Berita
Menakar Tingkat Intoleransi Politik dan Agama Berdasar Survei LSI
Intoleransi dioperasionalkan dalam pertanyaan tentang apakah seorang muslim (atau non-muslim) merasa keberatan atau tidak jika non-muslim (atau muslim) melakukan kegiatan peribadatan atau menjadi pemimpin pemerintahan pada berbagai tingkat. Dalam hal ini, intoleransi dapat dikategorikan ke dalam dua dimensi, yakni intoleransi religius-kultural dan intoleransi politik.
Dalam paparan ini, akan disajikan data multi-tahun untuk mengikuti perkembangan sikap publik terhadap demokrasi, korupsi, dan intoleransi. Untuk mengetahui tren demokrasi, digunakan data survei tahun 2004-2018. Untuk mengetahui tren korupsi, digunakan data survei tahun 2016 dan 2018. Sedangkan tren tingkat intoleransi kehidupan beragama menggunakan data survei 2010-2018.
Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih,atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Survei terbaru dilakukan pada Agustus 2018 dengan sampel 1520 responden yang dipilih dengan metode multi-stage random sampling. Berdasar jumlah sampel ini, diperkirakan margin of error sebesar ±2.6% pada tingkat kepercayaan 95%.
Dukungan pada Sistem Demokrasi:
Apakah Ibu /Bapak sangat setuju, setuju, tidak punya sikap, tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan: Dibandingkan dengan bentuk pemerintahan lain (kerajaan, kesultanan, pemerintahan otoriter), demokrasi adalah bentuk pemerintahan terbaik untuk sebuah negara seperti Indonesia? … (%)
Warga Bebas Memeluk Agama atau Keyakinan
Apakah Ibu / Bapak sangat setuju, setuju, tidak punya sikap, tidak setuju atau sangat tidak setuju dengan pernyataan: Setiap warga bebas memeluk agama atau keyakinan sesuai dengan pikiran atau kesadarannya? … (%)
(In)toleransi Muslim terhadap Non- Muslim (Khusus Responden Muslim) Non-muslim Mengadakan Kegiatan Keagamaan Apakah Ibu/Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim mengadakan acara keagamaan/kebaktian di daerah sekitar sini? … (%) (Base: responden Muslim)
Non-Muslim Membangun Tempat Ibadah
Apakah Ibu / Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim membangun tempat peribadatan di sekitar sini? … (%) (Base: responden Muslim)
Non-Muslim Menjadi Gubernur, Bupati/Walikota
Apakah Ibu/Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim menjadi gubernur, bupati/walikota? … (%) (Base: responden Muslim)
Non-Muslim Menjadi Presiden, Wakil Presiden
Apakah Ibu/Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim menjadi presiden / wakil presien? … (%) (Base: responden Muslim)
Tren Intoleransi Religius-Kultural (%)
Apakah Ibu/Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim mengadakan acara keagamaan/kebaktian di daerah sekitar sini? Orang non-Muslim membangun tempat peribadatan di sekitar sini? … (% yang menjawab “Keberatan”) (Base: Responden Muslim)
Tren Intoleransi Politik (%)
Apakah Ibu/Bapak keberatan atau tidak keberatan JIKA: Orang non-Muslim menjadi …? (% yang menjawab “Keberatan”) (Base: Responden Muslim)
Temuan
Intoleransi kelompok muslim terhadap non-muslim cenderung tinggi, terutama dalam politik. Mayoritas warga muslim mayoritas keberatan jika non-muslim menjadi kepala pemerintahan (bupati/walikota, gubernur, wakil presiden atau presiden). Mereka juga umumnya keberatan jika non-muslim mendirikan rumah
ibadah di sekitar wilayah mereka. Yang paling rendah intoleransi adalah jika non-muslim mengadakan kegiatan agama di sekitar wilayah mereka. Dari 2010 hingga 2017 intoleransi religius-kultural turun dan masih stagnan pada 2018. Sementara intoleransi dalam politik meningkat dalam tiga tahun (2016-2018).
Indeks Intoleransi Antara Umat Beragama (0-100)
Intoleransi Muslim terhadap Nonmuslim lebih tinggi dibanding intoleran Nonmuslim terhadap Muslim. Dalam skala 0-100, di mana 0=sangat toleran dan 100=sangat intoleran, total skor intoleransi Muslim terhadap non muslim sebesar 54.2, jauh lebih tinggi dibanding total skor intoleransi Nonmuslim terhadap
Muslim 13.4.
Keterangan Indeks Intoleransi
- Indeks intoleransi religius kultural terdiri atas 2 item, yakni keberatan atau tidak keberatan jika orang Muslim/Nonmuslim (1) melakukan acara keagamaan, dan (2) membangun rumah ibadah. Masing-masing item diukur dengan skala 1-3, 1=tidak keberatan, 2=tidak punya sikap/tidak menjawab, 3=keberatan. Kedua item dijumlahkan hingga membentuk indeks awal dengan skala 2-6. Indeks ini kemudian ditransformasi ke skala 0-100 untuk mempermudah interpretasi.
- Indeks intoleransi politik terdiri atas 4 item, yakni keberatan atau tidak keberatan jika orang Muslim/Nonmuslim jadi (1) bupati/walikota, (2) gubernur, (3) wakil presiden, (4) presiden. Masing-masing item diukur dengan skala 1-3, 1=tidak keberatan, 2=tidak punya sikap/tidak menjawab, 3=keberatan. Seluruh item dijumlahkan hingga membentuk indeks awal dengan skala 4-12. Indeks ini kemudian ditransformasi ke skala 0-100 untuk mempermudah interpretasi. Indeks total intoleransi diperoleh dengan merata-ratakan indeks intoleransi religius kultural dan intoleransi politik.
Kesimpulan
- Sebagai sistem pemerintahan dan nilai yang menjunjung tinggi kebebasan menjalankan agama, demokrasi didukung oleh mayoritas warga. Kepuasan terhadap demokrasi juga cenderung meningkat dalam tiga tahun terakhir.
- Akan tetapi, demokrasi di Indonesia dalam dua puluh tahun pasca reformasi ditengarai mengalami kemunduran,sebagaimana dilaporkan oleh lembaga pemeringkatan demokrasi, yang ditandai dengan dua permasalahan besar, yaitu korupsi dan intoleransi.
- Dalam hal intoleransi antar umat beragama, warga muslim cenderung intoleran kepada non-muslim terutama dalam hal politik. Dalam tiga tahun terakhir, intoleransi warga dalam politik terus meningkat. Warga muslim keberatan jika nonmuslim menjadi pemimpin pemerintahan pada berbagai tingkat.
- Sementara intoleransi dalam dimensi religius-kultural yang sejak 2010 mengalami penurunan, kini trennya menunjukkan stagnansi. Sekitar separuh warga muslim saat ini merasa keberatan jika non-muslim membangun tempat ibadah di sekitar mereka.
- Temuan survei ini menunjukkan bahwa sejauh ini, demokrasi lebih banyak dipahami dalam konteks hubungan antaragama di Indonesia. Warga yang pro demokrasi cenderung lebih toleran dibandingkan yang anti-demokrasi. Akan tetapi, demokrasi belum dipahami sebagai bagian dari tata
pemerintahan dan relasi pengelolaan sumber daya yang menjunjung tinggi kepatuhan pada hukum, akuntabilitas, dan kesetaraan. - Untuk mempromosikan demokrasi, pendidikan masih menjadi kunci. Warga yang lebih terdidik cenderung lebih toleran dan bersikap anti-korupsi dibandingkan warga yang kurang terdidik.
Source: Lembaga Survei Indonesia