Kajian Islam
Mencintai Ahlulbait dan Keluarga Rasulullah saw
Mencintai Ahlulbait adalah sebuah kewajiban islami, bukan sekadar mazhabi (pandangan doktrinal hasil ijtihad). Sebagaimana mewajibkan shalat, zakat, puasa dan haji, Allah Swt juga mewajibkan kita mencintai Ahlulbait. Allah Swt berfirman:
Katakanlah, “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku kecuali mawaddah (kecintaan) kepada keluargaku.”
(QS. asy-Syura: 23)
Nabi saw ditanya, siapakah kerabat engkau yang Allah wajibkan kepada kami agar mencintai mereka. Beliau menjawab, “Mereka adalah Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain as.”
Hakim Naisaburi meriwayatkan dari Hanasy Kinani, “Aku mendengar Abu Dzar ra yang saat itu memegang pintu Kabah, mengatakan, ‘Siapa mengenal aku maka akulah yang ia kenal. Siapa mengingkari aku maka akulah Abu Dzar, bahwa aku telah mendengar Nabi saw bersabda, ‘Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku bagi kalian laksana bahtera Nuh bagi kaumnya, siapa yang menaikinya akan selamat dan siapa yang tertinggal darinya akan tenggelam.’” (Al-Mustadrak, juz 3, hal. 151)
Jika keselamatan terletak pada mengikuti ajaran-ajaran Nabi saw, maka tiada kerugian di dalamnya apabila mazhab keislaman mengikuti dan sesuai dengan mazhab Ahlulbait. Sebaliknya, adalah suatu penyimpangan jika tidak mengikuti dan bertentangan dengan mazhab Ahlulbait. Karena yang demikian itu dilarang Nabi saw. Rasul saw bersabda, “Siapa yang tertinggal darinya akan tenggelam.”
Mazhab Ahlulbait adalah mazhab yang dibangun dan dikokohkan oleh Nabi saw sendiri di masa hidup beliau. Sebagaimana riwayat Suyuthi dalam kitab tafsirnya ad-Dur Mantsur tentang ayat:
Sesungguhnya orang‐orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik‐baik makhluk. (QS: al-Bayinah: 7 )
Lalu Nabi saw ditanya, siapakah “khairul bariyah” (sebaik‐baik manusia)? Beliau menjawab,
“Ali dan syiahnya.” (Tafsir ad-Dur al-Amntsur, juz 6, hal. 379)
Husaini al-Qazwini, Kewajiban Dalam Islam menurut al-Quran dan Hadis