Kajian Islam
Rasionalisme Mazhab Ahlulbait
Pembahasan problem dan analisis teologi oleh para Imam Ahlulbait as di antaranya dalam kitab Nahjul Balaghah merupakan bukti paling awal dan sebab utama munculnya pendekatan rasional dan filosofi dalam dunia intelektual Syiah. Pendekatan ini tidak bisa dicap sebagai suatu bid’ah, karena pijakannya dilandasi oleh al-Quran. Ia senafas dengan pendekatan al-Quran dan tujuan penafsiran para imam Ahlulbait as dalam menguraikan isu-isu tersebut. Kalaupun ada seseorang yang mengkritik pendekatan ini, maka mereka itulah yang tidak menerima metode ini serta membuang sarana.
Sejarah menunjukkan bahwa pada periode awal Islam, Mazhab Syiah tertarik pada masalah-masalah ini dibandingkan mazhab lainnya. Meski Muktazilah mempunyai kecenderungan yang sama dengan Mazhab Syi’ah. Tetapi, seperti yang sudah kita maklum, pandangan umum yang mendominasi di kalangan mazhab lainnya tidak menerima pemikiran-pemikirannya, dan akibatnya aliran Mutazilah mengalami kepunahan di sekitar akhir abad ke-3 Hijriyah (abad 9 Masehi). lni terbukti, bahwa para Imam Ahlulbait-lah yang pertama kali memperkenalkan pendekatan filsafat. Dan mereka juga yang pertarna kali memperkenalkan konsep-konsep yang lebih mendalam dan pelik menyangkut problem-problem teologi dalam argumen-argumen, polemik-polemik, khutbah-khutbah, hadis-hadis, serta doa-doa mereka.
Nahjul Balaghah adalah salah satu contoh di antaranya. Begitu pula yang menyangkut tradisi kenabian, sumber-sumber Syiah jauh lebih unggul dan mendalam ketimbang hadis-hadis yang termuat dalam sumber-sumber non-Syiah. Karakteristik ini tidak hanya terbatas pada ranah filsafat saja, namun juga pada ranah kalam, fikih, dan ushul fikih, yang di dalamnya kaum Syiah menikmati suatu kedudukan khusus. Semua ini disebabkan oleh sumber yang satu dan sama yaitu penekanan pada rasionalitas.
Sebagian pihak telah mencoba melacak asal-usul perbedaan ini termasuk orintalis. Menurut mereka karena bangsa Persia adalah Syiah dan Syiah adalah bangsa Persia dan karena bangsa Persia adalah orang-orang dengan temperamen filosofis, menggemari kepelikan spekulasi dan pikiran murni, dengan bantuan kekayaan dan tradisi filsafat mereka yang kuat, mereka berhasil dalam menumbuhkan asas pemikiran Syiah dan memberinya warna Islam.
Ahmad Amin, dalam kitab Zhuhr al-Islam. Setelah membincangkan gerakan filsafat di Eropa selama kekuasaan Dinasti Fathimiyyah yang bermazhabkan Syiah, ia menulis, “Filsafat lebih mirip dengan ajaran Mazhab Syiah dibanding dengan Mazhab Sunni, dan kita menyaksikan kebenaran hal ini di era kekuasaan Fathimiyyah [Mesir] dan Buwaihi [Iran]. Bahkan pada abad-abad terakhir Iran, sebuah negeri Syiah, telah mencurahkan perhatian pada filsafat ketimbang negeri-negeri Islam lainnya. Di masa kita sekarang ini, Sayyid Jamaluddin Asadabadi, mempunyai kecenderungan Syiah dan telah mempelajari filsafat di Iran, lalu membuat gerakan filsafat di Mesir ketika ia sampai di sana.”
Bertrand Russell dalam A History of Western Philosophy mengungkapkan pendapat serupa berdasarkan argumen yang disebutkan di atas. Dengan kecerobohannya yang sudah mewatak dan melekat, ia menyatakan pendapat ini. Akan tetapi, sesungguhnya Russell tidak mempunyai kapasitas untuk membenarkan pendapatnya itu, karena ia sepenuhnya tidak akrab dengan filsafat Islam dan pada dasarnya tidak mengetahui apapun tentang masalah ini. Begitu pula ia tidak memenuhi syarat untuk mengungkapkan pendapatnya tentang asal-usul pemikiran Syiah dan sumber-sumbernya. Tanggapan terhadap para pendukung pendapat salah ini adalah bahwa tidak semua Syiah adalah orang Iran, atau tidak semua orang Iran adalah Syiah.
Syahid Muthahhari, Tema-tema Pokok Nahjul Balaghah