Kajian Islam
Tradisi Turunnya Manusia yang Dijanjikan Sepanjang Sejarah
Al-Quran menegaskan bahwa sejarah manusia telah dimulai dari fenomena kenabian dan pengutusan para nabi dan rasul. Para utusan Allah itu telah memimpin masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik dan menciptakan insan kamil. Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa kemunculan para nabi di tengah-tengah masyarakat manusia merupakan permulaaan sejarah manusia. Allah Swt berfirman:
Manusia itu adalah umat yang satu. (Setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang-orang yang telah didatangkan kitab kepada mereka, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. al-Baqarah: 213)
Sesuai hikmah dan rahmat Allah, diutuslah para nabi yang membawa pelita petunjuk kepada manusia. Dengannya mereka mengeluarkan manusia dari tahapan garizah (syahwat) ke tahapan akal, dari logika kekerasan yang sumbernya adalah naluri dan kekuatan, menuju logika sistem yang sumbernya adalah hukum. Melalui kenabian, masyarakat melepaskan diri dari belenggu kebinatangan dan menjadi fenomena logis dan spiritual. Kenabian mewujudkan proyek persatuan bagi manusia yang nilainya lebih tinggi dari sekadar kesatuan darah biologis mereka. Yaitu persatuan yang tegak di atas fondasi akidah (keyakinan).
Dalam khutbah pertama Nahjul Balaghah, Imam Ali bin Abi Thalib as menjelaskan —setelah mengemukakan sejarah penciptaan dunia dan sejarah penciptaan Adam as dan penetapannya di bumi— bahwa kenabian dan mata rantainya merupakan poros sejarah manusia sepanjang masa dan gerakannya menuju kesempurnaan sebagaimana ditegaskan al-Quran saat menjelaskan pandangannya mengenai sejarah.
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Allah Swt memilih para nabi dari keturunan Adam. Dia menjadikan wahyu sebagai perjanjian mereka, dan menjadikan penyampaian risalah sebagai amanat atas mereka. Sebab, sebagian besar hamba-Nya telah mengubah perjanjian Allah atas mereka. Sehingga mereka melupakan hak-Nya dan menjadikan banyak sekutu bagi-Nya, dan para setan menghalangi mereka dari mengenal-Nya dan memalingkan mereka dari ibadah kepada-Nya.
Kemudian Allah mengutus para rasul-Nya ke tengah-tengah mereka dan menebarkan para nabi-Nya di antara mereka untuk membawa mereka kepada perjanjian fitrah-Nya, dan mengingatkan mereka terhadap nikmat-Nya yang terlupakan dan menantang mereka dengan tablig (bukti) dan membangkitkan akal mereka yang terpendam, serta memuaskan dahaga mereka dengan tanda-tanda kebesaran yang menakjubkan; atap (langit) di atas mereka yang menjulang, dan hamparan (bumi) yang diletakkan di bawah mereka, rezeki yang menghidupi mereka, ajal yang mengakhiri kehidupan mereka, dan keletihan (kesulitan) yang mendewasakan mereka, serta pelbagai peristiwa yang silih berganti di antara mereka. Allah tidak pernah membiarkan hamba-Nya tanpa nabi yang diutus atau kitab yang diturunkan atau hujah (bukti) yang perlu, atau jalan yang lurus.”
Para rasul yang sedikitnya jumlah mereka atau banyaknya pendusta mereka tidak membuat mereka teledor terhadap misi mereka. Rasul yang datang dahulu mengabarkan rasul yang datang sesudahnya dan rasul yang datang kemudian dikenal lantaran penjelasan rasul mereka dari mengenal-Nya dan memalingkan mereka dari ibadah kepada-Nya.
Berdasarkan itu, abad demi abad berlalu dan silih berganti. Masa berakhir. Para orang tua meninggal dan anak-anak menggantikan (kedudukan mereka). Sehingga Allah mengutus Muhammad Rasulullah saw untuk menunaikan janji-Nya dan menyempurnakan berita-Nya.
“Allah mengambil perjanjian-Nya atas para nabi. Dan tanda-tanda nabi (yang bersangkutan) begitu populer, di mana kelahirannya begitu mulia. Dan penduduk bumi saat itu memiliki beragam keyakinan, kepentingan yang komplek, kelompok-kelompok yang berpecah belah; di antara mereka ada yang menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, atau menisbatkan sifat yang tidak layak bagi-Nya, atau menyekutukan-Nya dengan tuhan lain, sehingga ia menyembahnya dan meminta tolong padanya.
Lalu dengan nabi itu, Allah menyelamatkan mereka dari kesesatan dan mengentaskan mereka dari jurang kebodohan. “Kemudian Allah memutuskan agar Muhammad berjumpa dengan-Nya dan Dia ridha dengan apa yang ada padanya. Allah memuliakan Muhammad saat ia berpisah dari dunia dan mengakhiri cobaannya, di mana Dia mengangkatnya ke sisi-Nya dalam keadaan terhormat. Dan Allah meninggalkan bagi kalian para imam yang menggantikan para nabi. Sebab, para nabi tidak mungkin membiarkan umatnya berada dalam kesia-siaan tanpa jalan yang jelas dan tanpa seorang pembimbing yang mengurus urusan mereka.”
Sesungguhnya berita gembira para nabi terdahulu tentang kedatangan para nabi setelah mereka menguntungkan generasi yang hidup kala itu, begitu juga generasi yang muncul berikutnya. Sebab, berita ini membuat mereka sadar dan menjadikan mereka siap untuk menyambut nabi yang kenabiannya telah diberitakan sebelumnya. Di samping itu, hal ini menghilangkan keraguan dari mereka dan justru menambah keyakinan dan ketenangan mereka.
Para nabi tidak membiarkan umatnya tanpa pembimbing yang akan menuntun mereka pasca meninggalnya mereka. Dan Nabi Muhammad saw pun melakukan hal yang sama seperti mereka. Beliau meninggalkan Kitabullah (al-Quran) bagi umatnya yang memuat semua yang mereka butuhkan dalam agama mereka. Beliau juga meninggalkan Ahlulbaitnya yang maksum (terjaga dari dosa) dan menjadikan mereka sebagai mitra al-Quran yang agung, sebagaimana disabdakan dalam hadis mutawatir Tsaqalain yang diriwayatkan banyak ahli hadis.
Bila kabar gembira ini mendatangkan kepercayaan, terkadang diperlukan mukjizat dari nabi. Jadi, kenabian yang disertai kabar gembira sebelumnya lebih mampu menarik hati dan lebih mudah menjadikan manusia tunduk padanya, karena menjauhkan manusia dari stres akibat kedatangan sesuatu yang tak terduga (kejutan), dan dakwah nabi terhindar dari keterasingan di jiwa manusia. [Muhammad fi al-Quran: 36-37]
Sesungguhnya semua nabi membentuk satu garis. Yang dahulu memberi kabar gembira akan kedatangan yang berikutnya, dan yang berikutnya mengimani yang dahulu. Ayat ke-81 dari surah Ali Imran mengandung penegasan akan tradisi penyampaian berita gembira tersebut.
Majma’ Jahani Ahlulbait, Muhammad saw