Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Periwayat Syiah Rafidhah dalam Shahih Bukhari dan Muslim

Pernyataan bahwa hanya Syiah moderat saja (tidak beraqidah Rafidhah) yang riwayatnya dapat diterima oleh para ulama hadis, sama sekali tidak tebukti. Justru dalam banyak kasus, beberapa perawi Syiah yang dituduh sebagai Rafidhah muncul dan diterima keunggulannya sebagai perawi hadis yang terpercaya. Klarifikasi tentang Rafidhah akan dibahas pada tema khusus berjudul, “Syiah dan Rafidhah”. Sedangkan sebelumnya telah disebutkan Daftar Perawi Syiah yang Diterima Periwayatannya oleh Ahlusunah Untuk menguatkan argumentasi ini, maka berikut penjelasan tentang beberapa perawi tersebut:

Periwayat Rafidhah dalam Shahîh Bukhari dan Muslim

  1.  Abbad bin Ya’qub Al-Asadi
    Imam Bukhari menyebutkan dalam kitab Shahîhnya, “Telah menyampaikan kepadaku Sulaiman dari Syu’bah dari Al-Walid, dan telah menyampaikan kepadaku Abbad bin Ya’qub Al-Asadi dari Abbad bin ‘Awam dari Syaibani dari Al-Walid bin Aizari dari Abu Amar Al-Syaibani dari Ibnu Mas’ud…….(kemudian menyebutkan lafadz hadisnya).” (1)Siapakah pribadi Abbad Bin Ya’qub Al-Asadi dalam pandangan ulama hadis?Abbad bin Ya’qub Al-Asadi. Ia meriwayatkan hadis dari Syarik. Ibnu Hibban berkata, “Dia seorang Rafidhi, yang meriwayatkan (hadis) munkar dari pada yang masyhur, maka (dia) pantas diabaikan.”
    Ibnu ‘Adi berkata, “Ia meriwayatkan hadis-hadis munkar tentang keutamaan Ahlul Bait, dan tidak memiliki hadis selain itu.Al-Daruqutni berkata, “Tidak termasuk daif.”Ibnu Jauzi berkata, “Bukhari telah meriwayatkan (hadis) darinya.” (2)Al-Dzahabi berkata, “Abbad bin Ya’qub Al-Asadi Al-Rawajini Al-Kufi seorang dari kelompok Syiah yang ghulat, dan salah seorang pemimpin bidah tetapi dia jujur dalam hadis. Beliau meriwaytkan hadis dari Syarik, Walid bin Abu Tsaur, dan Khalq. Salah satu hadisnya diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Shahîh-nya bersama hadis lainnya. Al-Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Abu Dawud juga meriwayatkan hadis darinya.” (3)

    Ibnu Hajar Al-Asqalani berkata,“Abbad bin Ya’qub Al-Rawajini ….jujur, seorang Rafidhi, yang hadisnya terdapat dalam Bukhari.” (4)

  2. Adi bin Tsabit Al-Anshari Al-Kufi
    Al-Dzahabi Berkata, “Al-Daruqutni adalah seorang Imam, hafiz, Syaikh Islam, simbol ahli dalam menemukan baik dan buruk sesuatu (‘Alam Al-Jahabidzah), Abul Hasan, Ali bin Umar… Sesungguhnya dia memiliki ilmu yang sangat dalam, dan dari Imam dunia, dia adalah puncak hafalan dan pengetahuan tentang kecacatan hadis sekaligus perawinya.” (5)Dari pernyataan Al-Dzahabi di atas cukup jelas bahwa pengetahuan Daruqutni di dalam ilmu hadis, sangatlah mendalam. Oleh sebab itu penilaian dari seorang Daruqutni terhadap sosok perawi, sangatlah meyakinkan dan dapat dijadikan sandaran. Sekarang mari kita simak pendapat Daruqutni tentang pribadi Adi bin Tsabit Al-Anshari, berikut ini:Ibnu Hajar berkata, ”Adi bin Tsabit Al-Anshari Al-Kufi seorang tabi’in yang terkenal, Ahmad, Al-Nasa’i, Al-Ajuli, dan Daruqutni telah mempercayainya, tetapi Daruqutni berkata bahwa dia (Adi bin Tsabit) berlebihan dalam kesyiahannya.” (6)Imam Bukhari meriwayatkan dalam kitab Shahîh-nya, “telah menyampaikan kepada kami Hajjaj bin Minhal, telah menyampaikan kepada kami Syu’bah, telah menyampaikan kepada saya Adi bin Tsabit, ia berkata, “Saya mendengar Abdullah bin Yazid dari Abu Mas’ud dari Nabi Saw bersabda,…………. (kemudian menyebutkan lafadz hadisnya).” (7)Kemudian pada kitab yang sama, kitab Al-Âdzân, hadis 769: Telah menyampaikan kepada kami Khallad bin Yahya, telah menyampaikan kepada kami Mis’ar, telah menyampaikan kepada kami Adi bin Tsabit, saya mendengar Barra’ berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw membaca…” (kemudian menyebutkan lafadz hadisnya)Selain hadis-hadis di atas, nama Adi bin Tsabit juga tersebar di beberapa tempat dalam Shahîh Al-Bukhârî, misalnya dalam: Kitab Al-’Idain, Bab Al-Khutbah ba’da Id, hadis 964, Kitab Al-’Idain, Bab Shalat qabla ‘Id wa ba’daha, hadis 989, Kitab Al-Janâiz, Bab Ma Qila fi Auladi Al-Muslimin, hadis 1382, Kitab Al-Hajj, Bab Man Jama’a bainahuma wa lam Yatathawwa’,hadis 1674 dan selainnya.
    Sebenarnya masih banyak lagi riwayat Adi bin Tsabit dalam Shahîh Al-Bukhârî. Namun, tidak disebutkan seluruhnya di sini.

  3. Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus
    Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Taqrîb Al-Tahdzîb menyebutkan: “Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus Al-Tamimi, Al-Sa’di, Al-Kufi jujur dan dituduh Rafidhi.”. (8)Al-Dzahabi dalam Mîzân Al-I’tidâl, berkata, “Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus seorang Kufah yang Rafidhi.“ Al-Dzahabi juga mengutip pendapat para ulama hadis lainnya tentang sosok Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus. Di antaranya; Ibnu ‘Adi berkata, “Secara umum yang diriwayatkan olehnya tentang keutamaan Ahlul Bait.” Yahya berkata, “Tidak bernilai sedikit pun, dia seorang Rafidhi yang berlebihan.” Al-Nasa’i berkata, “Tidak tsiqah.” Al-Daraquthni berkata, “Lemah.” Abu Ma’mar berkata, “Dia seorang khasyabiy (Rafidhi).” (9)Berdasarkan kesaksian Ibnu Hajar dan selainnya, tampak jelas bahwa Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus adalah seorang Rafidhi. Lalu adakah nama Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus di dalam Shahîh Al-Bukhârî? Imam Bukhari untuk memberikan penjelasannya sendiri.
    Imam Bukhari di dalam Kitab Shahîh meriwayatkan hadis: Rasulullah Saw bersabda……… (menyebutkan lafadz hadisnya) diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Abd Al-Quddus dari Al-A’masy…….. (10)
  4. Yahya bin Al-Jazzar Al-‘Urani
    Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Taqrîb Al-Tahdzîb menyatakan, “Yahya bin Al-Jazzar Al-’Urani, Al-Kufi. Terpercaya, dia dituduh dengan berlebihan dalam kesyiahan(ghulat).” (11) Sementara Al-Dzahabi dalam Mîzân Al-I’tidâl menyatakan, ”Yahya bin Al-Jazzar meriwayatkan dari Ali. Dia seorang yang jujur lagi terpercaya. Al-Hakam bin ‘Utaibah mengatakan bahwa dia seorang yang berlebihan dalam Syiah.” (12)Imam Muslim di dalam Shahîh-nya, kitab Al-Masjid wa Mawadhi’ Al-Shalah, menyebutkan sebuah hadis: “Telah menyampaikan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb, Telah menyampaikan kepada kami Waqi’ dari Syu’bah dari Al-Hakam dari Yahya bin Al-Jazzar dari Ali….”(kemudian menyebutkan lafadz riwayatnya).” (13)
    Kemudian Imam Muslim dalam Shahîh-nya pula, kitab Shifah Al-Qiyamah wa Al-Jannah menyebutkan salah satu hadis:“Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Mutsanna dan Muhammad bin Bassyar. Keduanya berkata, “Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Ja’far, telah menyampaikan kepada kami Syu’bah sebuah hadis dan menyampaikan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah, – dan lafazhnya berasal darinya -. Gundar menyampaikan kepada kami, dari Syu’bah, dari Qatadah, dari ‘Azrah, dari Al-Hasan Al-’Urani, dari Yahya bin Al-Jazzar, dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Ubay bin Ka’ab, tentang firman Allah ‘Azza wa Jalla…”. (14)
  5. Sulaiman bin Qarm
    Ibnu Hibban di dalam kitab Al-Majrûhîn min Al-Muhadditsîn menyatakan, “Sulaiman bin Qarm Al-Dhabbi…………..dia seorang Rafidhi yang berlebihan dalam kesyiahannya, bahkan menukar hadis.” (15)Ibnu ‘Adi Al-Jurjani dalam kitab Al-Kâmil fî Dhu’afâ’Al-Rijâl menyatakan, “…dan di dalam hadis-hadis ini yang mana dia berpatisipasi meriwayatkannya dan menunjukkan gambaran dari pribadinya, sesungguhnya dia berlebihan dalam kesyiahannya (ghulat).” (16)Selain mengutip kedua ulama hadis di atas, Al-Dzahabi dalam Mîzân Al-I’tidâl menyatakan, “Sulaiman bin Qarm, Abu Dawud Al-Dhabbi Al-Kufi. Beliau meriwayatkan dari Tsabit, Al-A’masy dan selainnya. Disebut juga Sulaiman bin Mu’adz karena dinasabkan kepada kakeknya. Jadi, beliau adalah Sulaiman bin Qarm bin Mu’adz Al-Kufi. Abu Hatim berkata, “Tidak kuat.” Sedangkan Ahmad bin Hanbal berkata, “Tsiqah.” Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad.. (17)Sulaiman bin Qarm sebagai sorang Rafidhi ternyata adalah salah seorang perawi yang dipercaya oleh Imam Bukhari dalam Shahîh-nya. Di antaranya, dia membawakan sebuah hadis dengan dua rangkaian sanad berbeda: “Telah menyampaikan kepada kami Abdah bin Abdullah, Telah menyampaikan kepada kami Yahya bin Adam, dari Israil dari Manshur dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari Abdullah berkata, “………. (kemudian menyebutkan lafadz riwayatnya).”Adapun hadis yang sama dengan sanad yang lain yaitu, “Dari Israil dari Al-A’masy dari Ibrahim dari ‘Alqamah dari Abdullah, juga dari Aswad bin ‘Amir dari Israil..”
    “Sedangkan Hafsh, Abu Muawiyah dan Sulaiman bin Qarm meriwayatkan dari A’masy dari Ibrahim dari Al-Aswad dari Abdullah.” (18)“Telah menyampaikan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menyampaikan kepada kami Jarir dari Al-A’masy dari Abu Wail berkata, Abdullah bin Mas’ud berkata…….sanad lain dari Jarir bin Hazim juga Sulaiman bin Qarm dan Abu Awwanah dari Al-A’masy dari Abu Wail dari Abdullah dari Nabi Saw…”(kemudian menyebutkan lafadz hadisnya). (19)

    Imam Muslim di dalam Kitab Shahîh meriwayatkan, “Telah menyampaikan kepada kami Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Bassyar, telah menyampaikan kepada kami Ibnu Adi…….”
    Sanad lain, “Telah menyampaikan kepada kami Bisyr bin Khalid dan Muhammad (Ibnu Ja’far) dari Syu’bah……….”
    Sanad yang lain, “Telah menyampaikan kepada kami ibnu Numair, Telah menyampaikan kepada kami Abul Jawwab Telah menyampaikan kepada kami Sulaiman bin Qarm dari Sulaiman dari Abu Wail dari Abdullah dari Nabi Saw….. (kemudian menyebutkan lafadz hadisnya).” (20)

    Dan yang paling menarik adalah sorang Rafidhi bernama Ubaidullah bin Musa di samping sebagai perawi yang mendapat kepercayaan dari Imam Bukhari, beliau ternyata merupakan salah seorang dari guru utama Imam Bukhari.

  6. Ubaidullah bin Musa Al-Abusi
    Al-Dzahabi berkata, “Ubaidullah bin Musa Al-’Abusi Al-Kufi, guru Al-Bukhari, dia terpercaya, akan tetapi dia seorang Syiah yang berlebihan, dan Abu Hatim dan Ibnu Ma’in mempercayainya.Abu Dawud berkata, “Sesungguhnya dia Syiah yang berlebihan.” (21)Al-Dzahabi juga berkata di kitab yang lain, “Ubaidullah bin Musa bin Abul Mukhtar, seorang imam, hafiz, ahli ibadah, gelarnya Abu Muhammad Al-’Abusi, tuannya orang Kufah.”Imam Ahmad meriwayatkan sedikit hadis darinya, karena Imam Ahmad membenci bidah yang ada pada keyakinannya.”Aku (Al-Dzahabi) berkata, “Beliau adalah ahli ibadah yang saleh, pemberani, berakhlaq mulia namun Syiah yang malang. Karena dia mempelajarinya dari penduduk yang berpegang kepada bidah.”Ibnu Mandah berkata, “Ahmad bin Hanbal menunjukkan Ubaidullah sebagai seorang Rafidhi, karena tidak membiarkan seseorang bernama Muawiyah memasuki rumahnya.” (22)

    Ubaidillah bin Musa dalam beberapa hadis ShahîhAl-Bukhari di bawah ini: “Telah menyampaikan kepada kami Ubaidullah bin Musa, telah menyampaikan kepada kami Hanzhalah bin Abi Sufyan, dari Ikrimah bin Khalid, dari Ibnu Umar berkata: “Rasulullah Saw bersabda………”(kemudian menyebutkan lafadz hadisnya).. (23)

    Imam Bukhari di dalam Kitab Shahîh-nya, membawakan sebuah hadis, “Telah menyampaikan kepada kami Ubaidullah bin Musa, dari Israil dari Abu Ishaq dari Al-Aswad, “Telah berkata kepadaku Ibnu Zubair,……”(kemudian menyebutkan riwayatnya). (24)

    “Telah menyampaikan kepada kami Ubaidillah bin Musa, “Telah menyampaikan kepada kami Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Umar bin Abi Salamah, …….…”(kemudian menyebutkan lafadz riwayatnya). (25)

Baca juga Perawi Rafidhah di Kitab Tafsir Thabari dan Musnad Ahmad bin Hambal

Semua ini hanya merupakan contoh perawi yang dituduh Rafidhi yang terdapat dalam Bukhari dan Muslim, sementara masih banyak lagi yang lainnya.
Meskipun dinyatakan sebelumnya bahwa riwayat yang datang dari Syiah dapat diterima, sementara dari Rafidhi wajib ditolak, namun demikian ada baiknya jika disimak terlebih dahulu pernyataan dari Ibnu Taimiyah dan Al-Dzahabi tentang kelompok Syiah yang bukan Rafidhi.

Ibnu Taimiyahdalam Majmû’ Fatâwâ mengatakan, “Kemudian Syiah ketika mereka meriwayatkan hadis, bukanlah tujuannya agama akan tetapi mereka mengedepankan kesyiahannya bahkan tujuannya adalah kerusakan. Telah dikatakan, ‘Sesungguhnya mereka adalah munafik, zindik, asas bidah. Mereka adalah kebohongan mengatasnamakan Rasulullah Saw dan mendustakan hadis-hadis sahih, oleh karena itu tidak ditemukan dalam kelompok umat kebohongan yang lebih banyak dari yang ditemukan dalam kelompok mereka (Syiah). Berbeda dengan Khawarij, karena sesungguhnya Khawarij tidak didapati pada mereka seorang pendusta.’”. (26)

Dalam kitab yang sama: “…….dan Khawarij adalah orang-orang yang terpercaya, maka hadis mereka termasuk paling sahihnya hadis, dan hadis Syiah termasuk paling dustanya hadis.”.(27)

Pandangan Ibnu Taimiyah begitu jelas bahwa ia menolak periwayatan hadis yang berasal dari kalangan Syiah namun memberi pujian serta penerimaannya atas hadis yang berasal dari golongan Khawarij, sebuah sekte radikal pengusung ideologi takfiri ekstrem.

Di tempat yang lain Ibnu Taimiyah menuliskan di dalam kitabnya, “Sesungguhnya Hakim dinisbatkan kepada Syiah, karena dia pernah diminta untuk meriwayatkan hadis tentang keutamaan Muawiyah, lalu dia berkata, ‘Tidak didapati di dalam hatiku (hadis tentang keutamaannya),’ maka orang-orang memukulinya, tetap dia tidak meriwayatkannya, sedangkan dia telah meriwayatkan 40 hadis daif bahkan hadis palsu dalam pandangan ulama hadis (tentang keutamaan Ali), seperti sabda Nabi Saw, ‘Ali akan memerangi kaum-kaum yang melanggar (Nakitsin), para penyimpang (dari kebenaran) dan kaum yang sesat.’ Akan tetapi kesyiahan yang ada di diri Al-Hakim dan selainnya dari para Ulama hadis seperti Al-Nasa’i, Ibnu Abdil Barr dan selainnya, tidak sampai mengutamakannya (mengutamakan Ali) di atas Abu Bakar dan Umar.’” (28)

Setelah kita melihat bagaimana penjelasan Ibnu Taimiyah dalam kitabnya tentang Syiah (yang bukan Rafidhah) tersebut. Ternyata kita dapati bahwa Ibnu Taimiyah menyebutkan nama beberapa ulama terkemuka, di antaranya adalah Al-Hakim, Al-Nasa’i, dan Ibnu Abdil Bar sebagai para Syiah yang bukan Rafidhi. Oleh karena itu, sebuah keharusan dan merupakan konsekuensi logis bagi para pengikut dan penyokong Ibnu Taimiyah untuk tidak lagi berhujjah dan berdalil dengan riwayat yang di dalamnya terdapat nama ulama-ulama yang sangat dihormati oleh kalangan Muslimin tersebut (Al-Hakim, Al-Nasa’i, dan Ibnu Abdil Bar). Sebab menurut Ibnu Taimiyah, mereka tak lain adalah para pendusta atas nama Rasulullah Saw yang kedustaannya tentang hadis tidak ada yang melebihi mereka.
Oleh karena itu, sekarang mari lihat predikat lain yang juga diberikan kepada Syiah (yang bukan Rafidhah) dalam kitab berikut:

Al-Dzahabi dalam Mîzân Al-I’tidâl, menyebutkan tentang biografi Aban bin Taghlib Al-Kufi: “Aban bin Taghlib Al-Kufi keras kesyiahanya, namun dia terpercaya dan jujur, maka bagi kami kejujurannya dan baginya bidahnya.”

Ahmad bin Hanbal, Ibnu Ma’in dan Abu Hatim telah menganggapnya tsiqah. Ibnu Adi berpendapat tentangnya, “Dia berlebihan dalam kesyiahannya.”

Al-Sa’diy berkomentar, “Dia menyimpang secara terang-terangan.”

Jika ada yang berkata, “Bagaimana dibolehkan mempercayai pelaku bidah dengan menghukuminya tsiqah, adil dan sempurna? Bagaimana pelaku bidah dapat dikatakan adil?”
Maka jawabnya, “Sesungguhnya bidah ada dua bagian;

  • Bidah kecil, seperti Syiah yang berlebihan (ghuluw; ekstrem) atau pun Syiah tidak berlebihan serta tidak menyimpang. Hal semacam ini banyak dari kalangan tabi’in dan para pengikut tabi’in dalam sikap beragama, sifat wara, dan kejujuran. Jikalau hadis-hadis me-reka ditolak, maka hilanglah sejumlah besar Sunnah Nabi, dan hal ini merupakan kebinasaan yang nyata.”
  • Bidah besar, seperti Rafidhah yang mutlak dan ekstrem di dalamnya. Juga merendahkan Abu Bakar dan Umar ra dan mengajak orang lain ke dalamnya. Jenis seperti ini tidak bisa dijadikan hujjah dan kemuliaan.” (29)

Dalam hal ini, Al-Dzahabi telah mengakui bahwa Syiah yang berlebihan juga dapat diterima riwayatnya, demi menjaga Sunnah-sunnah Nabi Saw dari kepunahan. Namun sayangnya, mengapa dalam hal lain seorang Syiah justru dikatakan sebagai pelaku bidah? Sebab, bagaimana mungkin seorang pelaku bidah (pembohong) dapat dipercaya? Meskipun dengan argumen bahwa bidahnya tergolong ke dalam bidah yang paling kecil? Padahal sebagaimana kita ketahui bersama, bahwa setiap jenis bidah adalah kesesatan.
Oleh karenanya, telah terbantahkan pernyataan yang mengatakan bahwa riwayat yang di dalamnya terdapat perawi Rafidhi maka wajib ditolak.

(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)

Catatan Kaki

  1. Imam Al-Bukhari, op.cit., h. 1890, hadis 7534.
  2. Ibnu Al-Jauzi, Abd Al-Rahman bin Ali, Kitâb Al-Dhu’afâ’ wa Al-Matrûkîn, juz 2, h. 77, entri 1788, cet. 1, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon, .1986 M, 1406 H.
  3. Al-Dzahabi, Al-Imam Al-Hafizh Syams Al-Din Muhammad bin Ahmad, -tidâl fî Naqd Al’I-Mîzân AlRijâl , juz 4, h. 44, entri 4154, cet. 1, Dar Al-Kutub Al-’Ilmiyah, Beirut, Lebanon, 1995 M, 1416 H.
  4. Al-’Asqalani, Taqrîb Al-Tahdzîb, h. 483-4, entri 3170.
  5. Al-Dzahabi, Siyâr A’lâm Al-Nubalâ’, tahkik Syuaib Arnauth, j. 16, h. 449-50, entri biografi 332, cet. 2, Muassasah Al-Risalah, Beirut, Lebanon, 1982 M, 1402 H. Sedangkan tahkik Muhammad Aiman Al-Syabrawi, j. 16, h. 414-5, Dar Al-Hadis, Kairo, Mesir, 2006 M.
  6. Ibnu Hajar Al-’Asqalani, Hady Al-Sâri Muqaddimah Fath Al-Bârî bi Syarh Shahîh Al-Bukhari, h. 446, tahkik Abd Al-Qadir Syaibah Al-Hamd, Maktabah Al-Malik Fahd Al-Wathaniyyah, Riyadh, Saudi, 2001 M, 1421 H.
  7. Imam Al-Bukhâri, op.cit., h. 34, kitab Al-Imân, bab Mâ Jâ-a Anna Al-A’mâl bi Al-Niyyah wa Al-Hisbah, hadis 55.
  8. Al-’Asqalani, Taqrîb Al-Tahdzîb, h. 523, entri 3469.
  9. Al-Dzahabi, Mîzân Al-I’tidâl fî Naqd Al-Rijâl, juz 4, h. 141, entri 4436.
  10. Imam Al-Bukhâri, op.cit., h. 330, kitab Al-Janâiz, bab Mâ Yunhâ ‘an Sabb Al-Amwât, hadis 1393.
  11. Al-’Asqalani, Taqrîb Al-Tahdzîb, h. 1050, entri 7569.
  12. Al-Dzahabi, Mîzân Al-I’tidâl fî Naqd Al-Rijâl, juz 7, h. 166, entri 9485.
  13. Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, op.cit., h. 289, Kitab Al-Masjid wa Mawadhi’ Al-Shalâh, bab Al-Dalîl liman Qâla, hadis 1310.
  14. Al-Imam Muslim bin Al-Hajjaj, op.cit., h. 1379, kitab Shifah Al-Qiyamah wa Al-Jannah, bab Al-Dukhan, hadis 6964.
  15. Ibnu Hibban, Al-Majrûhîn min Al-Muhadditsîn, j. 1, h. 418, entri 409, cet. 1, Dar Al-Shumai‘i, Beirut, Lebanon, 2000 M, 1420 H.
  16. Ibnu ‘Udai Al-Jurjani, Al-Kâmil fî Dhu’afâ’Al-Rijâl, j. 4, h. 240, entri 735, Dar Al-Kutub Al-’Ilmiyyah, Beirut, Lebanon, TT.
  17. Al-Dzahabi, Mîzân Al-I’tidâl fî Naqd Al-Rijâl, juz 3, h. 310, entri 3502.
  18. Imam Al-Bukhâri, op.cit., h. 809, kitab Bad’ Al-Khalq, bab Khamsun min Al-Dawâb, hadis 3317.
  19. Ibid., h. 1561, hadis 6169, kitab Al-Adab, bab ‘Alamah Hubb Allah.
  20. Imam Muslim bin Al-Hajjaj, Shahîh Muslim, h. 1299, hadis 6614, kitab Al-Birr wa Al-Shilah wa Al-Adab, bab Al-Mar’ ma’a Man Ahabb.
  21. Al-Dzahabi, Mîzân Al-I’tidâl fî Naqd Al-Rijâl, juz 5, h. 21, entri 5405.
  22. Al-Dzahabi, Siyâr A’lâm Al-Nubalâ’, tahkik Syuaib Arnauth, j. 9, h. 553-7, entri biografi 215, cet. 2, Muassasah Al-Risalah, Beirut, Lebanon, 1982 M, 1402 H. Sedangkan tahkik Muhammad Aiman Al-Syabrawi, j. 8, h. 216-8, Dar Al-Hadis, Kairo, Mesir, 2006 M.
  23. Imam Al-Bukhari, op.cit., h. 22, hadis 8, kitab Al-Imân, bab Du’âukum Imânukum.
  24. Ibid., h. 52, hadis 126, kitab Al-’Ilm, bab Man Taraka Ba’dh Al-Ikhtiâr.
  25. Ibid., h. 102, hadis 354, kitab Al-Shalah, bab Al-Shalah di Al-Tsaub Al-Wahid.
  26. Ibnu Taimiyah, Majmû’ Fatâwâ, j. 13, h. 31, Mujamma’ Al-Malik Fahd, Riyadh, Saudi Arabia, 2004 M (1425 H).
  27. Ibid., j. 13, h. 209.
  28. Ibnu Taimiyah, Minhâj Al-Sunnah Al-Nabawiyyah, juz 7, h. 373, cet. 1, Jami’ah Al-Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, 1986 M, 1406 H.
  29. Al-Dzahabi, Mîzân Al-I’tidâl fî Naqd Al-Rijâl, juz 1, h. 118.
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *