Kalam Islam
Kehidupan Sementara
Kehidupan Sementara
Salah satu metode terbaik dalam menjelaskan sesuatu yang sesuai dengan tabiat manusia adalah menggunakan metafora (perumpamaan). Imam Ali as juga menggunakan metode ini. Beliau menggambarkan kehidupan duniawi manusia laksana musafir yang sedang berpergian lalu menarik berbagai nilai hikmah dari perumpamaan yang sangat indah ini.
(Beliau hendak menegaskan): Bahwa berdasar pada realitas, kesaksian, agama, dan ilmu, manusia telah menerima sebuah kenyataan bahwa suatu hari nanti, ia pasti akan meninggalkan dunia fana ini dan bahwa kehidupannya di dunia laksana musafir, sekalipun sangat berbeda dengan safar-safar pada umumnya. Dalam safar-safar biasa, kita sepenuhnya bebas dalam menentukan segala sesuatu yang berkaitan dengannya, seperti kapan kita akan pergi, bagaimana kita menempuh perjalanan, jalur mana yang mau dilalui, di mana saja kita akan berhenti, kapan kita beristirahat, dan seterusnya. kehidupan
Baca juga : Kedurhakaan Menimbulkan Polemik
Tak diragukan lagi, ketika kita bepergian dengan sarana serta biaya sendiri, meskipun dalam safar wajib seperti ibadah haji, kita mempunyai kebebasan dalam menentukan bagaimana safar tersebut dilakukan. Namun dalam safar lain, yaitu perjalanan mengarungi waktu serta menjalani usia, kita tidak mempunyai kebebasan seperti di atas. kehidupan
(Dalam perjalanan ukhrawi), kita tidak lagi bebas menentukan kapan tinggal dan pergi; baik kita suka ataupun tidak, mereka tetap akan mengajak kita pergi. Perjalanan ini kendalinya tidak lagi berada di tangan kita. Kita tidak dapat menolak untuk tidak pergi, bagaimana pun kita tidak menginginkannya, kita tetap harus pergi. Inilah perbedaan mendasar antara safar-safar duniawi dengan safar ukhrawi. Pada safar-safar duniawi, manusia bebas untuk menentukan kendaraan, kecepatan, serta tujuannya. kehidupan
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Nasihat Abadi Penghalus Budi
Baca juga : Petunjuk Cahaya Ilmu dan Ahlulbait