Kajian Islam
Manusia dan Kebebasan Berkehendak
Dalam kesempatan ini, kita akan membahas topik tentang kebebasan berkehendak secara ringkas. Kita dengan jelas dapat menyaksikan bahwasanya kita tidak dipaksa dalam hal perbuatan kita. Kita memiliki kemerdekaan bertindak dan kebebasan berkehendak. Bukti sederhana tentang kemandirian kehendak manusia adalah kecenderungan kita untuk mencela orang-orang yang melakukan keburukan, pelanggaran, atau kejahatan.
Kita tentu akan mengajukan dan menyeret para pelanggar hukum ke depan pengadilan serta menuntut mereka diadili dan dijatuhi hukuman yang setimpal. Bahkan orang-orang yang mengklaim dirinya percaya kepada takdir (dalam arti keterpaksaan atau determinisme) juga melakukan hal yang sama dalam kehidupan praktisnya.
Apabila manusia tak punya kebebasan dalam berkehendak dan segala sesuatu semata-mata ditetapkan dan sudah ditakdirkan oleh Allah atau bila manusia benar-benar tidak berdaya di hadapan lingkungannya dan terhadap keadaan fisik serta spiritualnya, niscaya segala tuduhan, proses pengadilan, dan hukuman yang dijatuhkan kepadanya tak akan memiliki makna apapun dan bersifat absurd.
Dalam konteks ini, orang-orang yang selalu berdisiplin dan berbuat kebaikan tidak layak dihargai dan orang-orang yang berbuat kejahatan dan keonaran tidak pantas dicela dan dijatuhi hukuman. Sebab, kedua jenis manusia tersebut sama-sama tidak berdaya untuk mencegah dirinya dari berbuat seperti itu. Menuntut seseorang yang tidak memiliki pilihan dalam berbuat, jelas tidak selaras dengan prinsip keadilan.
Benarkah pandangan tentang adanya keterpaksaan dalam berbuat seperti itu? Tidakkah itu bertentangan dengan kesadaran dan pengalaman hidup kita sehari-hari?
Perilaku kita dan orang-orang yang berakal sehat dalam kehidupan sehari-hari menjadi saksi bahwa manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak. Karenanya, pandangan tentang takdir semacam itu sama sekali tidak berdasar dan tidak masuk akal.
Dalam hal ini, kita yakin bahwa Allah telah menganugerahkan kebebasan kepada kita. Namun, perlu digarisbawahi bahwa anugerah tersebut bukan untuk disalahgunakan. Melainkan untuk dimanfaatkan dengan mengerahkan segenap daya upaya guna meraih kebahagiaan diri dan masyarakat.
Alhasil, kita juga tidak diperbolehkan untuk mengikuti gagasan atau doktrin yang menyesatkan, atau juga melakukan pelbagai perbuatan buruk, dengan mengatasnamakan kebebasan berpikir atau kebebasan berkehendak. Sebab, semua itu tak akan menghasilkan apapun kecuali kekacauan (chaos) dan anarkisme.
*Abul Qashim Alkhui, Menuju Islam Rasional