Berita
Kapan Syiah Lahir? [bag 3]
Kapan Syiah Lahir? [bag 3]
Pembahasan sebelumnya Syiah dan Maknanya [bag 2]
Mari kita telaah kelahiran syiah dan sejarahnya, untuk dapat memberi penilaian yang pro atau kontra dengannya, melalui sejarah berdiri dan lahirnya. Setelah kami kaji pandangan-pandangan mengenainya, kami menghasilkan sebuah rangkuman bahwa syiah:
- Lahir di masa Rasulullah saw dan beliaulah pendiri dan penanamnya.
- Lahir setelah wafat Rasulullah saw; bahwa di saqifah Bani Saidah sejumlah sahabat dari Muhajirin dan Anshar berpihak pada Ali as dan menolak berbaiat kepada selain dia.
- Lahir pasca perang Jamal; bahwa sejumlah sahabat bergabung dalam barisan Ali as dan berperang bersamanya.
- Lahir pasca terbunuhnya al-Husein as dan munculnya kebangkitan kelompok Tawwabin dan Mukhtar.
- Lahir di masa kemazhaban, yaitu di masa Abbasiyah atau setelahnya. Saat itu lahir mazhab-mazhab kefikihan seperti mazhab hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali, dan lahir pula mazhab Syiah Ja’fari.
- Lahir di masa akhir-akhir pra-Furs (Persia), yang jika kita cermati akan kita dapati bahwa tidak ada hubungan mayoritas Furs dengan tasyayu’. Justru kebanyakan mereka bermazhabkan mazhab-mazhab Sunni hingga abad keenam hijriyah, dan bahwa Abu Hanifah, kepala mazhab kaum Hanafi, adalah orang Persia.
Baca juga : Anwar Ibrahim: Syiah Adalah Aliran Agama dalam Islam, Bukan Ancaman!
Demikianlah rangkuman pandangan-pandangan tentang kelahiran syiah. Akan tetapi, seorang pelajar dan pencari kebenaran akan mendapati teks historis yang unggul, yang menegaskan kata “Syi’ah Ali” adalah teks sabda Nabi, sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab hadis, sirah dan tafsir. Bahwa ketika turun ayat: “Sesungguhnya orang‐orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik‐baik makhluk.”(QS al-Bayinah (98): 7)
Dalam sebuah riwayat, Nabi saw ditanya, siapakah “Khairul bariyah” itu? Maka beliau mengisyaratkan kepada Ali as seraya bersabda: “Dia ini dan syiahnya.”
Kami bawakan beberapa riwayat dari jalur saudara-saudara kami Ahlussunnah yang menyebutkan kata “Syiah Ali” sebagai berikut:
- Disebutkan dalam kitab Tafsir ad-Dur al-Mantsur karya as-Suyuthi: Ibn ‘Asakir meriwayatkan bahwa Jabir bin Abdillah berkata: “Kami bersama Rasulullah saw, ketika itu Ali datang. Maka beliau bersabda, “Demi Yang jiwaku di tangan-Nya, sesungguhnya dia ini dan syiahnya adalah orang orang yang berjaya pada hari kiamat.” (Tafsir ad-Dur al-Mantsur/as-Suyuthi, juz 6, hal 379; Tarikh Dimasyq, juz 2, hal 348)Lalu turun ayat: “Sesungguhnya orang‐orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik‐baik makhluk. (QS al‐Bayinah: 7)Semenjak itu para sahabat Nabi saw apabila Ali datang, maka mereka berkata: “Khairul bariyah (sebaik-baik manusia) datang.”
- As-Suyuthi juga menyampaikan: ‘Adi meriwayatkan bahwa Ibn Abbas berkata: “Ketika turun ayat: 24 Tafsir ad-Dur al-Mantsur/as-Suyuthi, juz 6, hal 379; Tarikh Dimasyq, juz 2, hal 348.“Sesungguhnya orang‐orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik‐baik makhluk.” (QS al‐Bayinah: 7)Rasulullah saw bersabda kepada Ali: “Dia (Khairul bariyah) itu adalah engkau dan syiahmu pada hari kiamat dalam ridha dan diridhai.” (Tafsir ad-Dur al-Mantsur/as-Suyuthi, juz 6, hal 379, cetakan al-Yamaniah al-Qahirah tahun 1314; juga disampaikan semakna itu oleh Khawarizmi dalam kitab “Manaqib”nya, hal 66.)
- Ath-Thabari dalam kitab “Tafsir”nya menyampaikan: Diriwayatkan dari Abu al-Jarud dari Muhammad bin Ali –tentang kalimat ayat “adalah sebaik-baik makhluk”–, Rasulullah saw bersabda: “Itu adalah engkau wahai Ali dan syi’ahmu.”
- Al-Khawarizmi dalam kitab “Manaqib”nya menyampaikan: Dari jalur Ibn Mardawaih riwayat dari Yazid bin Syarahil al-Anshari penulis Ali as; ia berkata: “Aku mendengar Ali mengatakan, “Rasulullah saw berkata kepadaku dengan disandarkan kepalanya ke dadaku: “Hai Ali, tidakkah engkau mendengar firman Allah swt: “Sesungguhnya orang‐orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik‐baik makhluk. (QS al‐Bayinah: 7)
“Ialah engkau dan syi’ahmu. Janjiku dan janji kalian adalah al-Haudh (telaga surgaku). Bila umat manusia digiring untuk dihisab, kalian akan dipanggil “Ghurrun Muhajjalîn” (yang putih bercahaya).” (Al-Manaqib/al-Khawarizmi, hal 178)Penulis kitab al-Ghadir menyampaikan: Jamaluddin Zarandi meriwayatkan dari Ibn Abbas ra: Ketika ayat itu turun, Nabi saw berkata kepada Ali: “Dia adalah engkau dan syi’ahmu. Pada hari kiamat engkau dan syiahmu akan datang dengan ridha dan diridhai, sedangkan musuhmu datang dengan perasaan marah dan dipaksakan.”Ali bertanya, “Siapakah musuhku?” Beliau saw menjawab, “mereka adalah orang yang berlepas diri darimu dan mengutukmu.” Kemudian saw berkata lagi, “Allah merahmati Ali, Allah merahmatinya.” (Merujuk kitab al-Ghadir, juz 2, hal 58; ash-Shawaiq al-Muhriqah/Ibn Hajar, hal 182) - Al-Baghdadi dalam kitab Tarikhnya menyampaikan: “Sesungguhnya Nabi saw berkata kepada Ali: “Engkau dan syiahmu di dalam surga.” (Tarikh Baghdad, juz 12, hal 289; Tarikh Dimasyq/Ibn Asakir asy-Syafi’i, juz 2, hal 345)
- Dalam kitab Muruj adz-Dzahab disebutkan sabda Nabi saw: “Ketika hari kiamat, orang-orang akan dipanggil dengan nama-nama mereka dan nama-nama ibu mereka, kecuali ini, yakni Ali dan syiahnya. Karena mereka akan dipanggil dengan nama-nama mereka dan nama-nama ayah mereka dikarenakan kesucian kelahiran mereka.” (Tarikh al-Mas’udi/Muruj adz-Dzahab, juz 2, hal 51)
- Penulis ash-Shawaiq menyampaikan: “Nabi saw berkata kepada Ali: “Hai Ali, sesungguhnya Allah mengampuni engkau, dzurriyahmu, anak-anakmu, keluargamu dan syi’ahmu…” (Ash-Shawaiq, hal 96, 139, 140)
- Dalam kitab Majma’ az-Zawaid disebutkan: “Nabi saw berkata kepada Ali, “Engkaulah pertama dari umatku yang masuk surga. Sesungguhnya syi’ahmu berada di atas mimbar-mimbar cahaya dalam kebahagiaan dan putih wajah mereka di sekelilingku. Aku syafaati mereka, dan kelak mereka menjadi tetanggaku di surga.” (Majma’ az-Zawaid, juz 9, hal 131; Kifayatu ath-Thalib, hal 135)
- Al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak menyampaikan: “Aku laksana tanaman dan Fatimah adalah dahannya, Ali adalah serbuksarinya, Hasan dan Husein adalah buahnya, dan Syiah kami adalah daunnya. Akar tanaman itu ada di surga ‘Adn dan semuanya itu ada di seluruh surga.” (Al-Mustadrak juz 3, hal 160; Tarikh Ibn Asakir, juz 4, hal 318; al-Fushul Ibn Shabbagh, hal 11)
- Dalam kitab Tarikh Ibn Asakir disebutkan: Nabi saw berkata kepada Ali, “Hai Ali, sesungguhnya empat orang pertama yang masuk surga adalah aku, engkau, Hasan dan Husein. Para dzurriyah kita di belakang punggung kita. Isteri-isteri kita berada di belakang para dzurriyah kita. Sedangkan syiah kita di sebelah kanan dan kiri kita. (tarikh Ibn Asakir, juz 4, hal 318; Tadzkiratu as-Sibthain, hal 31; ash-Shawaiq, hal 92)
- Dalam kitab Tarikh al-Khathib disebutkan: Nabi saw bersabda: “Syafaatku adalah untuk umatku dari orang-orang yag mencintai Ahlulbaitku dan mereka adalah syi’ahku.” (Tarikh a-Khathib, juz 2, hal 146)
- Imam Hanbali dalam musnadnya menyampaikan: Dalam bab Fadhail dengan sanadnya ia meriwayatkan dari ‘Amr bin Musa dari Zaid bin Ali bin Husein dari ayahnya dari kakeknya, Ali bin Abi Thalib: “Aku mengadu kepada Rasulullah saw akan kedengkian orang-orang terhadapku. Beliau berkata, “Tidakkah engkau rela bahwa engkau di antara empat orang pertama yang masuk surga; Aku, engkau, Hasan dan Husein. Isteri-isteri kita di sebelah kanan dan kiri kita, para dzurriyah kita di belakang isteri-isteri kita. Sedangkan syiah kita berada di belakang kita.” (Merujuk pada Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya, juz 2, hal 624, hadis 1068)
- Abul Qasim Abdullah bin Ahmad at-Tha’i di Basrah menyampaikan: Ayahku pada tahun 260 (hijriyah) berkata: “Ali bin Musa Ridha pada tahun 194 meriwayatkan dari para pendahulunya dari Rasulullah saw: “Hai Ali, apabila pada hari kiamat aku berpegang pada tali Allah. Engkau berpegang pada taliku. Putra-putramu berpegang pada talimu dan syiah putra-putramu berpegang pada tali mereka. Maka engkau melihat, mana yang merupakan wakil kita.”
Dari penjelasan kami yang lalu teranglah bahwa penanam benih tasyayu’ adalah Nabi saw. Karena orang pertama yang mengucapkan dan melafazkan kata “syi’ah” adalah Nabi Muhammad saw. Beliaulah penanam pertama benih tasyayu’ dan yang menyerukan kepadanya. Allah swt berfirman: “apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah.” (QS: al-Hasyr 7)
Jika seorang muslim yang beriman ingin sampai pada hakikat dan kebenaran, hendaklah ia berpegang pada sabda Rasulullah saw. Karena: “dia tidak berbicara menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).”
Atas dasar ini jelaslah bagi kita bahwa Islam adalah tempat asal Syiah, dan tasyayu adalah sumber yang jernih bagi Islam dan adalah mazhab resmi baginya.
Pembahasan selanjutnya Syiah, Sumber yang Jernih bagi Islam
Sayyid Abdul Karim Alhusaini Al-Qazwini
Baca juga : Guntur Romli (Intelektual Muda NU): “Indonesia Tidak Pernah Terancam dengan Syiah”