Berita
Tingkatan-tingkatan Tauhid: Zat Allah [1/4]
Baik tauhid maupun kemusyrikan ada tingkatan dan tahapannya masing-masing. Sebelum kita melewati semua tahap dalam tauhid, kita belum dapat dikatakan menjadi pengikut atau ahli tauhid (muwahhid) yang sejati.
Tauhid Zat Allah
Yang dimaksud dengan tauhid (keesaan) Zat Allah adalah, bahwa Allah Esa dalam Zat-Nya. Kesan pertama tentang Allah pada kita adalah, kesan bahwa Dia berdikari. Dia adalah Wujud yang tidak bergantung pada apa dan siapa pun dalam bentuk apa pun. Dalam bahasa Al-Qur’an, Dia adalah Ghani (Absolut). Segala sesuatu bergantung pada-Nya dan membutuhkan pertolongan-Nya. Dia tidak membutuhkan segala sesuatu.
Allah berfirman: Hai manusia, kamulah yang membutuhkan Allah. Dan Allah, Dialah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan apa pun) lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15)
Kaum filosof menggambarkan Allah sebagai eksis sendiri, atau sebagai wujud yang eksistensinya wajib. Kesan kedua tentang Allah pada setiap orang adalah, bahwa Allah adalah Pencipta. Dialah Pencipta dan sumber final dari segala yang ada. Segala sesuatu adalah “dari-Nya”. Dia bukan dari apa pun dan bukan dari siapa pun. Menurut bahasa filsafat, Dia adalah “Sebab Pertama”. Inilah konsepsi pertama setiap orang tentang Allah. Setiap orang berpikir tentang Allah. Dan ketika berpikir tentang Allah, dalam benaknya ada konsepsi ini. Kemudian dia melihat apakah sebenarnya ada suatu kebenaran, kebenaran yang tidak bergantung pada kebenaran lain, dan yang menjadi sumber dari segala kebenaran. Arti dari Tauhid Zat Allah adalah bahwa kebenaran ini hanya satu, dan tak ada yang menyerupai-Nya. Al-Qur’an memfirmankan: Tak ada yang menyamai-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11) Dan tak ada yang menyamai-Nya. (QS. al-Ikhlâsh: 4)
Alam semesta bukanlah berasal dari berbagai sumber, juga tidak akan kembali ke berbagai sumber. Alam semesta berasal dari satu sumber dan satu kebenaran. Allah berfirman: Katakanlah: “Allah adalah Pencipta segalanya.” (QS. ar-Ra’d: 16)
Segala sesuatu akan kembali ke sumber yang satu dan kebenaran yang satu. Kata Al-Qur’an, Ingatlah bahwa kepada Allah lah kembali segala sesuatu. (QS. asy-Syûrâ: 53)
Dengan kata lain, alam semesta memiliki satu pusat, satu kutub dan satu orbit. Hubungan antara Allah dan alam semesta adalah hubungan Pencipta dan makhluk, yaitu hubungan sebab dan akibat, bukan jenis hubungan antara sinar dan lampu, atau antara kesadaran manusia dan manusia. Betul bahwa Allah tidak terpisah dari alam semesta. Dia bersama segala sesuatu. Al-Qur’an memfirmankan: Dia bersamamu di mana pun kamu berada. (QS. al-Hadîd: 4)
Murthadaha Muthahari