Berita
#MaknaHaji: Tiga Berhala [bag 2]
Sebelumnya #MaknaHaji: Tiga Berhala [bag 1]
Allah mengutuk penindasan, kebodohan, dan kemunafikan. Dia mengkritik mereka yang disebut sebagai para pemimpin spiritual yang bukannya membimbing, tapi justru secara sengaja atau tidak sengaja telah menyesatkan manusia. Allah murka terhadap mereka dan berkata:
Mereka itu seperti keledai yang mengangkut buku-buku. (QS. al-Jumu‘ah: 5)
Ia seperti seekor anjing, jika engkau menyerangnya maka ia terengah-engah dengan lidah terjulur. (Qs.al-A‘raf: 176)
Bukti lain yang mendukung hipotesis saya adalah
kata-kata Allah yang tegas dalam Alquran surah terakhir (Surah 114) . Allah menyebutkan Nabi saw yang memikul tanggung jawab paling besar terhadap kepemimpinan dan kemerdekaan umat manusia. Allah memberitahu Nabi bahwa ada bahaya mengancam dan ia tidak terlindung dari itu, karena itu ia harus meminta perlindungan dari Allah. Dalam surah tersebut atribut-atribut berikut ini diberikan kepada Allah:
- Rabb (Pemelihara)
- Malik (Raja)
- Illah (Penguasa).
Ketiga atribut itu pun senantiasa berusaha dikenakan oleh setan pada dirinya sendiri. Dan di sini kita mengetahui bahwa ketiga atribut tersebut hanya milik Allah Yang Mahabesar. Dan orang seperti Nabi saw disarankan agar meminta perlindungan dari sang Pemelihara, Raja, dan Penguasa. Berlindung dari apa? Dari bahaya ‘ khannas’ Siapakah ‘khannas’ itu?
Dari kejahatan setan yang membisikkan ke dalam hati manusia. (QS. al-Ikhlash: 4-5)
Di Mina, tempat Ibrahim digoda oleh setan, berhala Yang terakhir (jumrah Ula) melambangkan Khannas. Khannas adalah para pemimpin spiritual (ustaz atau kyai) yang menjual agama demi memperoleh kekayaan dan seorang saintis (ilmuwan) yang menjual pengetahuannya atau seorang intelektual yang khianat.
Alquran menyatakan perbuatan golongan manusia ini sebagai perbuatan yang paling merusak, memecah belah, menyesatkan dan menciptakan diskriminasi dalam sejarah umat manusia yang pernah hidup sebagai masyarakat kolektif yang penuh kedamaian. Merekapun mengklaim bertanggung jawab sebagai hakim bagi para pemimpin spiritual umat sambil secara sadar merasa iri terhadap orang lain, melakukan pelanggaran dan berlaku kejam.
Manusia adalah satu kaum dan Allah mengutus ( kepada mereka ) nabi-nabi sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan dengan membawa kitab. (QS. al-Baqarah: 213)
Namun, ibadah haji jauh lebih signifikan dari yang saya pahami. Setiap kali menunaikan ibadah haji, saya merasa telah banyak sekali mendapat pelajaran dan perjalanan haji berikutnya akan bersifat pengulangan semata. Namun, sungguh mengejutkan, prediksi saya ternyata meleset. Dan Anda, pembaca yang budiman, jangan pernah mengira bahwa apa yang telah saya katakan adalah pelajaran yang akan Anda dapatkan dari pengalaman ibadah haji ataupun selama periode haji. Tidak, tidak, dan sama sekali tidak! Ini bukanlah buku yang ditujukan untuk menjelaskan ritus-ritus haji; ini hanyalah sebuah katalis untuk mendorong kalian berpikir. Buku ini merupakan hasil dari kemampuan saya yang terbatas dalam menganalisis dan mengikhtisarkan sebuah pergelaran yang bersifat sinbolis dan menakjubkan di mana yang menjadi sutradaranya adalah manajer dunia ini. Kelihatannya saya telah mencoba menuangkan air lautan ke dalam sebuah jambangan, dan tentu saja ini sia-sia.
Setiap kali pergi haji, saya berusaha memperbaiki dan menyempurnakan beberapa penafsiran saya tentang haji sebelumnya. Tetapi, saya temukan berbagai aturan dan pertimbangan baru. Pada saat ibadah haji yang terakhir saya bertanya pada diri sendiri, “Mengapa saya harus menentukan sesuatu padahal sutradaranya pun tidak melakukan hal itu?”. Seandainya memang perlu mengidentifikasi setiap berhala, tentu sutradara sudah melakukannya. Ketiadaan identifikasi itu sendiri memang suatu identifikasi.
Tidak benarkah bahwa ketiga berhala itu melambangkan satu sementara masing-masing secara sendiri-sendiri melambangkan yang lainnya?
Perbedaan di antara ketiga berhala itu menegaskan tiga kekuatan yang saling berhubungan. Ketiadaan identitas menunjukkan bahwa masing-masing berhala bersembunyi di antara dua berhala lainnya. Oleh karena itu, ketika engkau menembak satu berhala, niatkanlah untuk menembak berhala lainnya juga.
Bagaimanapun juga hanya di dalam pikiran kita yang sederhana dan di tengah kalangan terpelajar saja (berdasarkan bidangnya masing-masing) dibuat berbagai klasifikasi seperti sosiologi, fillsafat, sejarah, psikologi, dan seterusnya. Pencipta haji mengetahui bahwa dalam setiap kebudayaan atau peradaban, setiap zaman, setiap sistem sosial, setiap struktur sosial, setiap kelas sosial, atau setiap hubungan sosial, maka salah satu dari tiga kekuatan itu adalah pemimpinnya sedangkan dua lainnya sebagai pendukung dengan menembak salah satu, maka engkau akan membuka gerbang kemenangan dan mulai merayakan Id. Oleh karena itu, begitu tiba di Mina maka yang harus engkau serang dan bunuh pertama kali dengan peluru-pelurumu adalah berhala yang terakhir. Baik yang berasal dari sebuah masyarakat kapitalistik yang sudah maju, masyarakat belum berkembang dengan sistem sosial abad pertengahan, ataupun masyarakat beraliran fasis, diktator, dan monarkis, semuanya menembak berhala yang sama tapi dengan niat yang berbeda.
Berhala yang terakhir (jumrah Uqba) mendukung dua berhala lainnya. Fir’aun merestui perampasan yang dilakukan oleh Karun; Karun mendukung Balam dengan uangnya; Fir’aun mendukung Balam dengan kekuasaannya; dan Balam menghubungkan kekuasaan Fir’aun dengan kekuasaan Tuhan, persis seperti ketika kita saling berpegangan tangan untuk mendukung diri kita sendiri sambil juga menjunjung satu sama lain.
Jadi, dari negeri mana dan dari sistem sosial apa engkau Berasal tidaklah penting karena engkau harus mengemban tanggung jawab Ibrahim. Dengan niat menembak ketiga berhala itu, tembaklah berhala yang terakhir agar engkau dapat menghancurkan basis setan dan melenyapkan segala godaannya.
Jadi, apakah engkau menembak berhala yang terakhir?
Apakah tembakanmu mengarah ke wajahnya?
Apakah tembakanmu mengarah ke kepalanya?
Apakah pelurunya mengenai sasaran?
Tujuh butirkah jumlah peluru yang kau tembakkan? Tembakan tujuh kali melambangkan jumlah hari penciptaan, tujuh lapis langit, dan jumlah hari dalam seminggu (yakni, perjuangan abadi yang dimulai dari awal penciptaan dan berlanjut hingga kiamat; sebuah pertempuran tanpa gencatan senjata dan tanpa ada perdamaian dengan berhala mana pun. Berpikirlah seakan engkau senantiasa berada di Mina dan harus terus bertempur dengan berhala-berhala tersebut.)
Wahai Ibrahim, ketika berhala yang terakhir roboh, setan tidak berdaya dan terbunuh di bawah berondongan pelurumu. Wahai manusia, wahai khalifah Allah di muka bumi, engkau telah menyingkirkan setan seperti yang dilakukan Allah. Engkau telah mengalahkan satu-satunya ‘malaikat’ yang tidak mau bersujud kepada manusia. Kini engkau adalah manusia bebas seperti Ibrahim. Engkau akan mendengarkan pesan dan mengetahui kebenaran. Setelah menembak berhala yang terakhir, korbankanlah lsmailmu. Demi kebenaran dan karena perasaan cinta maka apa pun dapat dikorbankan. Dengan hati yang penuh cinta berjalanlah ke tempat pengorbanan untuk mengikuti langkah Ibrahim. Dengan satu tangan peganglah Ismail (apa pun dan siapa pun yang engkau korbankan adalah seperti Ismail yang dikorbankan oleh Ibrahim) dan dengan tangan satunya lagi peganglah “pedang keyakinanmu’ yang akan menyembelih leher Ismail di hadapanmu. Dengan benar-benar menyadari apa yang sedang engkau lakukan, engkau akan melupakan segala sesuatu, dan carilah pertolongan Allah. Wahai manusia, demi kecintaan terhadap kebenaran korbankanlah Ismailmu dan korbankanlah seekor domba di Mina. Allah Yang Mahakuasa tidak haus darah dan tidak membutuhkan Ismailmu.
Dia akan mengirimmu seekor domba sebagai tebusan engkau dibawa dari sudut rumahmu menuju telaga darah di rumah jagal Mina untuk menghinakan dan membunuh simbol-simbol setan dengan melakukan pengorbanan. Begitu engkau siap untuk mengorbankan Ismailmu di jalan Allah, maka seketika itu juga setan dikalahkan olehmu sehingga Ismail terselamatkan dan berdiri dengan gagah di sampingmu.
Sungguh mengejutkan! Pelajaran-pelajaran yang demikian penting ini disampaikan kepada manusia di atas perbukitan ini. Engkau telah melakukan apa yang dilakukan Ibrahim as. Ismailmu ada bersamamu. Yang engkau korbankan adalah kecintaan kepadanya (yang dengan kecintaan itu setan menggodamu). Ismail adalah ‘karunia Allah’, Allah mencintainya dan akan membayar tebusannya. Ketika engkau kembali dari Mina ingatlah bahwa engkau harus memenuhi janjimu untuk bertindak sebagai Ibrahim dan menerima tanggung jawab untuk menyebarluaskan pesan Tuhan, Kembalilah kepada kaummu! serulah mereka untuk menegakkan sebuah ‘negeri yang aman’, untuk hidup dalam sebuah “komunitas yang aman” dan untuk membangun rumah sebagai simbol keamanan, kedaulatan, kemerdekaan, kesetaraan, dan cinta kepada manusia.
Ali Syariati