Sebab Pengada
Kesimpulan kedua yang dapat kita ambil dari argumen yang terdahulu, adalah bahwa Wujud Niscaya Ada (Wajib al-Wujud) merupakan Sebab bagi keberadaan makhluk-Nya. Berikut ini kami akan membahas konsekuensi dari kesimpulan ini. Pertama-tama, kami akan jelaskan macam-macam sebab, kemudian menyelidiki keistimewaan-keistimewaan Sebab Ilahi.
Sebab, menurut maknanya yang umum, dapat diterapkan kepada setiap realitas yang kepadanya realitas lain bergantung. Pada pengertian ini, sebab mencakup syarat-syarat dan sebab penyiap (illah mu’idaah). Dan sebab semacam ini tidak berlaku pada Allah. Tidak adanya sebab bagi Allah Swt, artinya bahwa Dia, sedikit pun, tidak mempunyai ketergantungan dengan realitas yang lain. Maka itu, tidak mungkin kita menyatakan bahwa Allah Swt mempunyai syarat dan pengada (bagi wujud-Nya).
Adapun makna Allah sebagai Sebab bagi seluruh realitas adalah bahwa sebagai Pencipta dan Pengada, Dia merupakan makna khusus dari Illah Fa’iliyyah (Sebab Pelaku, Efficient Cause). Untuk menjelaskan poin ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui secara global akan macam-macam sebab. Penjelasan yang lebih luas mengenai hal ini bisa dirujuk ke kitab-kitab filsafat.
Telah kita ketahui, bahwa secara pasti munculnya tumbuh-tumbuhan di atas bumi ini disebabkan oleh adanya bibit-bibit, tanah yang subur, air dan udara. Di samping itu, harus terpenuhi faktor-faktor lainnya, seperti faktor alami atau manusia yang menebarkan bibit-bibit tersebut di atas tanah dan mengalirkan air ke atasnya. Berdasarkan definisi sebab yang telah kami jelaskan, semua faktor ini merupakan sebab bagi munculnya tumbuh-tumbuhan tersebut.
Dari aspek-aspek tertentu, sebab-sebab tersebut dapat diklasifikasikan kepada beberapa macam. Misalnya, sebab-sebab yang keberadaannya selalu dharuri (mesti) bagi terwujudnya akibat dinamakan sebagai sebab hakiki. Sekelompok sebab yang kesinambungannya tidak diperlukan untuk kesinambungan wujud akibat, seperti petani kaitannya dengan tanaman, dinamakan sebagai sebab penyiap. Ada pula sebab-sebab yang posisinya dapat digantikan oleh sebab-sebab selainnya dinamakan sebagai sebab alternatif (illah badilah). Sedangkan sebab-sebab yang posisi dan pengaruhnya tidak mungkin digantikan oleh selainnya dinamakan sebagai sebab definitif (illah munhasirah).
Terdapat satu macam sebab yang berbeda dengan sebab-sebab tersebutkan pada realitas tumbuh-tumbuhan di atas. Sehubungan dengan sebab ini, kita dapat temukan misdaknya pada jiwa manusia, sebagian keadaan dan kondisi kejiwaannya. Ketika seseorang menciptakan suatu bayangan di dalam benaknya atau bertekad mengerjakan suatu tindakan, terjadilah di dalam dirinya suatu fenomena nafsiyah (kejiwaan) yang dinamakan dengan gambaran mental (syurah dzihniyah), atau kehendak yang keberadaannya merupakan akibat dan bergantung kepada keberadaan jiwa (nafs). Jelas, akibat semacam ini tidak memiliki kemandirian sedikit pun dari sebabnya, dan tidak mungkin berpisah dan mandiri dari wujud sebabnya.
Akan tetapi pada saat yang sama, kita perhatikan bahwa penciptaan jiwa (fai’liyah nafs) atas gambaran di mental atau atas kehendak memerlukan syarat-syarat tertentu yang muncul lantaran kekurangan, keterbatasan dan kemungkinan (imkan) wujud yang merupakan sifat-sifat substansial jiwa.
Oleh karena itu, penciptaan (fa’iliyah) Wujud Niscaya Ada (Wajib al-Wujud) atas alam semesta jauh lebih hebat dan lebih sempurna dibandingkan penciptaan jiwa atas keadaan dan pengalaman-pengalaman dirinya. Kita tidak akan mendapatkan padanan efisiensi (fa’liyah) Tuhan atas seluruh efesiensi, karena efesiensi Allah sama sekali tidak butuh kepada apa pun untuk mengadakan akibatNya, yaitu akibat yang sekujur wujudnya hanyalah ketergantungan mutlak kepada-Nya.
Keistimewaan Sebab Pengada
Berdasarkan penjelasan di atas, kami dapat menyebutkan sifat-sifat khas yang penting yang dimiliki oleh Sebab Pengada.
Pertama, Sebab Pengada memiliki seluruh kesempurnaan akibat-Nya secara lebih sempurna, sehingga Dia bisa memberikan kesempurnaan kepada setiap akibat sesuai dengan kapasitas wujudnya masing-masing. Berbeda halnya dengan sebab penyiap dan sebab materi yang berlaku sebagai pengadaan lahan yang sesuai untuk perubahan pada wujud akibat, bukan untuk wujudnya itu sendiri. Oleh karena itu, sebab penyiap dan sebab materi tidak mesti mencakup kesempurnaan-kesempurnaan akibatnya.
Misalnya,tersedianya tanah itu tidak perlu kepada kesempurnaan yang dimiliki oleh tumbuh-tumbuhan, atau keberadaan kedua orang tua tidak butuh kepada kesempurnaan anak-anaknya. Adapun Allah Swt sebagai Sebab Pengada (Illah Mujidah), mesti memiliki semua kesempurnaan wujud segala sesuatu, di samping sifat basathah-Nya (ketaktersusunan).
Kedua, Sebab Pengada itu mewujudkan akibat-Nya dari ketiadaan. Yakni, Dia menciptakan (khalq) akibat-Nya. Akan tetapi, penciptaan-Nya ini tidak mengurangi wujud-Nya, sedikit pun. Berbeda dengan sebab alami (fa’il thabi’i) yang aktif, mengubah akibat yang ada dengan mengerahkan seluruh potensi. Apabila diasumsikan ada sesuatu yang terpisah dari Zat Wujud Niscaya Ada (Wajib al-Wujud), ini berarti bahwa Zat Allah dapat dibagi dan berubah. Padahal, ini telah jelas kemustahilannya.
Ketiga, Sebab Pengada merupakan Sebab Sejati (Illah Haqiqbzah). Oleh sebab itu, keberadaan-Nya merupakan dharuri (niscaya) untuk kesinambungan wujud akibat-Nya. Berbeda dengan sebab penyiap, kesinambungan akibatnya tidak lagi butuh kepadanya.
Searah dengan penjelasan ini, maka apa yang telah disampaikan oleh sebagian teolog Ahlusunah bahwa kekekalan alam semesta tidak butuh kepada Allah Swt, begitu juga apa yang dikatakan oleh sebagian filsuf Barat, bahwa alam materi ini laksana jam yang telah diatur dan diukur putaran waktunya lalu secara otomatis bergerak dengan sendirinya, maka alam semesta ini tidak butuh lagi kepada Allah dalam melanjutkan berbagai aktivitasnya. Pandangan-pandangan seperti ini sangat jauh dari kebenaran. Karena, alam Wujud ini selalu butuh dan bergantung kepada Allah Swt dalam segala keadaannya. Apabila Allah menghentikan anugerah-Nya, meski untuk sekejap saja, tidak akan ada lagi yang tersisa dari alam tersebut.