Artikel
KISAH – SALMAN AL FARISI
Hari menjelang siang. Kaum muslim duduk di Masjid Nabi, menunggu azan untuk menunaikan salat.
Salman memasuki masjid dan disambut oleh saudara-saudara mukminnya.
Kaum muslim ingin mengetahui suku laki-laki Persia itu. Mereka menyebutkan suku mereka masing-masing dengan keras agar salman dapat mendengarnya.
Salah seorang dari mereka berkata, “Aku berasal dari suku Tanin.” Yang lain berkata, “Aku berasal dari suku Quraisy. “yang ketiga berkata,” “Aku berasal dari suku Al Ash.” Dan seterusnya.
Untuk mengajarkan kepada mereka arti Islam, salman menjawab, “Aku adalah putra Islam! Aku dulu tersesat! Sampai Allah menenuntunku dengan Muhammad. Aku adalah orang miskin! Sampai Allah membuatku kaya dengan Muhammad. Aku adalah orang budak! Sampai Allah membebaskanku dengan Muhammad. Islam-lah sukuku!”
Kaum muslimin di Masjid menjadi terdiam, karena Salman mengajarkan pada mereka sebuah pelajaran Islam.
Siapa Salman?
Suatu hari, lahirlah seorang bangsawan di Isfahan, Persia (saat ini Iran). Pemuda itu bernama Ruzbah (yang berarti bahagia). Ayahnya adalah seorang kepala desa kaya raya.
Saat itu, orang-orang Persia menyembah api. Karena dianggap sebagai simbol cahaya, api dianggap suci oleh mereka. Mereka pun mempunyai kuil-kuil di mana api dijaga agar selalu menyala. Mereka selalu menyalakan api siang dan malam.
Ketika Ruzbah tumbuh dewasa, ayahnya menginginkannya menjadi orang penting. Sehingga ia menyuruh Ruzbah untuk mengurus kuil dan menjaga nyala api.
Ruzbah berfikir tentang api. Ia tak mau menganggapnya sebagai Tuhan, karena manusialah yang menjaga api itu supaya terus menyala dan agar tidak padam. Ruzbah berkata pada dirinya, “Bagaimana mungkin api yang harus kita jaga adalah Tuhan yang patut disembah?”
Suatu hari pemuda itu berjalan-jalan di ladang hijau. Di kejauhan ia melihat sebuah bangunan yang indah. Ia pun menuju ke sana.
Gedung itu adalah gereja. Gereja itu dibangun oleh beberapa pendeta untuk beribadah kepada Allah.
Pada saat itu, agama Nasrani adalah agama Allah yang benar, bukan Nasrani seperti zaman sekarang ini.
Pemuda itu berbincang dengan para pendeta di sana. Cinta kepada agama Allah meliputi hatinya. Lalu ia bertanya kepada mereka, “Dari mana asal agama ini?” Para pendeta menjawab, “Agama ini berasal dari Syam.”
Hijrah
Ruzbah memutuskan untuk pergi ke Syam. Lalu ia menunggu rombongan kafilah dagang. Para kafilah dagang pun mengizinkannya ikut bersama.
Di Syam, pemuda itu tinggal di sebuah rumah pendeta. Ia ingin mempelajari dasar-dasar agama, perilaku yang baiki, dan mempelajari Injil.
Selang beberapa waktu, pendeta itu meninggal dunia. Sehingga Ruzbah pindah ke Mosul (sebuah kota di Irak Utara). Di sana ia tinggal di sebuah gereja. Lalu ia pindah ke sebuah tempat bernama Nasibin, kemudian ke Ammuriyah.
Ruzbah tinggal di Ammuriyah selama beberapa waktu. Pendeta di Ammuriyah adalah orang yang baik. Sebelum ia meninggal, ia berpesan pada Ruzbah, “Dalam waktu dekat, Allah akan mengutus seorang nabi. Nabi itu akan membawa agama Ibrahim. Dan beliau akan hijrah ke tanah yang dipenuhi pohon kurma.”
Ruzbah bertanya, “Apa tanda-tandanya?”
Pendeta itu menjawab, “Tanda-tandanya adalah beliau mau menerima hadiah, tetapi tidak menerima sedekah. Dan tanda-tanda kenabiannya berada di antara bahunya.”
Pendeta yang baik itu meninggal. Ruzbah pun sendirian. Ia pun berfikir untuk pindah ke Jazirah Arab.
Ia rela meninggalkan kehidupan mapan di tempat kelahirannya untuk mencari nabi Muhammad saw. Ia berjuang dengan keras, mengorbankan jiwa, raga dan hartanya untuk menemukan agama Allah yang benar.
Suatu hari, ada kafilah dagang melewatinya. Ruzbah memberikan seluruh uangnya untuk menumpang ke Makkah.
Para kafilah menerima uangnya. Para kafilah dagang itu malah menjadikan Ruzbah sebagai barang dagangan. Mereka menjual Ruzbah ke orang Yahudi sebagai seorang budak.
Ruzbah sedih karena penghianatan itu. Tetapi ia bersabar. Ia mulai bekerja kepada orang Yahudi itu di sebuah ladangnya.
Hari-hari berlalu. Suatu pagi, seorang dari bani Quraidha mengunjungi sepupunya (tuannya Ruzbah). Ia melihat Ruzbah sedang bekerja keras. Laki-laki itu berkata pada sepupunya, “Juallah budak itu padaku.” Sepupunya pun menyetujui.
Ruzbah gembira karena orang bani Quraidha itu tinggal di Yatsrib (Madinah), yang dipenuhi dengan pohon kurma. Ia teringan dengan perkataan pendeta Amuriyah, bahwa nabi yang dijanjikan akan muncul di sana.
Ruzbah menghitung hari. Ia menanti kemunculan sang nabi.
Suatu hari, sewaktu ia sedang bekerja di ladang, ia mendengar tuannya berkata kepada seorang temannya, “Muhammad telah tiba di Quba. Dan beberapa orang dari Yatsrib telah menerimanya.”
Ruzbah gembira mendengar berita itu. Saat malam tiba, ia membawa beberapa butir kurma dan meninggalkan tuannya diam-diam.
Jarak antara Yatsrib dengan Quba sekitar dua mil (sekitar 3 km). Ia bergegas ke Quba untuk menemui nabi. Ketika sampai di Quba dan bertemu Nabi Muhammad saw., Ruzbah berkata, “Aku telah mendengar bahwa Anda adalah orang baik, dan aku lihat ada beberapa orang lain bersama Anda. Oleh karena itu, aku bawakan kurma-kurma ini sebagai sedekah.”
Nabi saw menerima kurma itu dan membagi ke sahabat-sahabatnya. Nabi tidak memakan sedikit pun. “Ini adalah tanda pertama,” kata Ruzbah kepada dirinya sendiri.
Malam berikutnya, Ruzbah datang lagi dan membawa beberapa butir kurma. Ia berkata pada Nabi Muhammad saw., “Ini adalah hadiah.”
Nabi menerima kurma-kurma itu, dan berterima kasih. Kurma-kurma itu dibagikan nabi kepada sahabat-sahabatnya. Kali ini nabi ikut memakan kurma itu bersama yang lainnya. Ruzbah kembali berkata pada dirinya, “Ini adalah tanda yang kedua.”
Mulai saat itulah Ruzbah merasa yakin, bahwa Muhammad saw. adalah nabi yang dijanjikan. Ia lalu memeluk nabi dan menyatakan keislamannya. Karena itulah, Nabi Muhammad saw. menamainya Salman, yang kemudian orang lebih akrab menyebutnya Salman Al Farisi.
Kemerdekaan
Islam datang untuk memerdekakan manusia dari penguasaan manusia lain. Allah SWT memberikan manusia kebebasan. Sehingga Nabi Muhammad saw. berkata pada sahabat-sahabatnya, “Bantulah Salman untuk mendapatkan kemerdekaannya!”
Orang Yahudi yang menjadi majikan Salman menerima untuk membebaskannya. Namun sebagai gantinya ia minta ditanamkan 3.000 pohon kurma.Nabi saw. pun mulai menanam pohon-pohon kurma itu. Semua pohon itu hidup. Dengan cara inilah Allah SWT memerdekakan Salman. Sehingga ia hidup dengan bahagia bersama Nabi Muhammad saw.
Sejak saat itu, Salman menjadi pribadi Muslim yang berjasa besar dalam memperjuangkan Islam dan pembelaannya terhadap nabi. Melalui kerja keras dan kecerdikannya mengatur siasat perang, Salman telah berjasa besar menyelamatkan umat Islam di Madinah dari pengepungan dan penyerangan kaum kafir yang dipimpin Abu Sufyan dengan 24.000 pasukan (disebut perang Khandaq). Dan berbagai perjuangan lainnya.
Melihat sosok Salman yang hebat ini, Nabi juga pernah berujar mengenai bangsanya secara spesifik.
“Seandainya iman berada di bintang Tsurayya, niscaya ia akan dapat diraih oleh para lelaki Persia.”
Dalam redaksi yang sedikit berbeda, diriwayatkan, “Seandainya ilmu digantungkan di bintang Tsurayya, niscaya ia akan dapat diraih oleh anak-anak Persia.”
Karena itulah kaum Anshar di Madinah, dan kaum Muhajirin, menyebut Salman sebagai pahlawan. Mereka pun saling berebut pengakuan, “Salman adalah bagian dari kami!”
Lalu kaum Muslimin memperhatikan nabi dan meminta pandangan beliau tentang Salman. Nabi bersabda, “Salman adalah bagian dari keluargaku!”
Pada kesempatan lain, Nabi saw. bersabda, “Allah SWT telah memerintahkanku untuk mencintai empat orang, dan Ia berfirman bahwa Ia pun mencintai mereka. Orang-orang itu adalah Ali, Al Miqdad, Abu Dzar, dan Salman.”
Beberapa tahun setelah wafatnya Rasulullah, Salman terus berjuang bersama para sahabat lain untuk menegakkan ajaran Islam.
Hingga suatu ketika Salman diangkat menjadi Gubernur Al Madain. Salman adalah contoh penguasa Muslim yang adil. Ia membagikan gajinya untuk seluruh fakir miskin.
Ia hidup sederhana. Hingga orang yang tak mengenalnya mengira ia adalah seorang fakir miskin dari Al Madain.
Setelah berusia lanjut, Salman menderita sakit keras. Kaum Muslimin mengunjunginya dan memohon kepada Allah bagi kesembuhan penyakitnya. Mereka memandangnya dengan rasa cinta, karena Salman mencintai Allah, rakyat, serta banyak berbuat kebaikan.
Suatu pagi, Salman meminta istrinya untuk mengambilkan bungkusan yang telah disimpannya selama beberapa tahun. Istrinya bertanya tentang bungkusan itu, dan Salman berkata, “Demi Rasulullah yang telah berkata kepadaku, ‘Jika kematian menghampirimu, beberapa orang (maksudnya malaikat) akan datang padamu. Mereka menyukai wewangian tapi tidak memakan makanan.'”
Ia pun membuka bingkisan itu dan memercikkannya dengan air. Bau wangi pun menyebar dan memenuhi seluruh ruangan. Lalu Salman meminta istrinya membuka seluruh pintu.
Selang beberapa saat, Salman pun menutup matanya dan meninggal dunia.