Kegiatan ABI
Seminar Nasional Konggres III Muslimah ABI: Strategi Ketahanan Keluarga di Era Disrupsi
Jakarta, 24 Januari 2025 – Muslimah Ahlulbait Indonesia (ABI) menggelar Seminar Nasional sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Majelis Tinggi Organisasi I (MTO) dan Kongres III. Seminar ini mengangkat tema “Ketahanan Keluarga di Era Disrupsi: Mewujudkan Organisasi Perempuan Berbudaya dan Berkearifan untuk Khidmat Keumatan dan Kebangsaan.”
Acara berlangsung pada Jumat (24/01), di Gedung Badan Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP), Jl. Nangka Raya, Tanjung Barat, Jakarta Selatan. Selain membuka acara, Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (KOWANI), Ibu Nannie Hadi Tjahjanto juga hadir Sebagai Keynote Speaker.
Seminar dimoderatori oleh Wa Ode Zainab Zilullah T., Ph.D., dengan menghadirkan berbagai narasumber yang membahas tantangan dan peran perempuan dalam menghadapi era disrupsi.
Tantangan Global dan Ketahanan Keluarga
Pemateri pertama, Dr. Dina Y. Sulaeman, M.Si., membawakan materi bertajuk “Organisasi Perempuan Islam dan Tantangan Kebangsaan: Membangun Ketahanan Keluarga dan Sosial di Tengah Tantangan Global.”
Dalam paparannya, Dina menyoroti tiga tantangan utama yang dihadapi umat Islam di era globalisasi saat ini:
1. Konflik geopolitik, yang berdampak luas dan langsung terhadap stabilitas sosial.
2. Konflik intra dan antarmazhab serta agama, yang kerap dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.
3. Liberalisme dan globalisasi, yang berpotensi mengancam nilai-nilai keluarga dengan penyebaran ideologi individualisme dan gaya hidup yang bertentangan dengan ajaran Islam.
Dina menegaskan bahwa era disrupsi membawa arus informasi yang begitu cepat, yang dapat memengaruhi emosi dan tindakan masyarakat, seperti yang terjadi dalam konflik di Palestina dan Suriah. Ia juga menyoroti bahaya radikalisasi di Indonesia yang disebabkan oleh propaganda berbasis kebencian serta bagaimana organisasi perempuan Islam harus bertindak sebagai agen stabilitas sosial dan kebangsaan.
“Globalisasi dan liberalisme berjalan beriringan. Keduanya bertumpu pada pengayaan diri dengan menciptakan pasar global dan teknologi yang semakin memperluas jarak antara nilai agama dan gaya hidup masyarakat,” ujar Dina.
Ia juga menyoroti meningkatnya angka perceraian akibat faktor seperti judi online serta erosi solidaritas sosial di masyarakat. Untuk menghadapi tantangan ini, organisasi perempuan Islam diharapkan dapat:
– Menjadi agen stabilitas sosial dan kebangsaan.
– Mendorong perempuan untuk berperan aktif dalam kepemimpinan masyarakat.
Baca juga : DPW ABI Sulawesi Barat Serahkan Bantuan Sumur Bor untuk Pesantren Nuhiyah Pambusuang
Peran Perempuan dalam Masa Penantian Imam Zaman
Dra. Mufathonah, M.K.Pd., dalam materinya yang berjudul “Kesadaran Berorganisasi sebagai Jalan Pengabdian: Peran Perempuan Ahlulbait dalam Masa Penantian Imam Zaman,” menegaskan bahwa kesadaran berorganisasi bukan sekadar tentang struktur dan kegiatan, tetapi juga sebagai bentuk pengabdian spiritual.
Beberapa poin penting yang disampaikan Mufathonah meliputi:
1. Organisasi sebagai wujud nyata pengabdian kepada Imam Zaman.
2. Perempuan Ahlulbait harus menyeimbangkan aspek spiritual dan intelektual.
3. Pentingnya menjadikan keluarga sebagai pusat pendidikan nilai-nilai pengabdian.
4. Menerapkan prinsip-prinsip organisasi, seperti:
– Wilayah: Kepatuhan pada pemegang otoritas.
– Keadilan: Sikap rasional dalam memenuhi hak dan kewajiban.
– Nilai Asyura: Semangat dan pengorbanan dalam perjuangan.
– Nilai Mahdawiyah: Optimisme, ketekunan, dan kesabaran.
Mufathonah menekankan bahwa dengan kesadaran organisasi yang kuat, Muslimah Ahlulbait dapat berperan dalam membangun masyarakat yang adil dan beradab.
Militansi Muslimah: Tantangan dan Komitmen
Materi selanjutnya disampaikan oleh Dian Purnamasari, S.Psi., Psikolog, CMHA, yang membahas “Militansi Muslimah Ahlulbait Indonesia: Tantangan, Peluang, dan Komitmen dalam Memperkuat Organisasi.”
Dian menyampaikan bahwa militansi tidak hanya terbatas pada medan perang, tetapi juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari perempuan dalam menjalankan perannya sebagai ibu, istri, dan anggota masyarakat. Militansi ini ditunjukkan melalui disiplin, dedikasi, dan tanggung jawab.
Ia menekankan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental agar tetap berdaya dalam menjalankan peran domestik dan sosial. “Seorang Muslimah harus memiliki ketahanan mental, tidak mudah menyerah dalam menghadapi tantangan rumah tangga, dan tetap berkomitmen pada perkawinan,” ujar Dian.
Untuk menjaga semangat militansi, diperlukan:
– Pengelolaan stres, dengan fokus pada solusi dan tujuan.
– Internalisasi nilai Islam, dalam setiap aspek kehidupan.
– Latihan ketahanan mental, agar tetap konsisten dalam situasi sulit.
– Kolaborasi dan dukungan, melalui organisasi yang memperkuat diri, keluarga, dan masyarakat.
“Sebagai Muslimah, kita harus memiliki militansi dalam menegakkan nilai-nilai Islam sesuai visi dan misi organisasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik,” tutup Dian.
Harapan dan Komitmen Muslimah ABI
Seminar ini menjadi momentum penting bagi Muslimah ABI untuk memperkuat eksistensi dan kontribusinya di tengah masyarakat. Dengan semangat kebersamaan dan nilai-nilai keislaman yang kuat, Muslimah diharapkan mampu memperjuangkan hak-hak perempuan serta berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa.
Melalui seminar ini, Muslimah ABI menegaskan komitmennya untuk mendorong perempuan agar lebih aktif dalam berbagai aspek kehidupan, baik di dalam keluarga, organisasi, maupun masyarakat luas. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah strategis dalam membangun kesadaran berorganisasi sebagai jalan pengabdian dan pemberdayaan perempuan yang berkelanjutan. []
Baca juga : Ketum ABI: “Pemenuhan Tanggung Jawab Organisasi Harus Berdasarkan Prinsip Pelaksanaan Taklif”