Ikuti Kami Di Medsos

Kajian Islam

Posisi Imamah dalam Islam [3/4]

Imamah memiliki posisi tertinggi setelah tiga prinsip: makrifatullah dan tauhid; ma’ad dan kehidupan setelah kematian; serta nubuwwah (kenabian) dan keharusan diutusnya rasul. Menurut keyakinan dasar mazhab Syiah, imamah tergolong salah satu tonggak agama. Imamah bukan hanya kedudukan duniawi dan tak dapat diringkas dengan kepemimpinan dan kekuasaan. Imamah adalah kedudukan atau jabatan tinggi ilahi yang tak dimiliki manusia biasa, melainkan manusia sempurna yang semua kesempurnaan insani teraktualisasi dalam dirinya dan tersucikan dari segala kekurangan. Mereka telah sampai pada peringkat syuhud (penyaksian) batin dan keyakinan.

Pembahasan sebelumnya Keniscayaan Imamah Pasca Kenabian [2/4]

Manusia-manusia pilihan itu meyakini hakikat agama melalui penyaksian batin dan menerimanya dengan seluruh wujud, dan hati mereka bergelimang keimanan kepada Allah Swt dan ma’ad atau kehidupan akhirat. Hakikat-hakikat agama telah termanifestasi dalam diri mereka yang merupakan teladan bagi orang-orang beragama, baik dari segi akhlak maupun ucapan dan perilaku. Manusia istimewa seperti ini dapat menjadi khalifah Rasulullah saw yang sejati di masa ketiadaan rasul. Merekalah yang mengemban tugas rasul, yakni membela agama dan mengarahkan umat pada shiratul mustaqim agama, sair dan suluk kepada Allah Swt, dan membimbing manusia menuju kebahagiaan dunia dan akhirat.

Kepatuhan pada manusia istimewa seperti ini dapat disejajarkan dengan ketaatan pada Allah Swt dan Rasul-Nya. Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulul amr di antara kalian. (QS. an-Nisa: 59)

Maksud ulul amr yang harus ditaati adalah para imam suci, bukan setiap manusia yang tak luput dari kesalahan. Manusia-manusia unggul dan super seperti ini dapat membela agama dan hakikat-hakikat agama serta melanjutkan misi suci Rasulullah saw serta mengabadikan risalah global dan abadi beliau.

Imam bukanlah manusia biasa, melainkan manusia yang punya kriteria dan sifat lazim yang sesuai dengan kadar tanggung jawab yang dibebankan ke pundaknya. Di antara kriteria itu adalah ishmah (keterpeliharaan dari dosa) dan mengetahui seluruh makrifah, ilmu pengetahuan, serta hukum agama. Mereka paling tinggi kesempurnaan insaninya.  Di sini, secara ringkas, kami akan menyinggung tiga keistimewaan dimaksud.

Ishmah secara bahasa diartikan ‘memelihara dan mencegah’. Seseorang dikatakan ma’shum (maksum) jika terjaga dari melakukan dosa dan kesalahan berkat karunia khusus Ilahi.

Allamah Raghib Ishfahani menulis, ishmah para nabi artinya, Allah Swt memelihara para nabi melalui kekhususan yang diberikan kepada mereka.  Pertama, hal itu diberikan karena ketulusan dan kebersihan jiwa. Kedua, karena keutamaan jasmani dan ruhani. Ketiga, karena Allah Swt meneguhkan mereka. Keempat, karena Allah Swt memberikan ketenteraman hati dan menjaga hati mereka serta memberikan taufik kepada manusia-manusia suci itu.  [Al-Mufradat]

Dalam hadis, ishmah juga dimaknai seperti itu.

Hisyam mengatakan: “Aku bertanya kepada Abu Abdillah, ‘Apa maksud ucapan Anda bahwa sesungguhnya imam tidak akan ada kecuali maksum?’  Abu Abdillah mengatakan, ‘Maksum adalah orang yang dicegah Allah dari melakukan semua yang diharamkan-Nya.’” [Ma’ani Akhbar, hal. 132]

Ayatullah Ibrahim Amini, Para Pemimpin Teladan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *