Kajian Islam
Keistimewaan Ajaran Etika Islam
Sebelum penunjukan resmi Nabi Muhammad saw sebagai nabi dan rasul (semoga rahmat Allah tercurah atasnya juga keluarganya}, etika bangsa Yunani mengatur peradaban dunia yang maju selama beberapa waktu. Setelah menyampaikan dan menerjemahkan karya-karya ilmiah dan karya etika Yunani, prinsip ajaran etika mereka diperkenalkan pada perkumpulan ilmiah kaum muslimin tanpa memikirkan untung-rugi. Sekelompok cendekiawan Muslim pun mulai memperluas dan menyempurnakan ajaran, lalu menulis risalah dan buku yang berkaitan dengan karya ini.
Salah satu buku terbaik yang menunjukkan nilai ajaran etika Yunani yang sejati adalah Tahdzib al-Akhlaq wa Tathhir al-A’raq yang ditulis Abu Ahmad Ali bin Muhammad bin Miskawaih (w. 431 H/1030). Untuk menunjukkan betapa penting dan berharganya buku ini, cukuplah menyatakan bahwa Muhaqqiq Thusi telah menulis sebait puisi yang berhubungan dengan mahakarya itu dalam baris pertamanya:
Kukorbankan jiwaku demi kitab
Yang memuat semua sifat baik,
Dan jaminan untuk dapat melukis potret kesempurnaan makhluk. [Tasis al-Syi’ah al-Kiram li al-Ulum al-Islam, hal. 411]
Setelah buku moral yang memaparkan prinsip ajaran etika Yunani ini, buku berikutnya yang juga bernilai tinggi adalah Akhlaq-e-Nasiri karya Khwajah Nashiruddin Thusi yang telah ditulis menurut metodologi buku-buku etika Yunani.
Kelemahan ajaran etika Yunani yang terlihat jelas adalah, prinsip etika mereka bersandar pada dasar-dasar keuntungan materialistik yang fana. Misalnya, dalam buku itu dikatakan, “Jika Anda menerapkan ajaran etika dalam kehidupan pribadi Anda, niscaya Anda akan menyadari bahwa orang akan mengingat dengan reputasi yang baik dan berbicara hal-hal baik tentang Anda di masyarakat.”
Namun, orang hanya melihat hal-hal itu dari sudut pandang materialistik dan benar-benar kurang informasi tentang kehidupan negeri akhirat serta perkara yang akan dihadapi di sana. Dengan demikian, mereka mencoba meniru ajaran etika kaum materialis yang sasaran dan tujuannya tidak diarahkan pada pemurnian jiwa dan pikiran. Sebaliknya, tujuan dan sasaran mereka hanya memastikan kemudahan dalam kehidupan duniawi dan cara agar mereka bisa memiliki pengaruh di tengah masyarakat.
Ajaran etika spiritual (Akhlaq-e-irfani) secara langsung bertentangan dengan ajaran etika Yunani (Akhlaq-e-Yunani), meski keduanya berusaha memberi manfaat yang sama. Namun keduanya tak akan pernah memiliki kemampuan membangun kepribadian atau menanamkan karakter dalam diri seseorang. Di samping itu, beberapa ajaran etika Yunani bahkan tidak dapat diajarkan atau disampaikan kepada khalayak umum maupun pemuda yang haus ilmu, yang tidak hanya akan mempercantik spiritualitas mereka dengan keagungan dan kemuliaan, namun juga mengajari mereka jalan dan kebiasaan baik untuk bekal kehidupan mereka. Ajaran etika Yunani sama sekali tak punya dayatarik atau dayapikat.
Seperangkat ajaran yang kokoh dan orisinal sekaligus paling komprehensif dan mengandung segala kualitas positif yang terdapat dalam agama, adalah ajaran dan etika pedoman yang ditemukan dalam al-Quran dan iman Islam. Semua keuntungan dunia material dan spiritual benar-benar diperhitungkan dengan syarat, dipraktikkan dan ditampilkan kemurniannya serta dijauhkan dari segala kepalsuan.
Dalam beberapa buku bertopik Etika Islam, kami melihat sejumlah perintah yang disuguhkan sama sekali tak sejalan dengan prinsip Islam. Dengan demikian, setelah penelitian dan tinjauan yang cermat, jelaslah bahwa seluruh kesimpulan yang ada merupakan pendapat spesifik dari karya penulisnya dan sama sekali tidak berhubungan dengan prinsip etika Islam.
Satu contoh yang dapat kita sorot pada kasus ini adalah buku berjudul lhya’ Ulum ad-Din karya Ghazali (w. 505 H/1111 M), yang merupakan salah satu buku etika dan akhlak paling komprehensif. Mungkin dalam sejarah Islam, tak pernah ada buku yang lebih inklusif ketimbang buku ini. Namun dalam merinci sejumlah masalah etika, adakalanya kami melihat adanya perkara mustahil dianggap sejalan dengan ajaran Islam.
Almarhum Muhammad Muhsin Faidh Kasyani (w. 1091 H/1680) menghiasi karya monumentalnya dengan hadis yang tak terhitung jumlahnya dari para pemimpin Islam (Nabi saw dan para Imam as) yang bertajuk aI-Mahajjah al-Baydha fi Tahdzib al-lhya. Buku yang diterbitkan dalam delapan jilid itu telah dicetak berkali-kali hingga hari ini.
Prof. Ja’far Subhani, Tadarus Akhlak, Daras Etika dalam Surah al-Hujurat