Berita
#MaknaHaji: Muharramah (menghindari perbuatan tertentu)
Pembahasan sebelumnya: #MaknaHaji: Menyatakan Niat dan Salat di Miqat
Ada beberapa hal tertentu yang harus engkau dihindari pada saat dalam keadaan ihram. Di antaranya adalah segala sesuatu yang mengingatkan engkau terhadap bisnis, jabatan, kelas sosial, atau rasmu. Pada hakikatnya, semua persoalan duniawi yang berada dalam kehidupan sebelum Miqat, tabu untuk diingat.
Berikut ini adalah perbuatan tertentu yang jangan dilakukan:
- Jangan bercermin agar engkau tidak melihat gambaranmu. Karena itu, lupakanlah dirimu untuk sementara.
- Jangan memakai ataupun mencium wewangian agar tidak mengingat masa lalu yang menyenangkan. Kini engkau berada di lingkungan roh, karena itu ciumlah wangi cinta.
- Jangan menyuruh siapa pun. Karena itu, tumbuhkanlah rasa persaudaraan.
- Jangan menyakiti hewan ataupun serangga. Karena itu, selama beberapa hari hiduplah seperti nabi Isa as
- Jangan mematahkan ataupun mencabut tanaman. Karena itu bunuhlah kecenderungan untuk menyerang dengan bersikap damai terhadap alam.
- Jangan berburu. Karena itu, berbelas-kasihlah kepada orang lain.
- Jangan bercinta dan mengadakan hubungan seksual. Karena itu, bangkitkan gairahmu dengan cinta sejati.
- Jangan menikah atau turut serta dalam upacara-upacara pernikahan.
- Jangan memakai make-up. Karena itu, lihatlah dirimu sebagaimana adanya.
- Jangan berbuat tidak jujur, berdebat, memaki, menyumpahi, atau bersikap angkuh.
- Jangan menjahit pakaian ihrammu. Karena itu, singkirkan dirimu dari nafsu ingin tampil beda.
- Jangan membawa senjata, tapi jika diperlukan maka simpanlah di dalam pakaian ihrammu.
- Jangan berdiam di tempat teduh. Karena itu, terbukalah terhadap matahari.
- Jangan menutup kepalamu (untuk laki-iaki). Jangan menutup wajahmu (untuk perempuan).
- Jangan memakai sepatu atau kaus kaki. Karena itu, biarkanlah kakimu telanjang.
- Jangan mengenakan perhiasan.
- Jangan memotong rambut.
- Jangan menggunting kuku.
- Jangan menggunakan krim.
- Jangan mengalirkan darah (misalnya melukai diri)
Prosesi haji telah dimulai, cepat-cepatlah menuju Allah! Dalam keadaan ihram ucapkanlah Labbaika! Tuhan telah memanggilmu, engkau berada di sini untuk memenuhi undangan-Nya dan taatilah Dia sepenuhnya.
Pujian, karunia, dan kerajaan, semuanya untuk-Mu. Tidak ada yang menyempai-Mu
Untuk menyangkal para superpower dunia yang bersikap tidak jujur, eksploitatif, dan lalim maka manusia berseru: “Labbaika, Allahumma Labbaika.” Setiap orang, siapa pun dan di mana pun sedang menyapa Allah. Bayangkan, hai manusia, engkau bagaikan partikel besi di sebuah medan magnet. Seakan-akan engkau berada di tengah jutaan burung berwarna putih yang terbang di atas langit dalam perjalananmu menuju Mi’raj.
Engkau sedang mendekati Ka’bah. Semakin mendekat, semakin bergairah engkau jadinya. Laksana seekor hewan liar yang berusaha melepaskan diri dari sangkarnya, hatimu meronta menghentak-hentak dinding dadamu, engkau merasakan seolah-olah tubuhmu terlalu kuat mengikatmu.
Karena seluruh atmosfer penuh dengan roh Allah maka engkau tidak dapat mengendalikan air matamu. Keagungan Allah terasa di dalam hatimu di bawah kulitmu, di dalam pikiranmu, perasaanmu, di hadapa setiap batu dan butir pasir dan di dalam cakrawala yang samar-samar.
Yang engkau saksikan hanyalah Allah, tidak siapa pun. Hanya Dia satu-satunya yang ‘ada’, sedangkan selain Dia semua tak ubahnya laksana ombak da buih. Dialah satu-satunya kebenaran, selain Dia semuanya tidak nyata. Ketika menunaikan berbagai macam aspek ibadah haji, engkau merasakan semakin menyimpang jauh dari dirimu sendiri dan semakin mendekati Allah. Dalam suasana jiwa yang gembira, engkau merasa dipaksa bergerak ke satu arah saja, dan engkau pun tidak boleh kembali. Dunia tampak seperti jantung yang berdegup. Allah “terlihat” di mana-mana.
Selanjutnya, engkau akan memasuki daerah sekitar Makkah. Di sana ada rambu-rambu yang menunjukkan daerah haram, dan begitu tiba engkau pun dilanda perasaan aman. Di tanah haram ini engkau tidak boleh berkelahi, berburu, membunuh, atau mencabut tetumbuhan. Peraturan ini ditetapkan setelah Nabi Muhammad saw menaklukkan Makkah (dalam rangka membebaskan Ka’bah dari berhala-berhala) , dan sejak penaklukan itu maka diberlakukanlah tradisi yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu di daerah Makkah.
Pada saat memasuki wilayah sekitar tanah haram maka seruan “Labbaika” segera dihentikan. Keheningan merasuk di mana-mana, dan ini menandai kedatanganmu. Di sinilah sang Tuan Rumah (Allah) dan inilah rumah-Nya. Semua orang membisu tapi hati masing-masing terbakar api cinta.
Kota Makkah menyerupai sebuah mangkuk raksasa yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Setiap lembah, jalan dan lorong menghadap ke lantai rumah besar ini. Ka’bah berada di pusatnya. Engkau akan menyaksikan gerombolan manusia yang berpakaian serba sama turun membanjiri Masjidil Haram laksana sungai berwarna putih. Di tengah-tengah banjir manusia ini engkau akan merasa bagaikan setetes air. Semakin engkau mendekati Ka’bah, semakin engkau merupakan keagungan. Ketika menuruni bukit (menuju Ka’bah) maka engkau kian mendekati Allah. Hanya melalui kerendahan hati dan ketaatanlah maka engkau dapat meraih kemuliaan dan kebesaran, dan akhirnya mencapai keutamaan. Dengan kata lain, engkau tidak mencari Allah di langit dan tidak juga secara metafisik (gaib), namun pencarian itu dilakukan di bumi ini. Dia dapat dilihat di dalam segala sesuatu atau di bebatuan.
Camkanlah selalu bahwa untuk dapat melihat-Nya maka engkau harus berada di jalan yang lurus. Oleh karena itu, engkau harus melatih diri untuk melihat jalan yang lurus. “Adegan” ini menunjuk kepada takdir umat manusia dan melambangkan penurunannya jauh ke dalam bumi (dikubur) dan kenaikkannya menuju Allah (bangkit menuju akhirat).
Sekarang, engkau masih dekat dengan Ka’bah. Suasananya dipenuhi dengan kebisuan, tafakur (perenungan) dan cinta. Setiap langkah yang engkau tempuh pada setiap peristiwa kian memperbesar rasa cinta dan takutmu. Kehadiran Allah semakin terasa bertambah dekat, dan pandangan matamu pun semakin bertambah luas dan terfokus ke kiblat. Menjadi sulit rasanya untuk bernafas, dan hatimu penuh dengan berbagai hasrat sementara bibirmu membisu. Engkau ingin tahu betapa pundak-pundak yang lemah dan selaput-selaput hati yang halus dapat memikul ketergantungan ini.
Saat menuruni lembah mungkin saja engkau merasa akan jatuh. Namun kemudian, tampaklah sang Ka’bah. Ka’bah, kemana kaum Muslim menghadap ketika salat, adalah pusat eksistensi, keyakinan, cinta dan kehidupan. Tempat tidur pasien-pasien yang sakit diletakkan mengarah ke Ka’bah, dan jenazah yang dikubur pun mengarah ke Ka’bah.
Dr Ali Syari’ati