Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Syiah di Indonesia dan Dinamika Politik Iran (bag 3 Mendirikan Negara Islam)

Negara Islam versi Iran adalah isu yang selalu menjadi topik hangat yang kemudian ditudingkan kepada masyarakat Muslim Syiah di Indonesia bahwa mereka akan mendirikan negara Islam ala Iran dengan cara menggeneralisasi satu pendapat seorang Syiah kepada seluruh Muslim Syiah tanpa pernah memperoleh klarifikasi dari masyarakat Muslim Syiah itu sendiri.

Baca juga Syiah di Indonesia dan Dinamika Politik Iran (bag 2 Wilayatul Fakih)

Memang dahulu pandangan umat Islam terhadap isu agama dan negara berbasis pada Sunni dan Syiah, lantaran kedua mazhab teologi ini berpijak kepada siapa yang berhak menjadi pemimpin setelah Nabi, apakah dengan Khilafah (Sunni) ataukah Imamah (Syiah). Imamah adalah sebuah sistem dan metode untuk memahami kenabian, kemudian ia berubah menjadi warna politis kekuasaan. Padahal Imamah berbeda dengan Khilafah yang dipahami oleh kalangan Sunni.

Dalam Sunni, kepemimpinan dalam bentuk Khilafah itu bersifat administratif, seperti presiden mengurusi sebuah negara. Sedangkan dalam Syiah, kepemimpinan dalam bentuk Imamah bukan mengurusi negara tetapi penghubung antara manusia kepada Nabi dalam menjelaskan agama yang Mutlak itu. Selanjutnya perlu dipertanyakan terlebih dahulu apakah agama yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Saw itu sebuah sistem hidup bagi masyarakat atau bagi individu. Dengan modus lain, apakah agama mencakup semua aspek kehidupan atau sebagian.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, secara garis besar ada dua pandangan dunia yang biasa kita dengar sehari-hari:

Sekularisme
Pandangan ini memasukkan agama ke ruang privat dan memasukkan negara ke ruang publik. Pandangan sekularisme (yang kadang disamakan dengan liberalisme/modernisme) didasarkan pada definisi dan persepsi agama yang dipilihnya. Karena setiap individu memilih agama sesuai pilihannya, salah satu agama tidak bisa menjadi sistem yang juga berlaku atas penganut agama lain.

Fundamentalisme
Pandangan ini menolak sekularisme dan menganggap agama sebagai sistem yang meliputi semua aspek termasuk politik, privat dan publik. Fundamentalisme dalam umat Islam terbagi dua;
Pertama berkeyakinan bahwa Islam harus diterapkan dengan pemaksaan (jihad, amar makruf).
Kedua berpandangan bahwa Islam sebagai sistem bermasyarakat tidak harus melalui negara, karena sistem sosial tidak niscaya menjadi sistem politik.

Menurut kelompok kedua ini, kalau pun mau diubah dari sistem bermasyarakat menjadi sistem bernegara, harus diterima secara sukarela oleh mayoritas masyarakat.

Sebagian Sunni dan sebagian Syiah mendukung fundamentalisme. Sedangkan kelompok yang menggunakan pemaksaan sebagai cara penerapan, sejak peristiwa 9/11 muncul sebagai fenomena radikalisme dan ekstremitas.
Kemudian sebagian media Barat secara sengaja dan tendensius menganggap perlawanan bersenjata Hezbollah sebagai ekstremitas yang hendak mendirikan negara Islam ala Iran. Padahal Hezbollah adalah ormas dan partai politik yang mematuhi konstitusi negara dan tidak bercita-cita mendirikan negara Islam ala Iran meskipun bermazhab Syiah. Hezbollah menjadi penguat negara yang menjadikan pembagian kekuasaan berdasarkan agama dan sekte sebagai sistem pemerintahan.

Selain itu, ada sebuah partai sekuler Syiah, bernama Amal, yang didirikan oleh Musa Shadr. Ia kadang berseberangan secara politik dengan Hezbollah. Ini salah satu bukti bahwa menjadi Syiah tidak selalu berkultur Persia dan tidak mesti punya agenda mendirikan Negara Islam.

(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *