Kajian Islam
Kedudukan Wanita dalam Perspektif Hadis
Terdapat sejumlah besar aturan dalam hadis yang menyinggung masalah pengenalan hak-hak dan status wanita. Di sini kami tidak dapat membahasnya dengan terperinci, namun kami rujukkan pembaca pada al-Mu’jam al-Fihris al-Ahadis an-Nabi dan al-Ahadis al-Ma’shumin. Di sini, kami hanya mengutip beberapa contoh saja.
Sejumlah hadis secara tegas memperkenalkan wanita sebagai makhluk yang memiliki tanggung jawab, serta mengungkapkan status dan peranan sosialnya, bakat dan kemampuan manajerialnya, juga kecakapannya mrlaksanakan pekerjaan-pekerjaan secara bertanggung jawab,
“Wanita bertanggungjawab bagi urusan keluarganya di rumah.”
Terdapat banyak hadis dalam kalimat yang berbeda meriwayatkan agar berperilaku baik dan bertindak lembut terhadap wanita serta melarang berbuat buruk kepadamya, seraya mengungkapkan martabat dan keagungan ruh wanita.
“Jagalah perilakumu terhadap wanita,”
“Sebaik-baik orang di antara kamu adalah orang yang berperilaku sebaik-baiknya terhadap istrinya.”
“Pria yang mulia menghormati wanita dan pria yang buruk menghinakan dan mencemarkan mereka.”
Perilaku Nabi saw terhadap wanita, rasa hormatnya terhadap mereka dan pemberian tanggung jawab sosial kepada mereka adalah faktor-faktor yang meninggikan personalitas praktis wanita dalam Islam. Martabat dan nilai sosial wanita ini terejawantah sepanjang hayat Nabi saw ketika mereka ditunjuk sebagai perawat orang yang terluka dalam perang selama kedatangan Islam.
Manifestasi lain nilai sosial wanita yang dijunjung oleh Nabi saw adalah beliau sendiri berkonsultasi dengan wanita. Alm. Mahmud Syaltut, ulama besar Mesir, menulis, “Dalam perjanjian Hudaibiyah, Nabi harus menahan diri untuk berhaji ke Mekah dan kembali ke Madinah. Beliau mendapat protes dari kaum muslimin dan ini sangat mengganggu beliau. Maka dalam hal ini terlibatlah istrinya, Ummu Salamah, yang memberikan beberapa petunjuk kepada beliau; bahwa beliau dapat melaksanakan kurban, salah satu ritual haji, dan kembali ke Madinah tanpa mempersoalkan perintah apapun bagi para sahabatnya.”
Atas kebijakan ini, kaum muslimin di bawah pengaruh keyakinan dan kecintaan terhadap Nabi saw, mengikuti beliau dan tak didapati celah untuk menentang beliau. Karenanya, dalih yang dipersiapkan untuk tidak taat disingkirkan oleh kebijakan seorang wanita. Ini terjadi semasa wanita dipandang lemah dalam aspek kekuatan mentalnya (yang dewasa ini bahkan masih dipersoalkan).
Imam Shadiq as, meriwayatkan bahwa Nabi saw dan Imam Ali as memberi salam kepada wanita. Dalam sebuah riwayat, seorang sahabat Imam Ja’far Shadiq as nenuturkan, “Aku bertanya kepada Imam Shadiq as tentang konsep al-Quran yang menyatakan: Ketika engkau memasuki rumah berilah salam pada dirimu sendiri? Beliau menjawab, ‘Itu artinya, saat laki-laki memasuki rumahnya, ia harus memberi salam kepada istri dan anak-anaknya.’”
Dalam hadis ini, memberi salam kepada istri telah secara jelas diperintahkan dan istri digambarkan sebagai anfusakum, yaitu ‘dirimu sendiri’, yang menunjukkan pria dan wanita sebagai satu kesatuan.
Ayatullah al-Udzma Sayyid Ali Khamenei, Risalah Hak Asasi Wanita