Berita
Urgensi Eksistensi Seorang Imam [3/6]
Sebelumnya Perbandingan Antara Imâmah dan Kenabian [2/6]
Mengingat urgensi yang dimilikinya, imâmah senantiasa menjadi pembahasan yang hangat di antara kaum Syiah dan Ahlussunnah. Para ulama Syiah telah menulis berbagai buku argumentatif yang tidak sedikit berkenaan dengan pembuktian urgensi imâmah. Untuk menjelaskan argumentasi-argumentasi itu secara ringkas pun membutuhkan waktu dan kesempatan yang tidak sedikit, dan jelas membahasnya sudah keluar jangkaun buku kecil ini.
Pada kesempatan ini, kami akan menjelaskan pembahasan imâmah ini dalam dua kajian pokok:pertama, urgensi eksistensi seorang imam, dan kedua, argumentasi tekstual (naqlî) dalam membuktikan keimâmahan Imam Ali as dan sebelas orang dari keturunannya yang legalitas kepemimpinan mereka berasal dari Tuhan.
a. Urgensi Eksistensi Seorang Imam
Dalam keyakinan Syiah, ketika konsep hikmah (kebijakan) Tuhan menuntut untuk diutusnya seorang nabi demi memberikan petunjuk dan membimbing umat manusia, merupakan suatu yang sangat urgen bagi-Nya untuk menentukan seorang imam untuk mengemban tugas yang sama. Karena tanpa bimbingannya, tujuan itu tidak akan pernah tercapai dan perjalanan spiritual umat akan terasa timpang dan tidak sempurna.
Dalam buku-buku Kalâm Syiah telah disebutkan banyak argumentasi mengenai urgensi eksistensi seorang imam, baik berupa argumentasi rasional maupun tekstual. Dalam kesempatan ini, kami hanya akan membawakan argumentasi logis saja. Argumentasi ini terdiri dari lima proposisi berikut ini:
- Dalam pembahasan kenabian telah kita ketahui bersama bahwa kebijaksanaan Tuhan menuntut diutusnya seorang nabi untuk membimbing manusia.
- Agama suci Islam adalah agama untuk semua dan bersifat abadi, dan tidak akan ada nabi lain setelah nabi Muhammad SAW.
- Penutupan (khatm) mata rantai kenabian akan sesuai dengan hikmah kenabian jika risalah dan syari’at terakhir tersebut mampu menangani segala problema umat manusia di segala bidang, baik yang berupa material maupun spritual, dan kesinambungan serta kelanggengannya dijamin.
- Tuhan telah berjanji akan menjaga Alquran dari berbagai tahrîf tangan-tangan manusia. Sayangnya, semua hukum dan undang-undang Islam itu tidak semuanya dapat dipahami dari sisi lahiriahnya saja, dan dapat dikatakan bahwa Alquran tidak menjelaskannya dengan detail dan terperinci. Penjelasan detail dan mendalam berkenaan dengan hal tersebut telah dibebankan atas Nabi SAW.
- Kondisi yang amat sulit yang menghimpit kehidupan Nabi tidak mengizinkan beliau untuk menjelaskan semua hukum kepada seluruh lapisan masyarakat umum secara komprehensif. Hanya sebagian saja yang telah diajarkan kepada sahabat-sahabat beliau, dan itupun tidak menjamin keterjagaannya (dari berbagai tahîf). Cara berwudhu’ yang setiap kali dikerjakan oleh beliau dan selama bertahun-tahun disaksikan para sahabat menjadi bahan pertikaian dan polemik. Jika hukum sebuah perbuatan yang setiap hari dilakukan dan menjadi kebutuhan setiap muslim sehingga tidak terdapat motivasi, kepentingan dan alasan untuk merubahnya telah menjadi bahan percekcokan umat, maka sangat besar kemungkinannya hal itu terjadi dalam permasalahan-permasalahan yang lebih rumit dan detail, apalagi hukum-hukum itu bermanfaat bagi golongan tertentu.
Dengan memperhatikan proposisi-proposisi di atas, jelas Islam akan menjadi sebuah agama yang sempurna ketika ia mampu memenuhi segala kebutuhan manusia di sepanjang sejarah. Dan Islam sudah menyiapkan sebuah jalan yang dapat menjamin kemaslahatan lazim dalam masyarakat, kemaslahatan yang terancam akibat kepergian nabi SAW.
Jalan tersebut adalah penentuan dan pelantikan pengganti yang layak setelah nabi; seorang pengganti yang memiliki ilmu Ladunni sehingga ia dapat memahami segala hakikat agama dan menjelaskan segala dimensinya dengan jeli. Ia juga harus memiliki ‘Ishmah sehingga ia tidak terjerat dalam perangkap hawa nafsu dan godaan setan, dan tidak akan melakukan tahrîf agama, baik disengaja atau tidak. Begitu juga ia harus mampu menjalankan dan melanjutkan peran pendidikan yang telah dirintis oleh Nabi, menyampaikan pribadi-pribadi potensial ke puncak kesempurnaan, dan jika ia memiliki sikon yang kondusif, ia pun dapat mengurusi dan menjalankan roda pemerintahan sosial, serta menerapkan segala hukum dan undang-undang sosial dengan menyebarluaskan dan menegakkan keadilan di dunia.
Ilmu dan ‘Ishmah Imam
Konsep kenabian pamungkas akan sesuai dengan hikmah Ilahi jika seorang imam ma’shûm jika telah ditentukan, seorang imam yang memiliki segala keistimewaan Nabi selain kenabiannya. Dengan ini pula, urgensi keberadaan seorang imam, keharusan mereka memiliki ilmu ladunnî, dan keterjagaan mereka dari dosa akan terbukti.
Pelantikan Seorang Imam Bersumber dari Allah
Hal lain yang dapat kita katakan sebagai dasar ketiga keyakinan Syiah berkaitan dengan topik imâmah adalah mereka dipilih dan dilantik langsung oleh Tuhan. Karena hanya Tuhan yang tahu siapa dari sekian banyak para hamba-Nya yang sanggup mendapatkan ilmu semacam ini. Hal itu dikarenakan ilmu dan kemampuan jiwa (malakakah nafsânsiyah) termasuk hal-hal non-indrawi yang secara langsung tak bisa dideteksi secara empirik.
Perlu ditekankan di sini, ‘ishmah bukan berarti bahwa manusia dalam sepanjang umurnya pernah tidak melakukan dosa, akan tetapi, dalam kondisi apapun ia akan selalu meninggalkannya. Dan hal ini hanya dapat diketahui melalui wahyu.
Begitu juga dengan ilmu. Kendatipun hal itu dapat dipahami melalui ucapan dan tulisan seseorang, namun hal ini tidak dapat menjamin kejujuran dan kebenaran segala ucapannya.
Argumentasi lain yang dapat digunakan untuk membuktikan keharusan pelantikan seorang imam dari Allah SWT secara langsung adalah bahwa imâmah adalah sebuah bentuk pemerintahan atau kepemimpinan atas manusia. Dan kepemimpinan pada dasarnya hanya milik-Nya. Wilâyah Tuhan bersifat absolut, hanya Ia-lah Penguasa Tunggal, dan hanya perintah-Nya yang harus ditaati oleh umat manusia. Oleh karena itu, ketaatan terhadap selain Allah SWT hanya bisa diterima jika Ia sendiri yang melimpahkan wewenang kepadanya.
Ringkasan
Dalil rasional yang dapat digunakan untuk membuktikan keharusan ditentukannya seorang imam tersusun dari beberapa proposisi berikut ini:
- Kebijaksanaan Tuhan menuntut diutusnya para nabi sebagai pembimbing manusia.
- Nabi Islam adalah nabi pamungkas dan penutup para nabi, dan agama Islam adalah agama yang kekal dan abadi.
- Agama dan syariat terakhir harus mampu menjawab segala kebutuhan yang dapat menjamin kelanggengannya sampai akhir zaman.
- Alquran tidak menjelaskan semua hukum dan undang-undang agama secara mendetail. Bahkan pengajaran dan penjelasannya secara mendalam diemban oleh Rasul SAW.
- Kondisi masyarakat di saat Nabi diutus tidak mengizinkan beliau untuk menjelaskan semua hukum dan undang-undang Islam kepada semua masyarakat, dan apa yang telah disampaikan beliau pun diancam oleh berbagai perubahan dan tahrif.
Dengan memperhatikan proposisi-proposisi di atas dapat dipahami bahwa agama Islam akan dapat menjawab semua kebutuhan umat manusia sepanjang zaman ketika di dalam ajarannya terdapat sebuah jalan yang menjamin dan menyiapkan kemaslahatan lazim bagi masyarakat. Jalan tersebut adalah penentuan seorang imam sebagai pelanjut dan penerus Rasulullah SAW.
Argumentasi di atas selain membuktikan urgensi keberadaan seorang imam, juga menetapkan bahwa seorang imam harus memiliki ilmu ladunnî dan keterjagaan mereka dari dosa. Dari sekian banyak para hamba-Nya, hanya Allah sajalah yang mengetahui siapa yang berhak memperoleh ilmu semacam itu. Dengan demikian, imam harus dilantik dan ditentukan oleh Allah. Argumentasi lain yang dapat menetapkan kelaziman pelantikan seorang imam oleh Tuhan adalah dari satu sisi, imam adalah pemimpin atas masyarakat sosial, dan di sisi lain, kepemimpinan secara mutlak adalah hak Allah. Ketaatan kepada selain-Nya dapat dibenarkan jika telah direstui dan diizinkan oleh-Nya.
Selanjutnya Kepemimpinan Imam Ali as dan Sebelas Keturunannya [4/6]
al-shia.org