Berita
Jumlah Nabi, Penerus Mereka, serta Makna Nabi, Rasul, dan Jumlah Kitab Wahyu [1]
Pembahasan sebelumnya Tujuan Diutusnya Para Nabi dan Mukjizat Mereka
Rantai perawi yang autentik menyebutkan bahwa Imam Ridha dan Imam Zainal Abidin mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Allah Yang Mahakuasa telah menciptakan 124.000 nabi dan aku adalah yang paling mulia di hadapan Allah. Namun, aku tidak membanggakan diri. Dan Dia telah menciptakan 124.000 penerus nabi, di antara mereka, Ali yang paling agung.”
Sebuah hadis yang terpercaya menyatakan Imam Jafar Shadiq berkata bahwa Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah nabi yang diutus oleh Yang Mahakuasa. Rasulullah menjawab, “Seratus dua puluh empat ribu.” Dan dalam hadis lainnya, tiga ratus dua puluh ribu. Abu Dzar bertanya tentang jumlah rasul di antara mereka. Beliau menjawab, “Tiga ratus tiga belas.” “Berapakah kitab yang diturunkan Allah?” tanya Abu Dzar. Rasul menjawab, “Seratus dua puluh empat,” dan menurut riwayat lain, “Seratus empat.” Sedangkan menurut hadis terakhir adalah lima puluh suhuf kepada Nabi Syith, tiga kepada Idris, dan dua puluh kepada Ibrahim. Sedangkan kitab ada empat, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Alquran.
Baca #Imamah: Kebutuhan Umat kepada Imam
Rasulullah berkata, “Wahai Abu Dzar, empat nabi berkebangsaan Suryani. Mereka adalah Adam, Syith, Akhnu, dan Nuh. Akhnu, yang dikenal dengan Idris, adalah orang pertama yang menulis dengan pena. Dan ada empat nabi berkebangsaan Arab. Yaitu Hud, Shaleh, Syu’aib, dan nabimu (Muhammad Saw). Nabi pertama dari Bani Israil adalah Musa dan yang terakhir adalah Isa. Di antara mereka, ada enam ratus nabi.” Namun, hadis lain menyatakan bahwa nabi Bani Israil berjumlah 4.000, meskipun hadis pertamalah yang lebih tepercaya.
Menurut riwayat yang autentik, Imam Ja’far Shadiq berkata kepada Safwan Al-Jammal, “Tahukah kamu jumlah nabi yang diutus Allah?” “Tidak,” jawabnya. Imam bcrkata, “Seratus empat puluh empat, dan sejumlah itu pula para penerusnya (awsiya). Mereka adalah orang-orang yang benar, terpercaya, dan tidak terikat dengan kchidupan duniawi. Allah tidak mengutus nabi mana pun yang lebih baik daripada Muhammad. Dan Dia tidak mengutus penerus mana pun yang lebih baik daripada Amirul Mukminin Ali.” [1]
Sebuah hadis terpercaya dari Imam Ridha dan riwayat autentik dari Imam Ja’far Shadiq mcnyebutkan bahwa nabi-nabi Ulul Azmi dinamakan demikian karena mereka memiliki keagungan (‘azm) dan membawa syariat baru. Sebagai contoh, Nuh diutus dengan membawa kitab dan syariat yang berbeda dari Adam. Dan nabi-nabi berikutnya mengikuti kitab dan syariat yang sama. Hal ini berlanjut hingga kemunculan Ibrahim yang membawa kitab yang berbeda dari Nuh dan syariat baru. Nabi Ibrahim tidak mengingkari kitab dan syariat yang dibawa Nuh, namun keduanya telah dibatalkan sehingga mengamalkannya tidak lagi menjadi tindakan yang dibenarkan. Nabi-nabi yang sezaman dan setelah Ibrahim mengikuti kitab dan syariat ini sampai zaman Musa. Musa mcmbawa Taurat, yang menghentikan syariat Ibrahim.
Seluruh nabi yang sezaman dan setelah Nabi Musa mengikuti syariat Musa hingga kedatangan Isa, yang membawa Injil. Dengan demikian syariat Musa dan Taurat dihentikan. Semua nabi pada masa Isa dan setelahnya mengikuti syariat Injil. Hal ini terus berlangsung hingga kedatangan Rasulullah, Muhammad Al-Musthafa. Merekalah lima nabi besar Ulul Azmi. Mereka adalah nabi dan rasul terbaik. Dan syariat yang dibawa Nabi Muhammad akan tetap bcrlaku hingga Hari Kebangkitan. Tidak ada nabi setelahnya. Segala sesuatu yang dihalalkan olehnya akan tetap halal hingga Hari Kebangkitan. Dan segala sesuatu yang diharamkan olehnya akan tetap haram hingga Hari Perhitungan. Siapa pun yang mengaku menyandang kenabian setelah Nabi Muhammad atau membawa kitab setelah Alquran dan menyatakan sumbernya adalah Allah, maka ia adalah seorang pembohong.
Hadis terpercaya lainnya dari Imam Ridha mcnyebutkan bahwa Imam Shadiq mengatakan bahwa nabi-nabi Ulul Azmi menyandang gelar tersebut karena pengakuan mereka atas keagungan Nabi Muhammad dan para penerusnya, termasuk Imam Mahdi. Dan mereka bersumpah bahwa mereka mengakui keagungan (‘azm) pribadi-pribadi ini. Mengenai Adam yang tidak ingat tentang sumpah ini, Allah Yang Mahakuasa berfirman,
Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat. (QS. Thaha: 115)
Ali ibn Ibrahim menjelaskan ayat ini dan berkata bahwa Ulul Azmi adalah nabi-nabi yang mendahului nabi lain dalam mengakui keagungan kelima rasul ini. Mereka juga menyatakan beriman kepada semua nabi yang diutus sebelum dan sesudah mereka. Mereka juga bersabar ketika orang-orang membantah pernyataan mereka.
Dalam sebuah riwayat yang autentik, seorang Suryani bertanya kepada Ali ibn Abi Thalib tentang kelima nabi dari Arab, yaitu, Hud, Shaleh, Syu’aib, Ismail, dan Muhammad. Kemudian ia bertanya tentang nabi-nabi yang terlahir dalam keadaan telah dikhitan. Imam Ali berkata, “Mereka adalah Adam, Syu’aib, Idris, Nuh, Sam ibn Nuh, Ibrahim, Daud, Sulaiman, Luth, Musa, Isa, dan Muhammad.” Kemudian, orang itu bertanya lagi tentang makhluk yang terlahir tanpa ibu. Imam menjawab, “Adam, Hawa, domba jantan Nabi Ibrahim, tongkat Nabi Musa, unta betina Nabi Shaleh, dan kelelawar Nabi Isa yang terbang dengan perintah Allah.”
Orang itu bertanya lagi, “Lalu, siapakah enam nabi yang memiliki dua nama?” Imam menjawab, “Mereka adalah Yusha ibn Nun yang juga dikenal dengan Dzulkifli[2], Ya’qub yang juga dinamakan Israil, Al-Khidr yang juga dikenal dengan Datt, Yunus yang juga dikenal dengan Dzun Nun, Isa yang dijuluki Al-Masih, dan Muhammad yang juga dikenal dengan Ahmad, salam bagi mereka semua.”
Sebuah narasi menyebutkan bahwa Raja Roma mengajukan pertanyaan kepada Imam Hasan ibn Ali tentang tujuh makhluk yang tidak terlahir dari rahim. Beliau menjawab, “Mereka adalah Adam, Hawa, domba jantan Nabi Ibrahim, unta betina Nabi Shaleh, ular yang dipanggil setan untuk menyesatkan Adam di surga, dua burung gagak yang dikirim Allah untuk mengajarkan cara pemakaman Habil setelah ia dibunuh oleh saudaranya, Qabil, dan terakhir adalah setan yang terkutuk.”
Sebuah hadis terpercaya dari Imam Muhammad Baqir mengutip ucapan Rasulullah bahwa orang pertama yang ditunjuk sebagai pewaris nabi adalah Haibatullah, putra Adam. Setiap nabi memiliki penerus, yang keseluruhannya berjumlah 124.000 nabi, dan lima di antaranya adalah nabi-nabi Ulul Azmi. Mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Ali terhadap Nabi Muhammad memiliki status yang sama seperti Haibatullah terhadap Adam. Ali adalah penerus Muhammad dan pewaris seluruh penerus sebelumnya. Dan Muhammad adalah pewaris seluruh nabi dan rasul sebelumnya.
Sebuah riwayat autentik dari Imam Ja’far Shadiq menyatakan bahwa Allah Yang Mahakuasa mengutus lima nabi di antara bangsa Arab. Mereka adalah Hud, Shaleh, Ismail, Syu’aib, dan Muhammad, penutup para nabi salam bagi mereka semua.[3]
Sebuah riwayat autentik dari Zurarah menyebutkan bahwa ia bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang perbedaan antara nabi dan rasul. Imam menjawab, “Nabi adalah orang yang melihat malaikat pembawa wahyu dalam mimpi dan rasul adalah orang yang melihat malaikat baik dalam keadaan tidur maupun terjaga. Ia juga bisa mendengar suara malaikat.”
“Apa kedudukan seorang Imam?” tanya Zurarah. “Ia mampu mendengar suara malaikat, tetapi tidak bisa
melihatnya,” jawab Imam.
Diriwayatkan melalui rantai yang autentik bahwa Hasan ibn Abbas meminta Imam Ridha untuk membedakan antara nabi, rasul, dan Imam, beliau menjawab, “Jibril, sang penghulu malaikat, diturunkan kepada seorang rasul. Rasul bisa melihat dan mendengarnya dan kadang-kadang ia melihat malaikat Jibril dalam mimpi seperti yang dilihat Ibrahim. Rasul adalah penerima wahyu. Para nabi hanya bisa mendengar suara malaikat. Kadang-kadang, mereka bisa melihat malaikat, tetapi tidak sekaligus mendengar wahyu. Imam hanya bisa mendengar suara malaikat. Ia tidak bisa melihat sosok malaikat.”
Sebuah hadis autentik dari Imam Muhammad Baqir menyebutkan bahwa ada lima jenis nabi. Sebagian hanya bisa mendengar suara malaikat, bagaikan seutas rantai. Mereka menerima wahyu melalui cara ini semata. Sebagian nabi menerima wahyu dalam mimpi, contohnya Nabi Yusuf dan Ibrahim. Sebagian bisa melihat malaikat. Dan sebagian nabi menerima ilham langsung dan mampu mendengar suara malaikat, tetapi tidak melihatnya.
Hadis lainnya yang juga autentik menyatakan bahwa Zurarah bertanya kepada Imam Muhammad Baqir tentang perbedaan antara rasul, nabi, dan muhaddats (penerimawahyu), Imam menjawab, “Rasul adalah orang yang kepadanya malaikat Jibril diturunkan. Ia bisa melihat malaikat Jibril dan berbicara dengannya. Nabi adalah orang yang hanya bisa melihat malaikat Jibril dalam mimpi, seperti dalam kasus Nabi Ibrahim, ketika ia melihat dirinya menyembelih putranya dalam mimpi.”
“Rasulullah biasanya melihat tujuan kerasulannya dalam mimpi, sebelum wahyu diturunkan kepadanya. Ia menerima kenabian sekaligus kerasulan. Malaikat Jibril biasa datang kepadanya dan bercakap-cakap secara langsung. Namun, ada sebagian nabi yang dianugerahi posisi kerasulan, tetapi mereka menerima wahyu dalam mimpi. Mereka bercakap-cakap dengan ruh suci dalam mimpi, tetapi tidak bisa melihat sang malaikat dalam keadaan terjaga. Seorang muhadats adalah orang yang bercakap-cakap dengan malaikat, tetapi tidak melihatnya, baik dalam keadaan tidur maupun terjaga.”
Dalam hadis lain, Imam Baqir mengatakan bahwa nabi terbagi dalam empat kelompok. Yang pertama adalah mereka yang mengetahui tentang diri mereka (bahwa mereka adalah nabi) tanpa perantara. Yang kedua adalah mereka yang melihat malaikat dalam mimpi, tetapi tidak mendengar suaranya. Mereka tidak melihat malaikat dalam keadaan terjaga. Nabi-nabi ini tidak diutus untuk membimbing manusia. Mereka memiliki pcmbimbing (Imam) yang mereka patuhi seperti Ibrahim yang menjadi Imam bagi Luth. Kelompok ketiga adalah nabi yang melihat dan mendengar malaikat dalam mimpi. Mereka diutus untuk golongan tertentu, baik itu besar maupun kccil. Allah Yang Mahakuasa berfirman tentang Yunus,
Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (QS. Al-Shaffat: 147)
Lebih jauh, Imam mengatakan bahwa ada 130.000 orang yang dimaksud dalam ayat ini. Kelompok keempat adalah para nabi yang melihat malaikat dalam mimpi dan bisa mendengarnya pula. Mereka juga melihat malaikat dalam keadaan terjaga. Mereka adalah Imam (pemimpin) nabi-nabi lain, seperti para nabi Ulul Azmi. Ibrahim adalah seorang nabi. Ia belum menjadi Imam hingga Yang Mahakuasa menganugerahkan kedudukan itu.[4] Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut ini.
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman, janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (QS. al-Baqarah: 124)
Menurut sebuah riwayat, para imam yang suci terdiri dari lima nabi berkebangsaan Suryani dan mereka berbicara dalam bahasa Suryani.[5] Mereka adalah Adam, Syith, Idris, Nuh, dan Ibrahim. Pada awalnya, Adam berbicara dalam bahasa Arab, yang merupakan bahasa surga. Namun, ketika ia melakukan tark al-awla‘ [6] Yang Mahakuasa menukar surga bagi Adam dan kekayaannya dengan bumi beserta tumbuhannya. Allah juga mengganti bahasa Arab dengan bahasa Suryani. Lima nabi berkebangsaan Yahudi, tetapi berbicara dalam bahasa Arab. Mereka adalah Ishaq, Ya’qub, Musa, Daud, dan Isa. Lima nabi berkebangsaan Arab adalah Hud, Shaleh, Syith, Ismail, dan Muhammad.
Empat nabi yang sezaman adalah Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, dan Luth. Ibrahim dan Ishaq diutus ke Quds Suci di Yerusalem dan Suriah. Ya’qub ditunjuk untuk Mesir. Ismail diutus ke suku Jurham yang menempati wilayah di sekitar Ka’bah, setelah ‘Amaliq yang dinamakan demikian karena mereka adalah keturunan Imlaq, putra Luth, putra Sam, putra Hud. Luth ditunjuk sebagai nabi untuk empat kota, yaitu Sodom, Gomorrah, San’a, dan Maa. Tiga nabi yang mendapat kerajaan adalah Yusuf, Daud, dan Sulaiman. Empat raja yang berdaulat di seluruh dunia, dua di antaranya adalah mukmin -Dzulkarnain dan Sulaiman- dan dua di antaranya kafir -Namrud putra Kosh, putra Kanaan, dan Nebuchadnezar.
Imam Muhammad Baqir menyebutkan dalam sebuah hadis autentik bahwa Rasulullah bersabda, “Semua nabi yang diutus sebelumku menyebarkan bahasa umat mereka. Tetapi aku diutus untuk seluruh manusia dan aku diutus dengan bahasa Arab.” Dalam hadis autentik lainnya, Imam Baqir mengatakan bahwa Allah Yang Mahakuasa menurunkan setiap kitab suci dan wahyu dalam bahasa Arab. Tetapi, kitab itu disampaikan ke nabi yang bersangkutan, dalam bahasa umatnya. Namun, ia diwahyukan kepada Rasul kita dalam bahasa Arab itu sendiri.
Hayyat al-Qullub, Sayyid Muhammad Baqir Majlisi
Catatan Kaki
- Jumlah nabi yang disebutkan dalam riwayat ini berbeda dengan riwayat terkenal lain dan yang umumnya diterima. Ada dua kemungkinan, kesalahan dalam penyebaran beritanya atau riwayat terdahulu tidak menyertakan sejumlah nabi dan para penerus.
- Menyetarakan Yusha’ ibn Nun dengan Dzulkifli berlawanan dengan kepercayaan umum.
- Dua riwayat ini membuktikan bahwa Ismail adalah orang Arab, sementara riwayat Abu Dzar membantah hal ini. Boleh jadi, riwayat terdahulu mengindikasikan Nabi yang berbahasa Arab dan riwayat ini mengindikasikan orang yang berbangsa Arab. Selain itu, keempat nabi tidak bisa berbicara dalam bahasa apa pun selain bahasa Arab, sementara Ismail mahir berbicara dalam bahasa lain. Banyak penulis yang mengutip riwayat tersebut dari perawi yang sama dan seperti riwayat dart Abu Dzar, nama Ismail tidak tarmasuk.
- Ada perbedaan pendapat di antara ulama tentang karakter yang membedakan nabi dan rasul. Menurut beberapa ulama, tidak ada perbedaan di antara keduanya. Namun sebagian lagi berpendapat bahwa rasul membawa mukjizat dan Kitab Suci. Sedangkan nabi tidak membawa kitab yang harus dikabarkan. Ia hanya mengajak umatnya untuk mengikuti syariat dari nabi yang lain. Sekelompok ulama berpendapat bahwa rasul mengandung arti seseorang yang syariatnya membatalkan syariat nabi sebelumnya. Sedangkan nabi memiliki kedudukan yang lebih umum. Para rasul mendengar dan melihat malaikat ketika menyampaikan wahyu. Ini dibuktikan melalui beberapa riwayat lain yang kami putuskan untuk tidak dikutip demi keringkasan buku ini. Dengan begitu, nabi adalah seseorang yang tidak melihat malaikat baik pada waktu menyampaikan wahyu atau pun dalam mimpi. Bahkan, bisa jadi ia menerima ilham secara langsung. Ia mungkin saja mendengar suara malaikat ketika mendapat wahyu. tetapi tidak melihatnya. Namun, ia melihat malaikat pada waktu yang lain. Sekelompok ulama menggolongkan dan rasul dengan kategori ini.
- Suryani atau Syriac atau Aramaic.
- Mangabaikan pilihan yang lebih baik.