Berita
Islam dan pendidikan
Islam dari segi keberadaannya sebagai agama yang universal dan tidak diperuntukkan khusus untuk orang-orang tertentu serta waktu dan tempat yang terbatas, telah menjadikan ―manusia alami- sebagai sasaran didikannya. Yakni Islam menjadikan pokok kemanusiaan manusia sebagai objek pendidikan. Pokok kemanusiaan manusia adalah inti kemanusiaan yang dimiliki oleh semua makhluk yang bernama manusia; baik dari Arab maupun dari Ajam, berkulit hitam atau berkulit putih, pengemis atau orang kaya, orang lemah atau orang kuat, lelaki atau wanita, tua atau muda, pandai atau bodoh.
Baca sebelumnya #Thabathabai: Bagaimana Islam Menjawab Tuntutan Zaman?
Manusia alami adalah manusia yang memiliki fitrah pemberian Tuhan dan jiwa suci yang belum ternodai kotoran dan khayalan nafsu. manusia seperti inilah yang juga kami sebut sebagai manusia fitri.
Sama sekali tiada keraguan bahwasannya letak perbedaan manusia dengan segala macam hewan hanya terdapat dalam anugrah Ilahi yang bernama akal. Dalam perjalanan hayatinya, manusia memiliki bekal berharga berupa akal dan pikiran yang mana tak satupun hewan memilikinya.
Gerak-gerik semua hewan—selain manusia—dikendalikan oleh kehendak yang dihasilkan oleh naluri dan nafsu yang ia miliki. Naluri dan nafsu hewan berperan sebagai faktor timbulnya kehendak dan sikap yang akan ia ambil. Faktor inilah yang mendorong hewan untuk melakukan sesuatu demi tercapainya tujuan-tujuan tertentu. Dengan adanya naluri, hewan terdorong untuk mencari makanan, minuman, dan kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Hanya saja manusia, selain memiliki nafsu yang selalu bergejolak, juga memiliki akal. Ia memiliki rasa cinta, benci, dengki, permusuhan, persahabatan, takut, harapan, dan segala hal yang merupakan daya tarik dan daya tolaknya. Selain memiliki itu semua, manusia juga memiliki sesuatu yang berkedudukan sebagai hakim. Kerja hakim ini adalah memeriksa tuntutan-tuntutan nafsu dan emosi yang ia miliki. Yakni ia akan menghukumi apakah tuntutan-tuntutan tersebut memiliki kemaslahatan dan manfaat ataukah tidak. Terkadang meskipun nafsu sangat bergejolak, akal mampu memerintahkan manusia untuk tidak menurutinya. Meskipun terkadang nafsu membuat manusia untuk bermalas-malasan untuk melakukan sesuatu, akan tetapi akal mampu memerintahkan manusia untuk tetap melakukannya dengan giat. Terkadang ada keserasian antara akal dan nafsu kita. Contohnya ketika nafsu menginginkan sesuatu dan akal pun menganggapnya baik, maka akal memerintahkan manusia untuk meraih sesuatu tersebut.
Asas Pendidikan Islam
Di samping penjelasan di atas, juga perlu ditegaskan bahwa sebenarnya pendidikan sempurna yang dapat diberikan kepada manusia adalah pelatihan pada keutamaan yang dimilikinya. Mengingat keutamaan manusia itu adalah akalnya, maka Islam menjadikan ―keberakalan- manusia sebagai asas pendidikannya. Islam tidak menjadikan hawa nafsu dan emosi sebagai sebagai asas pendidikannya. Oleh karenanya, Islam mengajak umat manusia untuk memiliki keyakinan-keyakinan suci dan etika mulia serta mengamalkan aturan-aturan amaliah yang secara fitri manusia alami dan keberakalannya telah mengakui kebenaran hal-hal yang dibawakan oleh Islam.
Pemahaman
Manusia fitri dengan fitrah yang telah dianugrahkan Tuhan kepadanya mampu memahami bahwa alam semesta yang sangat luas ini, dari mulai maujud sekecil atom sampai kumpulan galaksi, memiliki keteraturan yang sangat mengagumkan. Segala keteraturan yang ada dalam alam ciptaan ini merupakan tanda kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Kemunculan, keberadaan, dan kekhususan-kekhususan yang terwujud akibat keberadaannya serta segala gerakan dan perputaran teratur yang tak terbayang keagungannya, adalah ciptaan-Nya semata.
Manusia fitri memahami bahwa alam semesta yang dipenuhi dengan berbagai macam maujud ini adalah satu kesatuan yang mana setiap bagiannya saling berkaitan dengan bagian yang lain. Setiap maujud memilki pengaruh tersendiri terhadap maujud yang lain. Ya, manusia fitri memahami bahwa segala maujud yang ada di alam semesta saling bergantung dan berkaitan.
Alam manusia adalah bagian yang sangat kecil dari tubuh alam semesta yang sangat luas ini; bagai setetes air samudera yang tak terbayang luasnya. Alam manusia adalah alam yang tercipta berkat alam ciptaan. Alam ciptaan memiliki saham atas terwujudnya dia dan pada hakikatnya ia adalah buatan semua alam, yakni ciptaan kehendak Tuhan semesta alam.
Sebagaimana dirinya adalah anak alam ciptaan dan hidup di bawah pimpinan dan didikannya, alam ciptaan inilah yang dengan mempergunakan sebab-sebab luar batas telah mewujudkan manusia dengan bentuk dan kekhasan seperti ini. Dan dialah yang telah membekali manusia dengan daya dan kekuatan khusus lahir dan batin. Dan dia juga yang telah memberikan perasaan dan daya berfikir kepada manusia. Singkat kata, alam ciptaan memimpin manusia dengan pikiran dan kehendak yang dimilikinya untuk bergerak menuju tujuan-tujuan yang mana kebahagiaan hakikinya terletak di sana.
Ya, manusia adalah sebuah maujud yang dengan pikiran dan kehendak bebasnya mampu membedakan antara hal-hal yang baik dan yang buruk. Ia mampu membedakan mana yang bermanfaat dan mana yang tidak. Dengan demikian manusia adalah pelaku yang berkehendak dan berikhtiar bebas. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa alam ciptaan adalah kehendak Tuhan semesta alam yang telah memainkan peranan dalam menuangkan lukisan wujud kedalam batin dan lahir manusia dan telah menjadikannya sebagai makhluk yang berkehendak dan bebas.
Tanpa ragu dan bimbang, dengan akal pikirannya sendiri, manusia fitri mampu memahami bahwa kebahagiaan dan keberuntungannya, yakni tujuan hakikinya dalam hidup adalah persinggahan yang telah ditunjukkan oleh tabiat dan alam ciptaan yang telah mewujudkannya. Tujuan ini adalah persinggahan akhir yang telah diciptakan untuk manusia dan sang Pencipta Yang Maha Esa melihat adanya kemaslahatan bagi hamba-hambanya di sana.
Dengan demikian, manusia fitri akan menghukumi bahwa satu-satunya jalan kebahagiaan dalam kehidupannya adalah selalu melihat dirinya sebagai bagian yang tak terpisah dari kekuasaan alam ciptaan dan Tuhan Sang Pencipta. Ia juga tak boleh lupa bahwa dalam melakukan segala sesuatu, ia memiliki tanggung jawab dan tugas tertentu yang harus diketahui dan dipelajari dengan cara menelaah buku alam ciptaan dan kemudian mengamalkannya.
Kesimpulannya, inti dari tugas-tugas tak terhitung yang terdapat dalam buku ini adalah tidak tunduk dan merendah selain di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak mengikuti ajakan-ajakan perasaan dan hawa nafsu, kecuali jika akal telah telah mengizinkannya.
Pembahasan selanjutnya Dua Macam Hukum
Alamah Sayyid Muhammad Husain Thabathabai, Islam, Dunia dan Manusia.