Ikuti Kami Di Medsos

Akhlak

Kesabaran Imam Hasan as, Mukaddimah Kebangkitan Karbala

Imam Hasan al-Mujtaba as gugur syahid secara mazlum di tangan istrinya. Berdasarkan catatan sejarah, Muawiyah memberikan 1.000 dirham kepada Jadah, istri Imam Hasan dan berpesan bahwa jika Imam Hasan as terbunuh maka Jadah akan dinikahkan dengan putranya Yazid bin Muawiyah. Jadah pun memenuhi permintaan Muawiyah dan meracuni Imam Hasan as. Setelah Imam Hasan as gugur syahid, Imam Husein as memandikan dan mengkafani jenazah saudaranya dan meletakkannya dalam sebuah peti, serta memenuhi wasiat terakhirnya, agar Imam Hasan as dimakamkan di sisi Rasulullah Saw. Akan tetapi pasukan Bani Umayah menghadang iring-iringan pelayat Imam Hasan as dan kemudian dengan sangat keji mereka menghujani iring-iringan pelayat itu dengan anak panah. Setelah peristiwa itu, jenazah Imam Hasan as dimakamkan di kompleks pemakaman Baqi.

Baca Biografi Singkat Imam Hasan Al-Mujtaba a.s.

Kezaliman tersebut, merupakan puncak kekurang-ajaran dan penistaan terhadap jenazah Imam Hasan as, yang Rasulullah Saw pernah bersabda, “Hasan adalah bunga harumku, ya Allah, aku mencintainya maka cintailah dia dan cintailah mereka yang mencintainya.”

Berabad-abad berlalu dari musibah besar itu akan tetapi pedihnya luka sayatan atas keterasingan dan kemazluman Imam Hasan as, masih tetap segar di hati Muslim dan para pecinta Ahlulbait as. Apa yang tercatat dalam sejarah tentang masa-masa akhir kehidupan Imam Hasan as, akan membuat siapa pun terkesima akan kesabaran dan ketabahan hati beliau.

Imam al-Mujtaba as bahkan bersabar di hadapan kezaliman dan kejahatan pembunuhnya dan meminta saudaranya (Imam Husein as) untuk tidak berusaha menghukumnya. Diriwayatkan bahwa ketika detik-detik akhir kesyahidan Imam Hasan as telah dekat, beliau berpesan kepada saudaranya, “Wahai saudaraku! Segera aku akan berpisah denganmu dan menjumpai Tuhanku. Mereka telah meracuniku; aku tahu siapa yang melakukan ini kepadaku dan dari mana asal kezaliman ini, aku akan menuntutnya di hadapan Allah kelak; tapi sumpah demi hakku terhadapmu, aku ingin kau tidak mengejar peristiwa ini dan pelakunya dan nantikanlah qadha Allah Swt tentangku.”

Salah satu keunggulan akhlak Imam Hasan al-Mujtaba as adalah kesabaran dan ketabahan beliau. Tentang hal ini, banyak kisah dan riwayat yang tercatat dalam sejarah. Sebagai contoh, Marwan, salah seorang musuh bebuyutan Ahlulbait as, mengaku bahwa kesabaran dan ketabahan Imam Hasan as menandingi kekokohan gunung-gunung.

Setelah kesyahidan Imam Ali as, masyarakat berbaiat kepada Imam Hasan al-Mujtaba as. Sejak itulah, Muawiyah memulai aksi-aksi munafiknya serta menyebar isu dan kebohongan guna mempengaruhi opini publik. Dalam upayanya itu, Muawiyah sedemikian sukses sehingga berhasil menyuap sejumlah sahabat Imam Hasan as. Ketika beliau menyadari ketidaksetiaan dan pengkhianatan para sahabatnya, beliau terpaksa berdamai dengan Muawiyah untuk menjaga nyawa dan harta umat Muslim. Oleh karena itu, pemerintahan Imam Hasan as hanya bertahan enam bulan.

Perdamaian Imam Hasan as, merupakan salah satu langkah efektif dan sangat bijaksana demi menjaga masyarakat Islam. Pada masa itu, perang internal dalam tubuh umat Islam tidak menguntungkan dunia Islam. Karena imperium Romawi yang telah merasakan pukulan telak dalam perang dengan pasukan Islam, selalu menanti saat yang tepat untuk melancarkan serangan balasan.

Baca 10 Muharram, Tragedi Pembantaian Keluarga Nabi di Padang Karbala

Di sisi lain, kondisi masyarakat Irak sedemikian rupa sehingga mereka tidak siap mental untuk membentuk pasukan dan bersama dalam barisan Imam Hasan as. Oleh karena itu, terjun ke medan perang dengan pasukan yang tidak siap secara mental tidak akan menghasilkan apapun kecuali kekalahan. Atas dasar itu, Imam Hasan as hanya dapat bersabar menyaksikan kebodohan dan ketidaksadaran masyarakat, serta berdamai dengan Muawiyah demi menjaga dunia Islam.

Kepada masyarakat Imam al-Mujtaba berkata, “Bangsa-bangsa berdamai, di saat mereka dicekam kezaliman para penguasa mereka, akan tetapi aku berdamai di saat aku khawatir akan kejahatan sahabat-sahabatku sendiri. Aku menyeru kalian untuk berjihad melawan musuh, kalian tidak bangkit. Aku telah menyampaikan hakikat ke telinga kalian, tapi kalian tidak mendengar dan sekarang belum selesai ucapanku, kalian telah bercerai-berai seperti kaum Saba’, dan dengan kedok saran dan nasihat, kalian saling menipu.”

Kesabaran Imam Hasan as tidak hanya terbatas pada hubungan beliau dengan banyak orang, melainkan sifat mulia beliau ini juga telah menyelamatkan dunia Islam dan menjaga nyawa kaum Syiah. Mungkin karena alasan ini pula, kesabaran menjadi sifat paling menonjol Imam Hasan as, mengingat pengaruh dari kesabaran beliau ini masih dirasakan hingga kini.

Pada masa pemerintahan Muawiyah, jika Imam Hasan as tidak bersabar dan berdamai dengannya, maka seluruh pondasi Islam terancam bahaya besar. Oleh karena itu, dalam menjawab mereka yang memprotes keputusan berdamai itu, Imam Hasan as berkata, “Aku berdamai demi menjaga darah Muslim. Jika aku tidak berbuat demikian, maka tidak akan tersisa satu Syiah pun di muka bumi ini… celakalah kalian! Kalian tidak tahu apa yang telah aku lakukan, sumpah demi Allah, menerima perdamaian ini lebih baik bagi pengikutku dari apa saja yang matahari menyinarinya dan kemudian terbenam.”

Bukan tanpa alasan jika Rasulullah Saw menjelaskan sosok Imam Hasan as dan bersabda, “Jika akal tampil dalam bentuk manusia, maka manusia itu adalah Hasan (as).”

Meski beliau dikenal sebagai sosok penyabar, akan tetapi sejarah menjadi saksi bahwa dalam banyak kesempatan dan jika diperlukan, beliau menunjukkan ketegasan dan keberaniannya. Oleh karena itu dalam sejarah hidup Imam Hasan as, kita menyaksikan Imam Hasan as bersikap berani dan sangat tegas hingga menggetarkan seluruh pilar-pilar durjana istana musuh. Meski para musuh telah menyusun rencana sedemikian rupa sehingga Imam Hasan as terpaksa menyingkir dari pemerintahan, akan tetapi hal itu membuat Imam tetap bersabar di hadapan kezaliman para penguasa taghut.

Di Madinah, misalnya, dalam banyak kesempatan Imam dengan tegas menentang cara-cara tidak islami Muawiyah. Setelah perdamaian dengan Imam Hasan as, Muawiyah menuju Kufah dan di sana, di hadapan khalayak umum, dia lancang menghina Imam Ali as. Namun belum selesai kelancangannya itu, Imam Hasan as berdiri di mimbar dan berkata kepada Muawiyah, “Apakah kau sedang mengolok Amirul Mukminin Ali (as), meski Rasulullah (Saw) telah bersabda tentangnya bahwa barang siapa mengolok-olok Ali (as) maka dia telah mengolokku dan barang siapa mengolokku, maka dia telah mengolok Allah (Swt), dan barang siapa mengolok Allah (Swt), maka Allah akan menjerumuskannya ke neraka untuk selamanya dan mengazabnya.” Kemudian, Imam Hasan as turun dari mimbar dan keluar dari masjid sebagai bentuk protes.

Imam al-Mujtaba dengan pandangannya menerawang jauh ke masa depan, rela bersabar menghadapi protes, sindiran dan berbagai ungkapan dari para sahabatnya yang bodoh dan berpikiran dangkal, demi menyelamatkan dunia Islam. Imam Hasan as dengan kesabaran dan ketabahan beliau berusaha membuat masyarakat sadar akan hakikat Muawiyah dan Bani Umayyah. Pada hari pertama setelah perdamaian, Muawiyah telah melanggar kesepakatan. Sampai-sampai Muawiyah dalam sebuah pidatonya mengatakan, “wahai masyarakat Irak! Aku telah berperang dengan kalian untuk berkuasa atas kalian!, kemudian dia merobek surat perdamaian dan menginjak-injaknya.”

Akibat ulah Muawiyah dan pelanggarannya, secara perlahan masyarakat menyadari kekhilafan mereka. Melalui kesabaran beliau, Imam Hasan as memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyaksikan sendiri kesewenang-wenangan dan kezaliman Bani Umayyah. Semua itu pada akhirnya mempersiapkan gerakan kebangkitan saudaranya Imam Husein as. Jika masyarakat tidak mengenal wajah sejati Bani Umayyah, maka tekad dalam gerakan kebangkitan Imam Husein as akan dipersoalkan dan pada akhirnya kebangkitan tersebut tidak pernah terwujud. Dengan demikian, langgengnya Islam adalah berkat kebijaksanaan Imam Hasan as. Menurut Syeikh Razi Ale Yasin, kisah Karbala sebelum menjadi Huseini, adalah Hasani. [hajij]

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *