Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Menjawab Tudingan Anjuran Nikah Mut’ah dengan Wanita Bersuami dan Pelacur

“Menurut Syi’ah, nikah mut’ah boleh bahkan akan mendapat pahala yang besar. Ulama Syi’ah menyatakan bahwa nikah mut’ah (kawin kontrak) tidak perlu dipedulikan apakah si wanita punya suami atau tidak. Boleh juga nikah dengan pelacur. (Al-Khumaini, Tahrir Al-Wasilah, vol.2/260-261)  (1)

Tanggapan:

Pernyataan, “…. Ulama Syiah menyatakan bahwa nikah mut’ah (kawin kontrak) tidak perlu dipedulikan apakah si wanita punya suami atau tidak,….” adalah fitnah yang keji. Tidak ada ulama Syiah yang berpendapat seperti itu. Imam Khomeini tidak pernah menghalalkan mut’ah kepada wanita yang telah memiliki suami, bahkan tidak boleh menikahi wanita yang dalam masa iddah setelah ditalak bain atau talak raj’i atau telah wafat suaminya, lebih jelas kami paparkan pendapat beliau dalam Tahrîr Al-Wasîlah:

“Barang siapa berzina dengan perempuan yang sudah bersuami daim (permanen) atau mut’ah, maka selamanya perempuan tersebut diharamkan baginya, baik perempuan itu muslimah atau bukan. Maka tidak boleh menikahinya setelah wafat suaminya atau habis masa akadnya dengan talak dan semacamnya, dan tidak ada perbedaan apakah si pezina tersebut mengetahui bahwasanya perempuan itu memiliki suami atau tidak.”  (2)

“Kalau berzina dengan perempuan yang masih berada dalam masa ‘iddah raj’i, maka sampai kapan pun perempuan tersebut diharamkan baginya, seperti perempuan yang bersuami tanpa talak bain dan yang berada dalam ‘iddah wafat. Jika dia tidak mengetahui bahwasanya wanita tersebut masih dalam masa ‘iddah, dan juga tidak mengetahui bahwasanya perempuan tersebut dalam masa ‘iddah raj’i atau ba’in, maka tidaklah haram. Namun jika dia mengetahui perempuan tersebut dalam masa iddah raj’i dan ragu ….maka hal itu jelas keharamannya.”  (3)

Dalam Tahrîr Al-Wasîlah, Imam Khomeini tidak memakai kalimat من نكح akan tetapi memakai kalimat من زنى . Namun penulis buku panduan MUI ini memaksakan diri menerjemahkannya dengan kata “mut’ah”. Dengan demikian si penulis dapat mengarahkan si pembaca untuk mengambil kesimpulan bahwa Syiah menghalalkan mut’ah dengan perempuan yang bersuami. Padahal teksnya jelas bahwa hal tersebut bukanlah nikah, akan tetapi perbuatan zina. Beliau juga menjelaskan lebih detail seperti yang telah kami paparkan.

Baca juga:
Definisi Nikah Mut’ah dan Dasar Hukumnya
Perbedaan dan Persamaan Nikah Permanen (Da’im) dengan Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah dalam Sejarah dan Keharamannya

Memang jikalau lelaki tidak mengetahui bahwa wanita tersebut telah ditalak raj’i atau talak bain, maka hal tersebut tidaklah haram. Akan tetapi jika lelaki tersebut mengetahui bahwa talaknya adalah talak raj’i, maka diharamkan baginya nikah mut’ah kepada wanita tersebut.
Masih di dalam halaman 81, Buku Panduan MUI menyatakan, “Nuri Al-Thabarsi (Ulama Syiah), menjelaskan bahwa dalam nikah mut’ah boleh dengan wanita bersuami asal dia mengaku tidak punya suami.” Hal ini juga merupakan fitnah keji.

Al-Thabarsi sama sekali tidak pernah menyatakan seperti yang diklaim Buku Panduan MUI. Al-Thabarsi justru menukil riwayat-riyawat yang mengharamkan nikah mut’ah dengan wanita yang telah mempunyai suami, wanita dalam masa iddah, bahkan wanita yang ditalak dengan talak bid’i atau talak yang bukan berasal dari sunnah, seperti talak wanita hamil, haid, setelah digauli, dan lainnya. Lebih jelasnya kami paparkan kutipan Al-Thabarsi secara langsung:

باب كراهة التمتع بالزانية المشهورة بالزنى، و تحريم التمتع بذات البعل، و العدة، و المطلقة على غير السنة.

Bab Kemakruhan mut’ah dengan perempuan yang terkenal dengan zina (pelacur), pengharaman mut’ah dengan perempuan bersuami, yang ada dalam masa ‘iddah serta perempuan yang ditalak tanpa sunnah.” (5)

Syekh Al-Mufid dalam Risâlah Al-Mut’ah, “Dari Muhammad bin Al-Fadhl dari Abu Al-Hasan tentang perempuan cantik yang suka berzina, apakah boleh bagi seorang laki-laki mut’ah dengannya selama satu hari atau lebih? Imam berkata, ”Jika perempuan tersebut terkenal suka berzina, maka janganlah mut’ah dan menikah dengannya.” (7)

Masalah nikah, Syiah tidak jauh berbeda dengan Ahlusunah, kecuali dibolehkannya nikah mut’ah. Syarat nikah mut’ah, siapa perempuan yang boleh nikah dan yang tidak, sama seperti perempuan-perempuan yang dibolehkan dalam nikah daim.

(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)

 

Catatan kaki

  1. Buku Panduan MUI, h. 81.
  2. Ruhullah Al-Musawi Al-Khumaini, Tahrîr Al-Wasîlah, juz 2,h. 256, Dar Al-Ta’aruf, Beirut, Lebanon, 2003 M, 1424 H.
  3. Ibid.
  4. Al-Thabarsi, Mustadrak Al-Wasâil, juz 14, h. 457, cet. 4, Muassasah Ali Al-Bait, Beirut, Lebanon, 2008 M (1429 H).
  5. Ibid.

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *