Kajian Islam
Mengapa Allah Menciptakan Setan?
Banyak yang bertanya bahwa sekiranya manusia diciptakan untuk mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan melalui jalan penyembahan (ibadah), keberadaan setan sebagai makhluk pembinasa adalah oposisi kesempurnaan. Apakah alasannya sehingga setan mesti ada?
Setan adalah makhluk yang licik, penuh dendam, makar, penuh tipu-daya, dan beracun! Apabila mau sedikit merenung, kita akan ketahui bahwa kehadiran musuh ini adalah untuk mendukung pencapaian manusia ke tingkat kesempurnaan.
Kita tidak perlu pergi jauh. Kekuatan resistensi dalam menghadapi musuh-musuh senantiasa ada pada jiwa manusia dan dapat mengantarkannya ke jalan kesempurnaan. Para komandan serta prajurit-prajurit tangguh dan terlatih adalah orang-orang yang berjibaku dengan musuh-musuh yang kuat dalam dunia politik yang kritis dan pelik.
Para jawara besar gulat adalah pegulat-pegulat yang berjajal dengan rival-rival tangguh dan berat. Oleh karena itu, tidak perlu takjub bila kita menyaksikan para hamba Tuhan setiap hari semakin kuat dan bergairah dalam bertempur secara berkesinambungan dengan setan.
Dewasa ini, para ilmuwan berkomentar tentang adanya mikroba-mikroba pengganggu, “Sekiranya mikroba-mikroba tidak ada, maka sel-sel badan manusia pada suatu keadaan akan lemah dan kebas (karena kedinginan), dan kemungkinan tingginya postur manusia tidak melewati 80 sentimeter; semuanya dalam bentuk manusia-manusia cebol. Dengan demikian, manusia hari ini memperoleh kekuatan dan tinggi tubuh yang lebih karena mereka selalu dalam kontraksi dengan mikroba-mikroba pengganggu itu.”
Demikian juga ruh manusia dalam berkonfrontasi dengan setan dan hawa nafsu. Namun, hal ini tidak berarti bahwa setan memiliki tugas untuk menyelewengkan para hamba Tuhan. Setan sejak awal penciptaannya memiliki kekudusan sebagaimana makhluk-makhluk lainnya. Setan dengan ikhtiar penuhnya terjatuh, menyimpang, dan memilih sendiri untuk celaka. Oleh karena itu, Tuhan menciptakan iblis sebagai setan. Ia sendiri yang menghendaki dirinya menjadi setan. Namun, tindakan setaninya itu tidak sekadar mencelakakan para hamba Tuhan, namun juga menjadi tangga kesempurnaan mereka. (Perhatikan baik-baik!)
Kendati demikian, pertanyaan yang tersisa adalah mengapa Tuhan mengabulkan permohonannya untuk tetap hidup? Mengapa Tuhan tidak melenyapkannya sejak dahulu?
Jawaban pertanyaan ini sama dengan jawaban yang telah kami sebutkan di atas. Dengan ungkapan lain, alam semesta adalah arena ujian dan cobaan (ujian ini adalah wasilah pembinaan dan penyempurnaan manusia). Dan kita ketahui, ujian hanya berarti bila berhadapan dengan musuh-musuh besar, krisis-krisis kehidupan yang datang menekan.
Tentu saja, sekiranya setan tidak ada, hawa nafsu dan sifat was-was manusia akan ditempatkan menjadi medan ujian baginya. Namun, dengan kehadiran setan, jalur ujian ini semakin membara, lantaran setan adalah pelaku eksoteris (lahir), sementara hawa nafsu adalah pelaku esoteris (batin).
Ayatullah Natsir Makarim Syirazi, 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan Akal