Berita
#MaknaHaji: Mina [2]
Sebelumnya #MaknaHaji: Mina [1]
Tangan Allah menyokong ummah ini.
Gerakan, kesempurnaan, wakil Allah di dunia ini, kemenangan dan semuanya tertulis dalam ‘takdir manusia’, Tradisi Allah yang konstan adalah menolong ummah dan masyarakat pada umumnya. ‘Takdir sejarah’ menyangkut tradisi Allah dalam penciptaan umat manusia. Yang dapat dilakukan oleh ‘engkau’ dan ‘aku’ adalah menemukan tradisi ini dan melakukan seleksi yang tepat dari takdir yang tertulis, takdir sejarah, kehendak Allah pada suatu waktu tertentu, hasil dari kehidupan manusia dan akhir dari revolusi yang berkesinambungan demi perdamaian universal.
Karena ini adalah Allah yang disembah Ibrahim dan Pencipta umat manusia yang berfirman dalam Alquran:
Hamba-hamba-Ku yang saleh akan mewarisi dunia ini. (QS. al-Anbiya: 105)
Dan Dia pula yang menjanjikan:
Dan Kami hendak memberikan karunia kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi dan menjadikan mereka sebagai contoh dan pewaris (dunia). (QS. al-Qashash: 5)
‘Ketakberdayaan’ -yang meliputi segala sesuatu yang menjadikan manusia lemah dan terasing- akan menghancurkan moral dan kekuatan fisik manusia. Inilah kata yang menggambarkan segenap cara yang digunakan oleh musuh umat manusia, seperti kolonialisme, eksploitasi, pembuangan atau istilah lain apa pun yang mungkin digunakan di masa datang. Biarkan mereka mengatakan apa yang mereka sukai. Bagaimanapun juga Allah berjanji akan menyelamatkan dan membebaskan para korban penindasan. Selain itu, Dia menjanjikan kepemimpinan umat manusia di masa yang akan datang. Kelompok manusia yang selalu dan di mana-mana dicabut hak azasi manusianya akan mewarisi istana-istana kekuasaan, perbendaharaan kekayaan dan kemujuran mendapat pendidikan. Betapa mirip kata ‘masyarakat dunia yang tertindas’ (mustadhafin) dan kata ‘kaum malang penghuni bumi’ (maghdlubin) yang merupakan judul sebuah buku karya Frantz Fanon (Teoretikus politik yang menganalisis kolonialisme).
‘Di hari pengadilan kelak, para petugas Allah akan membagi manusia ke dalam dua kelompok: kelompok yang selamat dan akan dimasukkan ke dalam surga, dan kelompok terkutuk yang akan dimasukkan ke dalam neraka.’ Bahkan di dunia ini pun mereka yang diangkat oleh setan telah memisahkan manusia ke dalam dua kelompok: kelompok calon penghuni surga dan kelompok yang akan disiksa dalam neraka. Pada bagian awal bukunya, From Two Billion Population of the Earth, Sartre (filsuf Prancis beraliran eksistensialisme) mengatakan bahwa kaum kolonialis beranggapan bahwa 500 juta orang penghuni bumi ini adalah ‘manusia’ sementara 1,5 milyar lainnya adalah ‘orang pribumi’ atau kaum rendahan yang menjadi warga dunia ketiga.
Namun apa bedanya jika takdir sejarah dan ketentuan Allah memberikan kemenangan kepada ‘korban penindasan’, ‘penghuni bumi yang tak berdaya’ atau ‘putra-putra Habil’? Ketentuan Allah tidak akan berubah, dan inilah takdir sejarah!.
Allah menciptakan fenomena dan Dia pula yang menetapkan orientasinya. (QS. Fathir: 43)
Dan engkau, sebagai sebuah ‘fenomena’ haruslah menemukan takdir ini dan pilihlah takdirmu!. Persis sebagaimana alam dan sejarah memiliki takdirnya sendiri maka engkau pun mempunyai takdir sendiri!. Engkau adalah penghuni empat penjara besar: alam, sejarah, masyarakat, dan dirimu sendiri. Engkau harus sengaja mengungkap takdir alam dengan cara mempelajari sains, dan dengan sains itu bebaskanlah dirimu dari penjaranya. Engkau harus sengaja mengungkap sejarah (dengan mempelajari ilmu filsafat dan sejarah) dan setelah mengetahuinya ubahlah sejarah mu. Engkau harus sengaja mengungkap masyarakatmu (dengan mempelajari ilmu sosiologi) dan kuasailah bagaimana caranya menerapkan peraturan-peraturannya untuk membebaskan dirimu sendiri. Untuk melepaskan diri dari tiga penjara ini engkau memerlukan ‘pengetahuan’. Tapi, bagaimana dengan penjara yang keempat, penjara insting manusia? Penjara ini bersifat internal dan dibawa-bawa oleh dirimu sendiri.
Sains tidak mampu membebaskanmu dari penjara ini karena ia berada dalam dirimu. Penjara ini berada dalam dirimu yang banyak berpengetahuan. Engkau membutuhkan pengetahuan khusus untuk memperkenalkan engkau kepada ‘dirimu sendiri’ dan untuk menolongmu menemukan dirimu sendiri. Engkau memerlukan kekuatan tertentu agar dapat mengatasi kelemahanmu dan berontak melawan dirimu sendiri. Engkau memerlukan tangan yang kuat untuk menolong dan mengubah dirimu. Dalam hal ini maka pengetahuan bukanlah obat melainkan tawanan kaum terpelajar itu sendiri. Namun, kearifan, kesadaran dan keimanan (cahaya-cahaya yang dinyalakan di atas bumi oleh para nabi) merupakan jenis-jenis pengetahuan yang akan memudahkan penemuan diri dan mengenali tawanan dalam dirimu.
Kekuatan yang akan membebaskan dirimu dari sifat egoismu bukanlah ‘hamba sains’ tetapi ‘seni mencinta’. Kekuatan ini akan membuatmu sanggup mengorbankan kehidupanmu melalui syahadat jika engkau merasa bahwa kehidupan adalah tawananmu. Dan, dengan tanganmu sendiri engkau akan mengorbankan Ismail -perbuatan yang melampaui syahadat- jika menurutmu Ismail menghalangi jalanmu. Bisa disimpulkan bahwa engkau dapat membebaskan dirimu sendiri dari penjara keempat melalui ‘cinta’. Pengetahuan ini memberimu suatu derajat kesadaran dan kreativitas yang memungkinkan engkau untuk membangun dirimu sesuai kehendak Allah dan tidak hanya menjadi hamba alam.
Manusia adalah makhluk yang turun ke bumi ini dan dibiarkan terlunta-lunta sendirian. Oleh karena itu, engkau hanyalah sebuah fenomena yang hidup dan harus membangun alammu sendiri. Engkau adalah sebuah ‘kenihilan’ atau ‘ketiadaan apa-apa’ yang bisa menjadi segala sesuatu. Engkau adalah sebuah ‘keraguan’ atau ‘kemungkinan’ yang berbentuk manusia. Jika engkau memilih menjadi manusia dan secara sadar mengungkapkan alam (keyakinan)-mu maka engkau akan mampu membebaskan dirimu sendiri. Engkau akan mampu menemukan takdir sejarah dan menyadari bahwa sejarah adalah takdir manusia sepanjang zaman, dan merupakan suatu evolusi dari kenihilan menuju Allah. Dari sesuatu yang tiada apa-apanya engkau mulai mengenal manusia dan nilai-nilainya sehingga engkau pun menjadi umat manusia. Inilah ‘sungai’ yang takkan pernah berujung dan mengalir abadi. Keagungan malam Masy’ar dan penindasan oleh tiga penindas di Mina tidak akan mengubah atau membelokkan gerak maju takdir ini. Ini adalah ‘takdir’ dari Allah.
Jika engkau ‘tidak tahu’ maka suratan takdirmu tetap tidak akan dituliskan oleh orang lain, tapi jika engkau ‘tahu’ maka dirimu sendirilah yang akan menuliskannya.
Dan engkau, wahai ‘kenihilan’, yang kini sudah ‘sadar’ dan ‘bebas’, jika engkau tiba di Miqat tepat waktu dan mengetahui serta mengikuti jalan alamimu (takdir Adam), maka engkau akan berada di jalan yang benar (yakni, pergi dari kampung halaman menuju Ka’bah) atau dari ‘lumpur’ menuju Allah. Dunia ini berada di bawah otoritas kehendak Allah dan diatur oleh ketentuan ilmiah. Dengan berdiri di tepi ‘sungai’ ini maka engkau pun bebas dan berhak untuk memutuskan apakah akan tetap berada di tepi sungai kemudian mati atau masuk ke dalam sungai manusia kemudian bergerak hidup. (Sekarang kita bisa mengerti makna dari apa yang dikatakan Imam Ja’far Shadiq as, “Bukan kehendak bebas dan bukan pula takdir, melainkan berada di antara keduanya.” Memilih takdir merupakan suatu kemerdekaan. (Kepasrahan + Ketaataan = Islam)
Banjir manusia ini melanda perbatasan Mina dan menaklukkan negeri iblis. Bersamaan dengan kalahnya setan, matahari hari ke-10 mengangkat bendera kemenangan. Melalui senyuman pertamanya matahari memberikan aba-aba untuk lewat. Aba-aba tersebut memberi perintah untuk memulai pertempuran dan serangan; berbarengan dengan itu matahari mengumumkan kemenangan dan selesainya tugas perang.
Inilah takdir sejarah dan kehendak Allah atas umat manusia -semuanya di tangan umat manusia dan terserah kepada pilihanmu. Jadi, apa ‘jika’ yang paling penting itu? Yakni, engkau akan meraih kemenangan ‘jika engkau masuk ke dalam banjir manusia ini’. Manusia yang telah memutuskan untuk mendekati Allah. Negeri itu! Masyarakat yang abadi dan hidup! Sungai bergemuruh yang akan menghantam bebatuan ataupun bendungan dan pasti mengalir sampai ke laut. Benar, jika engkau tidak berhenti dalam penjalananmu menuju Mina dari Masy’ar, jika engkau tidak melewati jalan yang salah ataupun jalanmu, tetapi malah bergabung dengan umat manusia, maka engkau akan sampai di Mina, mengalahkan setan dan mengorbankan anakmu Ismail. Inilah perintah Allah yang jelas kepada semua orang yang pergi menunaikan ibadah haji.
Apabila engkau bertolak dari Arafah bersama orang banyak, berzikirlah kepada Allah di monumen suci (Masy’aril Haram). Berzikirlah kepada-Nya karena Dia telah memberimu petunjuk, meskipun sebelumnya engkau adalah orang-orang yang sesat. (QS. al-Baqarah: 198)
Dengan berbekal tekad dan persenjataan lengkap pasukan tauhid memasuki medan tempur lembah Mina.
Ali Syariati