Ikuti Kami Di Medsos

Kajian Islam

“Wahai Jiwa yang Tenang” Nisbat untuk Imam Husain

Dalam sebuah riwayat dari Imam Ja’far Shadiq as, berkenaan dengan turunnya ayat-ayat terakhir surah al-Fajr, Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.

Dikatakan bahwa ayat mulia ini turun berkenaan dengan kakek beliau, Imam Husain as. Hadis ini tidak bertentangan dengan sifat umum dan kandungan ayat tersebut. Sebaliknya, hadis tersebut menjelaskan tentang individu paling sempurna dan penjelmaan paling lengkap atas ayat tersebut, yaitu Imam Husain. Oleh karena itu, surah al-Fajr disebut juga dengan surah al-Husain.

Dalam riwayat-riwayat lain dijelaskan bahwa orang yang melanggengkan bacaan surat ini (surah al-Fajr) dalam shalat wajib dan sunah, kelak akan dibangkitkan bersama Imam Husain. Oleh karena itu, kita perlu mengkaji ayat ini untuk mengetahui kesesuaiannya dengan Imam Husain. Dengan begitu, kita akan memahami sejauh mana ayat ini bersesuaian dengan diri dan amal perbuatan kita.

Hai jiwa yang tenang……….

Jiwa yang tenang (an-nafsu al-muthmainnah) merupakan peringkat akhir kesempurnaan manusia. Sementara, jiwa yang arogan dan berkuasa memerintah (an-nafsu al-ammarah) adalah peringkat pertama: Sesungguhnya jiwa itu memerintahkan pada keburukan.

Dan setelah jiwa masuk ke jalur gerak menuju kesempurnaan, ia menjadi jiwa yang mencela (an-nafsu al-lawwamah), Dan Aku benar-benar bersumpah dengan jiwa yang mencela.

Setelah itu, jiwa sampai pada tahapan ilham, Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) /kefasikan dan ketakwaan, dan menjadi jiwa yang terilhami (an-nafsu al-mulhamah).

Jiwa terus melanjutkan perjalanan kesempurnaannya hingga sampai pada tahap ketenangan jiwa. Tahapan terakhir ini juga memiliki beberapa tingkatan. Jiwa yang puas (ar-radhiyal) dan jiwa yang diridhai Allah (al-mardhiyah) merupakan akhir peringkat kesempurnaan.

Jiwa yang tenang ini bergerak menuju alam spiritual tertinggi (al-malakut al- a’la) dengan dua sayap, yaitu ilmu dan amal baik. Inilah ringkasan empat kondisi dan peringkat kesempurnaan jiwa.

Imam Husain adalah penjelmaan paling sempurna bagi jiwa yang sempurna. Dalam kitab-kitab al-Maqatil disebutkan bahwa wajah Imam Husain as, pada tanggal 10 Muharram (Asyura), semakin bercahaya, meskipun musibah berat telah menimpanya. Ketenangan luar biasa atas qadha, qadar, dan kehendak Ilahi tampak nyata pada raut wajah beliau. Sebab, Imam Husain sangat yakin bahwa tragedi dan musibah itu terjadi atas izin dan kehendak Allah Swt. Lantaran di dalamnya terdapat kebaikan, maka Allah Swt membiarkan itu terjadi dan tidak mencegahnya. Dan itu bukanlah berarti paksaan (jabr). Akan tetapi, Tuhan berkehendak agar Imam Husain menanggung musibah-musibah itu berdasarkan ikhtiarnya, supaya beliau mencapai derajat tertinggi kesempurnaan danpuncak martabat. Demikian pula, Allah Swt hendak menimpakan kesengsaraan paling pedih bagi para pembunuh beliau lantaran keburukan ikhtiar mereka.

Prof. Sayyid Abdul Husain Dasteghib

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *