Malik/Yudhi)