Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Macam-macam Bentuk Ujian (2/3)

Harta dan Anak

Bagaimana dengan memperoleh harta, membelanjakan dan menyimpannya, serta seberapa besar ketergantungan padanya? Semua itu juga merupakan medan ujian bagi manusia. Allah Swt berfirman: Ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. (QS. al-Anfal: 28)

Baca pembahasan sebelumnya Macam-macam Bentuk Ujian (1/3)

Kebanyakan orang sangat komit dalam masalah ibadah rutin dan keberagamaan. Namun, ketika dihadapkan dengan masalah material, mereka langsung berpaling, seraya melupakan hukum Tuhan, kemanusiaan, hak, dan keadilan. Demikian pula anak-anak yang merupakan buah hati dan kuncup kehidupan bagi orangtua. Banyak orang yang terlihat berpegangan pada perkara keagamaan, kemanusiaan, dan moral, namun semua itu terlupakan saat anak-anaknya muncul di hadapan mereka, seolah ada penghalang dalam pikiran mereka. Cinta pada anak dapat mengubah yang halal jadi haram, begitu pula sebaliknya. Mereka akan melakukan apapun demi masa depannya, sekalipun dengan merampas hak orang lain.

Di tengah dua medan besar ujian itu, kita harus berserah diri kepada Allah Swt dan sadar bahwa banyak orang telah tergelincir dan terjatuh di medan ujian ini serta menerima celaan untuk selamanya diakibatkan perbuatannya sendiri.

Istri dan Anak

Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah terhadap mereka. (QS. ath-Thagabun: 14)

Bukti nyata permusuhan ini tidak sedikit; bisa terjadi ketika Anda hendak melakukan hal positif seperti berhijrah, mereka (anak dan istri) menarik baju Anda dan menghalangi tindakan mulia ini, bahkan mengharapkan kematian Anda agar dapat memiliki harta kekayaan Anda dan sebagainya.

Jelas, tidak semua anak-anak dan istri seperti itu. Karenanya, dalam ayat tersebut, huruf ‘min’ tab’idhiyah (memuat arti sebagian) mengisyaratkan makna bahwa hanya sebagian mereka seperti itu (menjadi musuh). Maka waspadalah! Musuh semacam ini terkadang berupa sesuatu yang dicintai, pelayanan, kebaikan yang menyimpan niat jahat, dan kebencian, atau motif kepentingan pribadi.

Hal terpenting ketika seseorang berada di persimpangan jalan yang saling bertentangan, hendaklah tidak bimbang dalam menentukan langkah. Keridhaan Allah Swt harus diutamakan, sebab di situlah letak keselamatan dunia dan akhirat. Imam Muhammad Baqir as berkata, ”Sebagian laki-Iaki, ketika ingin berhijrah, anak dan istrinya menghalangi seraya berkata, ‘Bersumpahlah untuk tidak pergi! Karena jika kamu pergi, kami akan kehilangan dirimu sebagai pengayom kami.'” Sebagian lelaki menuruti mereka dan tetap tinggal. Padahal ayat tersebut turun untuk mengingatkan mereka dari memenuhi permintaan dan mematuhi anak dan istri dalam masalah ini.

Al-Quran juga mengisyaratkan prinsip umum lain terkait harta benda dan anak-anak: Ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. (QS. al-Anfal: 28).

Jika lulus dari medan ujian tersebut, seseorang akan memperoleh pahala agung di sisi Allah Swt: Hanya di sisi Allahlah pahala yang besar. (QS. ath-Thagabun: 15)

Ayat sebelumnya hanya bicara soal permusuhan sebagian istri dan anak yang menjauhkan manusia dari jalan ketaatan kepada Allah Swt, bahkan tak jarang menyeret pada kekufuran. Ayat berikutnya bicara tentang semua anak dan harta benda yang merupakan sarana ujian bagi setiap manusia.

Demi membimbing manusia, Allah senantiasa menempatkan mereka dalam posisi sulit dan menguji dengan beraneka masalah; namun perkara anak dan istri merupakan ujian besar. Daya tarik harta benda di satu sisi dan cinta kepada anak-istri di sisi lain, melahirkan upaya kuat pada diri manusia. Ia akan berada dalam tekanan berat bila keridhaan Allah Swr terpisah dari kerelaan mereka.

Kata “innama” dalam surah al-Anfal ayat ke-28, yang digunakan sebagai pembatasan, menunjukkan bahwa dua masalah tersebut (harta dan anak-anak) adalah sarana ujian yang paling besar. Karena itu Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as dalam Nahjul Balaghah mengungkapkan, “Siapapun kalian, hendaklah tidak mengucapkan, ‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari suatu fitnah (ujian dan cobaan).’ Setiap orang memiliki ujian (setidaknya memiliki harta dan anak, sebab pada dasarnya kehidupan dunia adalah alam ujian). Siapa yang ingin berlindung kepada Allah Swt, hendaklah berlindung dari cobaan-cobaan yang menyesatkan, sebagaimana firman Allah: Dan ketahuilah bahwa harta dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan.”

Ikatan Emosional

Salah satu ujian besar dari Allah Swt adalah persimpangan garis keimanan dan ketakwaan dengan ikatan emosional dan kekeluargaan. Al-Quran menjelaskan tugas muslimin. Pertama, sebagai hukum universal yang lahir dari prinsip emosional dan kesadaran akan hak: Kami wasiatkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orang tuanya. (QS. al-Ankabut: 7/al-Ahqaf: 93)

Kedua, agar manusia tidak berpikir bahwa ikatan emosional dengan ayah dan ibu mengalahkan ikatan manusia dengan Allah Swt dan keimanan. Ini dijelaskan dengan sebuah pengecualian: Jika mereka memaksamu mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentang itu, janganlah kamu mengikuti mereka.

Lulus dan Gagal

Dalam menghadapi ujian Tuhan, manusia terbagi dalam dua golongan: lulus dan gagal. Misal, rasa takut yang melemahkan sebagian orang. Supaya terhindar dari bahaya sekecil apapun, mereka melepaskan diri dari tanggung jawab, lari dari kewajiban, menolak peperangan, atau mencari jalan damai dengan alasan dibuat-buat, sambil mengatakan: Kami takut akan mendapat bencana (dan kami memerlukan bantuan mereka)? (QS. al-Maidah: 52)

Sekelompok lain mempersiapkan diri, berkorban melawan segala kekhawatiran dengan keimanan dan penuh tawakal kepada Allah Swt. Firman Allah: (Yaitu) orang-orang yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu, karena itu takutlah kepada mereka.” Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami, dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali Imran: 173)

Setiap orang berbeda-beda dalam menghadapi masalah dan cobaan, seperti rasa lapar, kerugian harta, maupun ancaman nyawa.

Said Husain Saidi, Bertuhan dalam Pusaran Zaman

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *