Kalam Islam
Sejarah Ahlulbait Indonesia
Menggagas Silaturahmi Nasional Ahlulbait Indonesia
Perkembangan dan penyebaran kegiatan sosial kemasyarakatan Ahlulbait yang begitu pesat ke seluruh daerah di Republik ini membuka harapan baru untuk eksisnya masyarakat Ahlulbait di Indonesia. Kenyataan ini membuat para aktifis Ahlul Bait (AB) mulai berpikir langkah-langkah strategis bagi kepentingan pelayanan kepada masyarakat yang lebih tepat di masa depan.
Berawal dari perbincangan rutin beberapa aktifis Ahlulbait mengenai masa depan kegiatan sosial keagamaan Ahlulbait, sekitar bulan Juli 2004. Dalam perbincangan itu dikemukakan dinamika berbagai aktivitas Ahlul Bait yang pernah dilaksanakan di berbagai tempat di Indonesia.
Dari hasil tukar pikiran tersebut, diambillah kesimpulan atas beberapa hal yang dipandang sebagai langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan oleh aktifis Ahlulbait secara nasional, yakni antara lain:
- Perlunya dibentuk semacam forum nasional untuk dapat menciptakan komunikasi dan net working yang efektif;
- Untuk itu diperlukan pertemuan regular secara nasional;
- Perlunya membentuk pusat-pusat komunikasi baik di tingkat lokal maupun nasional;
- Dengan perkembangan kegiatan sosial keagamaan Ahlul Bait yang semakin meluas, maka bertambah pula tantangan dan problema yang menghadang oleh karena itu diperlukan adanya semacam advokasi nasional;
Diskusi kecil itu pun kemudian berkembang lebih luas dengan melibatkan beberapa tokoh masyarakat Alulbait. Dalam diskusi tersebut disepakati bahwa demi merespon akselerasi kegiatan sosial keagamaan Ahlul Bait yang demikian pesat itu, perlu segera diadakan koordinasi secara nasional dengan mengadakan pertemuan secara nasional dengan nama SILATURAHMI NASIONAL (SILATNAS) AHLUL BAIT NASIONAL.
Demi efektifitas dan sebisa mungkin merangkul semua komponen dari masyarakat Ahlulbait maka disepakatilah Kota Solo, Jawa Tengah, sebagai tempat penyelenggaraan Silatnas Pertama. Dalam rapat itu ditunjuk Hassan Alaydrus dan Ahmad Hidayat untuk menemui para pegiat sosial keagamaan Ahlulbait di Solo, Jawa Tengah dan Yogjakarta.
Pada tanggal 14 Juli 2007, Hassan Alaydrus dan Ahmad Hidayat bertandang ke Solo dan mengadakan rapat koordinasi dan sosialisasi di kediaman Habib Seggaf al-Jufri. Rapat sosialisasi tersebut dihadiri oleh Ust. Miqdad Turkan, A.M. Safwan serta beberapa aktivis yang berasal dari Solo, Jogya dan Semarang. Rapat koordinasi itu menyetujui pelaksanaan Silatnas Ahlulbait Pertama diadakan di Yogyakarta. Sebagai pelaksana ditunjuklah Yayasan RausyanFikr dan dididukung pula oleh lembaga Al Husainy Jakarta.
Pada tanggal 19 Juli 2004, Hassan Alaydrus dan Sayuti Asyathri berangkat ke Surabaya dan Malang untuk sosialisai persiapan Silataturahmi Nasional Pertama. Tim sosialisasi Silatnas terlebih dahulu mengunjungi YAPI Bangil dan berkonsultasi dengan Ust. Muhammad bin Alwi BSA, Ust. Ali Ridha al Habsyi dan beberapa guru di lingkungan YAPI Bangil.
Kemudian Tim melanjutkan kunjungan ke Malang. Di Malang Tim berdiskusi dengan Ust. Zahir Yahya dan beberapa ustadz. Secara umum para ustadz yang dikunjungi memberikan dukungan yang baik terhadap rencana pelaksanaan Silatnas. Selanjutnya, Tim Sosialisasi menunjuk Hassan Alaydrus dan Safinuddin untuk bersilaturahmi ke Dr. Jalaluddin Rakhmat di Bandung. Hasil dari pertemuan itu Dr. Jalaluddin Rakhmat mendukung bahkan berniat akan hadir dalam Silatnas Pertama tersebut.
Sejak disepakatinya pelaksanaan Silaturahmi Nasional Pertama tersebut, lembaga Al Husainy intensif melaksanakan rapat persiapan dan terus menerus melakukan konsolidasi dengan Panitia Pelaksana, Yayasan RausanFikr Yogyakarta, termasuk rancangan acara dan peserta yang akan diundang. Panitia pelaksana (Organisation Committee) dan Steering Committee kemudian menyepakati bahwa unsur-unsur masyarakat yang diundang untuk mengikuti Silatnas terdiri dari tiga unsur:
- Unsur asatidzah (para muballigh);
- Unsur Yayasan dan lembaga-lembaga Ahlulbait;
- Unsur Aktifis dan orang perorang yang memiliki perhatian dan semangat untuk pengembangan kegiatan sosial keagamaan Ahlulbait;
Melihat antusiasme para peserta Silatnas Pertama yang berasal dari berbagai daerah dapat diambil kesimpulan bahwa kebutuhan adanya koordinasi yang terlembaga dalam tingkat nasional sudah sangat mendesak. Dari Silatnas Pertama tersebut disepakati juga untuk menjadikan Silatnas sebagai ajang pertemuan rutin tahunan dalam rangka membangun penguatan kegiatan sosial kemasyarakatan Ahlul Bait yang lebih terarah dan efektif.
Sebagai hasil dari Silatnas Pertama kemudian berbagai daerah membentuk jaringan antaryayasan yang berada dalam kawasan tertentu. Seperti LKAB di Jakarta dan sekitarnya, Jawa Barat dan sekitarnya, Forum Dakwah Jawa Tengah, Solo dan Jogjakarta, demikian juga di Kalimantan dan Sulawesi.
Sebagai hasil dari Silatnas, Lembaga Komunikasi Ahlul Bait (LKAB) Jakarta misalnya yang terbentuk setelah Silatnas Pertama, kemudian berhasil melakukan pendekatan antarlembaga keagamaan terutama di tingkat nasional. Misalnya, komunitas Ahlul Bait berhasil mengirim Ust. Hasan Alaydrus dan Ust. Dr. Umar Shahab sebagai utusan dalam Kongres Umat Islam Indonesia yang dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 17 – 21 April 2005.
Demikian juga pada Kongres ke V Umat Islam Indonesia tanggal 7 – 9 Mei 2010. Selain itu, pada Pebruari 2006 LKAB bekerjasama dengan Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mengadakan Peringatan Asyura Imam Husain bersama yang juga dihadiri oleh para tokoh Nahdhatul Ulama (NU) dan lain-lain.
Silatnas Ahlulbait V Menyetujui Membentuk Ormas Ahlulbait
Setelah empat kali Silaturahmi Nasional diadakan akhirnya masyarakat Ahlulbait Indonesia membulatkan tekad untuk membentuk sebuah organisasi yang bisa memayungi seluruh kegiatan sosial keagaaman yang selama ini semakin intensif dilakukan oleh Yayasan-yayasan Ahlulbait maupun perorangan seluruh Indonesia. Acara Silaturahmi Nasional V di Asrama Haji, Pondok Gede, Jakarta 2-4 April 2010, adalah momentum yang tepat untuk menyalurkan aspirasi itu.
Keinginan masyarakat Ahlulbait Indonesia akhirnya terwujud dengan keputusan Silatnas V yang menyepakati membentuk Organisasi Masyarakat (ormas).
Beberapa keputusan Silatnas V yang disepakati diantaranya, seruan kepada masyarakat Indonesia dan kaum muslimin untuk senantiasa memperkuat tatanan kebangsaan dan kenegaraan dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Silatnas V pun menyampaikan pesan kepada seluruh umat Muslim di Indonesia agar tetap menjaga persatuan. Kepada pemerintah Indonesia, Silatnas V menyerukan agar tetap konsisten menjalankan Pancasila dan Undang-Undang Dasar.
Seruan Silatnas V juga menekankan agar Sila II Pancasila yang berbunyi “kemanusiaan yang adil dan beradab” dijadikan landasan pijak bagi umat Muslim untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan lebih khusus pada pembelaan terhadap Palestina dari penjajahan zionis Israel.
Sebagai acuan teknis organisasi Silaturahmi Nasional Ahlul Bait Indonesia V merekomendasikan agar segera melaksanakan Rakernas merumuskan AD/ART dan memutuskan nama ormas baru selambatnya tiga bulan setelah Silatnas V dilaksanakan.
Jalannya sidang
Seminar Nasional Ahlul Bait V, dimulai hari Jum’at 2/4/2011. Silatnas ke-5 secara resmi dibuka oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia, Profesor Moh Mahfud MD. Sesuai rencana silatnas itu digelar dua hari hingga Ahad, tanggal 4 April 2010.
Silatnas ke-5 dimulai pada pukul 14.00 WIB. Acara ini dirangkai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Shalawat yang dipimpin oleh Ustadz Hasan Daliel Alaydrus. Kemudian Sambutan dari Ketua Mahkamah Konstitusi Profesor Moh Mahfud MD sekaligus membuka secara resmi dengan memukul gong. Dalam pidato pembukaan yang disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi Profesor Moh Mahfud MD, mengatakan, “Saya tertarik menghadiri Silatnas ini karena tema yang dipilih; Peran Dakwah dalam Membangun Persatuan dan Persaudaraan demi Keutuhan NKRI.”
Salah satu panitia Hisam Sulaiman mengatakan jumlah peserta berkisar 250 sampai 300 peserta dari 200 yayasan Ahlul Bait dari Papua hingga Aceh yang memadati ruangan Silatnas ke-5. Selain Moh Mahfud MD, hadir juga sebagai pembicara Jend. (purn) Dr. AM Hendropriyono Haidar Bagir juga menjadi pembicara utama Silatnas ke-5 yang digelar hari ini.
Berbicara sekitar 10 menit Moh Mahfud MD menyampaikan materinya “Hak, Kedudukan dan Tanggung Jawab Organisasi-organisasi Umat Islam Indonesia dalam bingkai konstitusi Negara Republik Indonesia”. Beliau menyampaikan bahwa negara agama adalah azas sedang negara adalah pengawal. Lebih lanjut beliau menyampaikan Indonesia adalah negara yang Islami dengan menjadikan nilai islam sebagai substansinya.
Pembicara kedua yang menyampaikan materinya adalah Bapak AM Hendropriyono dengan tema “Peta Gerakan Islam Indonesia dan Ancaman Terorisme/Fundamentalisme Bagi Keutuhan NKRI”. Menurut beliau terorisme itu ibarat sebuah pohon yang mempunyai akar, batang, cabang, ranting dan daun. Akar terorisme adalah ideologi politik bukan agama. “Ideologi atau akar berkembang di atas tanah yang subur yaitu fundamentalis yang menggunakan Islam sebagai simbol-simbol ideologi”. Tukasnya.
Cendekiawan Haidar Bagir membawakan materi “Dinamika Dakwah Islam Islam Indonesia : Antara Pemahaman, konflik dan Persatuan Islam” sebagai pematri ketiga. Beliau menyampaikan bahwa Dakwah itu landasannya adalah akhlak. Lebih lanjut beliau menyampaikan bahwa “Tercerai berainya kita karena kita kurang baik”. Contoh terbaik dalam berdakwah adalah Rasulullah Saw. Kata beliau.
Yang menarik adalah ketika sesi tanya jawab salah satu penanya adalah KH. Nur Iskandar pengasuh Ponpes Shiddiqiyah Jakarta. Mengawali pertanyaan beliau menyampaikan bahwa ‘Saya mendengar bahwa acara sebaik ini katanya mau didemo, makanya saya datang ke sini”
Hari kedua Sabtu, 3/4/2010 Silatnas dimulai pagi hari, sidang pra-rapat pleno diisi pemaparan tentang imamah atau kepemimpinan yang dibahas oleh Musa Kazem dan Ir. Sayuthi Asyathri.
Acara dilanjutkan dengan presentasi dari berbagai yayasan yang tersebar di seluruh nusantara dimulai pada pukul 13.00 WIB. Dalam acara tersebut, Ustad Husein Shahab mewakili Dana Mustadzafin menyampaikan presentasi kepada para peserta. Peserta Silatnas V puas dengan penjelasan Ust Husein Shahab, bahkan mengapresiasi Yayasan Dana Mustadhafn yang berfungsi menangani dana khumus bagai para pengikut Ahlulbait.
“Alhamdulillah, khumus sudah dikelola oleh sebuah lembaga. Yang lebih menariknya, dana itu dikelola secara transparan dan dipertanggungjawab di depan publik, ” jelas salah seorang peserta Silatnas.
Selanjutnya, Yayasan Jausan yang berpusat di Malang, mempresentasikan kegiatan-kegiatan sosialnya. Lembaga itu memperlihatkan aktivitas para anggota yayasan dalam membantu korban bencana di nusantara dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Dengan demikian Ahlulbait kini sudah mempunyai lembaga sosial yang aktif di bidang kemanusiaan dan sosial.
Voice of Palestina yang akrab dengan singkatan VOP juga mempresentasikan kegiatan-kegiatan Peduli Palestina. Mujtahid Hashim sebagai pimpinan VOP menyinggung demo Al-Quds yang diperingati setiap tahun di hari Jumat terakhir pada bulan Ramadhan. Palestina yang hingga kini ditindas Rezim Zionis Israel, harus menjadi pusat perhatian umat Islam, khususnya para pengikut Ahlulbait.
Kemudian acara dilanjutkan dengan sidang komisi. Komisi dibagi menjadi dua. Komisi A yang membahas mengenai rencana pembentukan Ormas dan komisi B yang diberi tugas membahas program kemasyarakatan Ahlulbait.
Semula di komisi A sempat mengalami deadlock ketika beberapa peserta sidang menyampaikan pandangannya apakah perlu dibentuk ormas atau tidak, bahkan hingga nama ormas yang diusulkan pun sedikit alot.
Sidang Komisi A berlanjut hingga membentuk rapat pleno yang membagi Jamaah Ahlulbait yang tersebar diseluruh pelosok Nusantara menjadi 9 wilayah. Wilayah Jatim, Jateng, Jabar, DKI & Banten, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku & Papua, serta Bali, Lombok & NTT.