Kalam Islam
Kesadaran dan Pembinaan Diri
Kesadaran dan Pembinaan Diri
Meskipun tidak lebih dari realitas tunggal, seorang manusia memiliki beragam dimensi dalam eksistensi tunggalnya; eksistensi yang berawal dari debu tak berarti, yang tidak berperasaan dan tidak berindera, lalu akhirnya berhenti dalam bentuk permata berharga yang tidak ternilai harganya.
Allah Swt befirman: (Dia juga) yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan memulai penciptaan manusia dari tanah. Kemudian, Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina (air mani). Kemudian, Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh (ciptaan)-Nya ke dalam (tubuh)-nya. Dia menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani untukmu. Sedikit sekali kamu bersyukur. Mereka berkata, “Apakah apabila kami telah lenyap (hancur) di dalam tanah, kami akan (kembali) dalam ciptaan yang baru?” Bahkan (bukan hanya itu), mereka pun mengingkari pertemuan dengan Tuhannya. (QS. al-Sajdah: 7-9)
Seorang manusia adalah pemilik beragam fakta dan parameter dalam eksistensinya. Dari satu aspek, ia adalah pemilik tubuh fisik dan sebuah nama, sementara dari aspek lain juga pemilik insting hewani. Namun, di atas semua itu, manusia adalah makhluk yang memiliki ketinggian nilai-nilai kebajikan manusiawi yang tidak ditemukan pada binatang.
Baca juga : Bumi Sekejap Hancur
Karena itu, manusia adalah realitas tunggal. Realitas yang memiliki beragam dimensi dan fakta dalam eksistensinya. Sehingga ketika dikatakan, “Beratku dan wajahku,” maka ini menunjukkan fisik dan namanya. Ketika dikatakan, “Makananku dan kesehatanku,” maka ini juga erat kaitannya dengan fisik (tubuh). Ketika dikatakan, “Gerakan, kemarahan, dan hasrat seksual,” maka ini menunjukkan nafsu hewaninya.
Dan ketika dikatakan, “Kebijaksanaanku, pikiranku, dan pendapatku,” maka itu menunjukkan sifat kemanusiaanya yang mulia. Sehingga, seorang manusia memiliki beberapa karakter diri yang berbeda, yaitu: diri yang berhubungan dengan tubuh fisik, diri yang berhubungan dengan insting kebinatangan, dan dengan diri manusiawinya. Diri yang paling berharga adalah diri manusiawinya.
Apa yang telah menjadikan manusia sebagai ”khalifah Allah Swt” di muka bumi dan yang telah membedakannya dari makhluk lain adalah “ruh” Ilahi yang telah ditiupkan ke dalam eksistensi oleh Allah Swt, yang kemudian disebut Jiwa Manusia.
Ibrahim Amini, Hijrah Menuju Allah
Baca juga : Keutamaan Berpikir Persepektif al-Quran