Kajian Islam
Ibadah: Salah Satu Nilai Kemanusiaan
Salah satu nilai kemanusiaan yang dibenarkan Islam adalah ibadah, yakni penyatuan dengan Tuhan. Tentu saja, dalam Islam setiap perbuatan yang dilakukan karena dan untuk Tuhan adalah ibadah. Memiliki suatu pekerjaan dan juga perniagaan untuk mendukung diri sendiri dan keluarga serta untuk melayani masyarakat pada dasarnya merupakan satu bentuk ibadah. Akan tetapi, ibadah dalam pengertian khususnya merupakan suatu penyatuan pribadi dengan Tuhan dalam doa, munajat, tetap terjaga demi melakukan suatu perbuatan penting tertentu di malam hari dan seterusnya.
Semuanya itu merupakan bagian dari agama dan tidak bisa ditinggalkan. Kadang-kadang, Anda menyaksikan individu-individu atau masyarakat terikat pada salah satu aspek ibadah saja, dan melakukan shalat-shalat yang ditekankan (mustahab), wudhu, dan seterusnya, yang semua dilakukan secara berlebihan, akan memorak-porandakan bangunan masyarakat.
Suatu ketika dilaporkan kepada Nabi saw bahwa sejumlah sahabat tenggelam dalam ibadah. Beliau merasa cemas dan khawatir, lantas mendatangi masjid. Di sana, beliau berteriak keras, “Wahai manusia, apa yang telah terjadi kepada sekelompok orang yang muncul di antara umatku? Bahkan aku, sebagai nabi kalian, tidak memperlihatkan ibadah dalam hal seperti ini. Aku sisakan sebagian malam dalam hal untuk terus terjaga sepanjang malam dengan berkumpul bersama keluargaku. Aku tidak melakukan puasa sepanjang hari. Mereka yang mengikuti jalan baru telah menyimpang dari sunnahku.”
Dengan demikian, ketika Nabi saw memperhatikan bahwa apabila suatu nilai Islam kira-kira menggerus nilai-nilai Islam lainnya, beliau memerangi kecenderungan semacam ini secara gigih.
Amr bin Ash memiliki dua orang anak lelaki yang bernama Abdullah dan Muhammad. Anak pertama berwatak mulia dan menasihati ayahnya untuk mengikuti jalan Ali, sementara yang kedua, seperti ayahnya, mencintai dunia dan kedudukan, mendorong ayahnya untuk mengikuti Muawiyah. Abdullah sangat menyukai ibadah. Suatu hari Nabi saw menemuinya di jalan seraya berkata, “Aku mendengar engkau menghabiskan seluruh malam dengan shalat dan berpuasa di sepanjang siangnya.”
Abdullah membenarkannya. Nabi saw lalu berkata, “Namun, aku tidak demikian. Aku pun tidak setuju dengan caramu.”
Kadang-kadang, masyarakat ditarik ke arah kezuhudan. la merupakan satu fakta yang tidak bisa dipungkiri dan merupakan suatu nilai yang mesti eksis dalam sebuah masyarakat yang sejahtera. Namun, manakala segala sesuatu di masyarakat didasarkan pada kezuhudan dan tidak ada yang lain, maka ada sesuatu yang salah dengannya. Nilai (kemanusiaan) lainnya adalah melayani dan berkhidmat kepada sesama. Hal ini sepenuhnya didukung oleh Islam, Nabi, dan al-Quran.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu satu kebajikan, tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah. (QS. al-Baqarah: I77)
Ayat tersebut menekankan nilai pengkhidmatan dan pelayanan kepada sesama makhluk Tuhan, sebagaimana kata penyair Sa’di, “Ibadah tiada lain adalah melayani manusia.” Namun, kadang-kadang masyarakat terjerembab pada satu titik ekstrem. Langkah berikutnya adalah menegasikan nilai ibadah, kezuhudan, (menuntut) ilmu atau jihad, yang semuanya itu nilai-nilai luhur bagi manusia dalam Islam.
Syahid Muthahhari, Manusia Sempurna