Berita
Jawaban atas Tuduhan Syiah Buatan Yahudi
Tuduhan bahwa mazhab syiah adalah ajaran dari si Yahudi yang bernama Abdullah bin Saba’ telah lama diketengahkan kepada masyarakat muslim dan semacam sudah merasuk di tengah masyarakat bahwa Syiah adalah ajaran Yahudi Abdullah bin Saba’ yang berpura-pura memeluk Islam tetapi bertujuan untuk menghancurkan pegangan aqidah umat Islam.
Abdullah bin Saba’ dikatakan sebagai pendiri mazhab Saba’iyyah yang mengemukakan teori bahwa Ali adalah washi Muhammad Saw. Abdullah ibn Saba’ juga dikenali dengan nama Ibnu Al-Sawda’ atau Ibnu ‘Amat Al-Sawda’ – anak wanita kulit hitam. Pada hakikatnya cerita Abdullah bin Saba’ adalah satu dongengan (fiktif) semata.
Allamah Murtadha Askari telah membuktikan bahwa cerita Abdullah bin Saba’ yang terdapat dalam beberapa kitab Ahlus Sunnah bersumber dari Al-Thabari (w. 310 H/922 M), Ibnu ‘Asakir (w. 571H/1175 M), Ibnu Abi Bakr (w. 741 H/1340 M) dan Al-Dzahabi (w. 747 H/1346 M). Mereka semua itu sebenarnya telah mengambil cerita Abdullah bin Saba’ dari satu sumber yaitu; Saif bin Umar Al-Tamimi dalam bukunya “Al-Futuh Al-Kabîr wa Al-Riddah dan Al-Jamâl wa Al-Masîr ‘Aisyah wa ‘Ali”. [Murtadha Askari, Abdullah ibn Saba’ wa Digar Afsanehaye Tarikhi, Tehran, 1360 H].
Saif adalah seorang penulis yang tidak dipercaya oleh kebanyakan penulis-penulis kitab rijal seperti Yahya bin Ma’in (w. 233 H/847 M), Abu Dawud (w. 275 H/888 M), Al-Nasa’i (w. 303 H/915 M), Ibnu Abi Hatim (w. 327 H/938 M), Ibnu Al-Sukn (w. 353 H/964 M), Ibnu Hibban (w. 354 H/965 M), Al-Daruquthni (w. 385 H/995 M), Al-Hakim (w. 405 H/1014 M), Al-Firuzabadi (w. 817 H/1414 M), Ibnu Hajar (w. 852 H/1448 M), Al-Suyuthi (w. 911 H/1505 M, dan Al-Safi Al-Din (w. 923 H/1517 M). Pembahasan Saif bin Umar akan dijelaskan pada tulisan mendatang.
Abdullah bin Saba’, konon seorang Yahudi yang memeluk Islam pada zaman Utsman, dikatakan seorang pengikut Ali yang setia. Dia mengembara dari satu tempat ke satu tempat lain untuk menghasut orang banyak supaya bangun dan memberontak menentang khalifah Utsman bin ‘Affan. Saif menyatakan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah sebagai pengasas ajaran Sabaiyyah dan pengasas mazhab ghuluw (sesat). Menurut Allamah Askari, pribadi Abdullah bin Saba’ ini adalah hasil rekaan Saif yang juga telah berhasil mencipta beberapa pribadi, tempat, dan kota lain hasil khayalannya. Dari cerita Saif inilah beberapa orang penulis telah mengambil cerita Abdullah bin Saba’ tersebut. Beberapa orang yang terpengaruh dengan kisah bohong Saif seperti: Said ibn Abdullah bin Abi Khalaf Al-Asy’ari Al-Qummi (w. 301 H/913 M) dalam bukunya Al-Maqâlât wa Al-Firâq, Al-Hasan bin Musa Al-Nawbakhti (w. 310 H/922 M) dalam bukunya Firâq Al-Syî’ah, dan Ali bin Ismail Al-Asy’ari (w. 324 H/935 M) dalam bukunya Maqâlât Al-Islâmiyyîn.
Baca juga Jawaban atas Tuduhan Syiah Meyakini Wahyu Salah Alamat
Allamah Al-Askari mengupas hakikat cerita Abdullah bin Saba’ dari riwayat Syiah dari Rijal oleh Al-Kassyi. Al-Kassyi telah meriwayatkan dari sumber Sa’d bin Abdullah Al-Asy’ari Al-Qummi yang menyebut bahwa Abdullah bin Saba’ mempercayai kesucian Ali sehingga menganggapnya sebagai seorang nabi. Hal itu karena mengikut dua riwayat ini, Ali memerintahkannya menyingkirkan
pahaman tersebut, dan karena keengganannya Abdullah bin Saba telah dihukum bakar hidup-hidup.
Walau bagaimana pun menurut Sa’d bin Abdullah, Ali telah menghalau Abdullah bin Saba’ ke Madain dan di sana dia menetap sehingga Ali menemui kesyahidannya. Pada ketika itu Abdullah bin Saba’ mengatakan, “Ali tidak wafat, sebaliknya, ia akan kembali semula ke dunia.”
Al-Kassyi, setelah meriwayatkan lima riwayat yang berkaitan dengan Abdullah bin Saba’ menyatakan bahwa tokoh ini didakwa oleh golongan Sunni sebagai orang pertama yang mengumumkan tentang Imamah (kepemimpinan) Ali. Allamah Askari menyatakan bahwa hukuman bakar hidup-hidup adalah satu perkara bidah yang bertentangan dengan hukum Islam, tiada beda antara mazhab Syiah atau pun Sunnah.
Kisah tersebut tidak akan pernah kita jumpai dalam kitab-kitab karya tokoh-tokoh sejarah yang masyhur seperti Ibnu Al-Khayyat, Al-Ya’qubi, Al-Thabari, Al-Mas’udi, Ibnu Al-Atsir, Ibnu Katsir atau Ibnu Khaldun. Peran yang dimainkan oleh Abdullah bin Saba’ sebelum peristiwa pembunuhan Utsman atau pada zaman pemerintahan Imam Ali tidak pernah disebut oleh para penulis yang terdahulu seperti Ibnu Sa’ad (w. 230 H/844 M), Al-Baladzuri, (w. 279 H/892 M) atau Al-Ya’qubi. Hanya Al-Baladzuri yang hanya sekali saja menyebut namanya dalam buku Ansâb Al-Asyrâf ketika meriwayatkan peristiwa pada zaman Imam Ali. Al-Baladzuri berkata, “Hujr bin ‘Adi Al-Kindi, Amr bin Al-Hamiq Al-Khuza’i, Hibah bin Juwayn Al-Bajli Al-Arani, dan Abdullah bin Wahhab Al-Hamdani, Ibnu Saba’ datang kepada Imam Ali dan bertanya kepadanya tentang Abu Bakar dan Umar….”
Ibnu Qutaibah (w. 276 H/889 M) dalam bukunya Al-Imâmah wa Al-Siyâsah dan Al-Tsaqafi (w. 284 H/897 M) dalam Al-Ghârât telah menyatakan peristiwa tersebut. Ibnu Qutaibah memberikan identitas orang ini sebagai Abdullah bin Saba’. Sa’ad bin Abdullah Al-Anshari dalam bukunya Al-Maqâlât wa Al-Firâq menyebutkan namanya sebagai Abdullah bin Saba’ penggagas ajaran Saba’iyyah , sebagai Abdullah bin Wahb Al-Rasibi. Ibnu Malukah (w. 474 H/1082 M) dalam bukunya Al-Ikmâl dan Al-Dzahabi (w. 748 H/1347 M) dalam bukunya Al-Musytabah ketika menerangkan perkataan ‘Saba’iyyah’, menyebut Abdullah bin Wahb Al-Saba’i, sebagai pemimpin Khawarij. Ibnu Hajar dalam Tansîr Al-Mutanabbih menerangkan bahwa Saba’iyyah sebagai ‘satu kumpulan Khawarij yang diketuai oleh Abdullah bin Wahb Al-Saba’i’. Al-Maqrizi (w. 848 H/1444 M) dalam bukunya Al-Khithât menamakan tokoh khayalan Abdullah bin Saba’ ini sebagai ‘Abdullah bin Wahb bin Saba’, juga dikenali sebagai Ibnu Al-Sawda’ Al-Saba’i.
Allamah Askari mengemukakan rasa keheranannya di saat tidak seorang pun dari para penulis tokoh Abdullah bin Saba’ ini menyertakan nasabnya, satu perkara yang agak ganjil bagi seorang Arab yang pada zamannya memainkan peran penting. Penulis sejarah Arab tidak pernah gagal menyebutkan nasab bagi kabilah-kabilah Arab yang terkemuka pada zaman awal Islam. Tetapi dalam kisah Abdullah bin Saba’, yang dikatakan berasal dari Shan’a Yaman, tidak dinyatakan kabilahnya.
Allamah Askari yakin bahwa Ibnu Saba’ dan golongan Sabai’yyah adalah satu cerita khayalan dari Saif ibn Umar yang ternyata turut menulis cerita-cerita khayalan lain dalam bukunya. Walau bagaimana pun, nama Abdullah bin Wahb bin Rasib bin Malik bin Midan bin Malik bin Nasr Al-Azd bin Ghauts bin Nubatah bin Malik bin Zaid bin Kahlan bin Saba’, seorang Rasibi, Azdi dan Saba’i adalah pemimpin Khawarij yang terbunuh dalam peperangan Nahrawan ketika menentang Imam Ali.
Nampaknya kisah tokoh Khawarij ini telah diambil oleh penulis kisah khayalan itu (Saif bin Umar Al-Tamimi) untuk melukiskan pribadi khayalan yang menjadi orang pertama menyebarkan Imamah Ali. Nama pribadi ini tiba-tiba muncul untuk memimpin pemberontakan terhadap khalifah Utsman, menjadi dalang mencetuskan Perang Jamal, menyebarkan kesucian Ali, kemudian dibakar hidup-hidup oleh Ali atau dihalau oleh Ali dan tinggal dalam buangan, selepas wafat Imam Ali. Abdullah bin Saba’ dinyatakan sebagai penyebar ajaran kesucian Ali, dan Ali tidak mati melainkan akan hidup kembali. Ia digambarkan sebagai pribadi yang paling vokal dan lantang di hadapan musuh-musuh Ali.
Menurut Allamah Askari, perkataan Saba’iyyah adalah sebagai satu istilah umum untuk kabilah dari bagian selatan Semenanjung Tanah Arab, yaitu Bani Qahthan dari Yaman. Kemudian disebabkan banyak pengikut-pengikut Imam Ali bin Abi Thalib berasal dari Yaman seperti ‘Ammar ibn Yasir, Malik Al-Asytar, Kumayl bin Ziyad, Hujr bin ‘Adi, ‘Adi bin Hatim, Qays bin Sa’ad bin ‘Ubadah, Khuzaymah bin Tsabit, Sahl bin Hunayf, Utsman bin Hunaif, ‘Amr bin Hamiq, Sulaiman bin Surad, Abdullah Badil, maka istilah tersebut ditujukan kepada para penyokong Ali ini. Justru Ziyad bin Abihi pada suatu ketika mendakwa Hujr dan teman-temannya sebagai ‘Saba’iyyah.’ Dengan bertukarnya maksud istilah, maka istilah itu juga turut ditujukan kepada Mukhtar dan penyokong-penyokongnya yang juga terdiri dari kelompok-kelompok yang berasal dari Yaman.
Setelah runtuhnya Bani Umayyah, istilah Saba’iyyah telah disebut dalam ucapan Abu Al-’Abbas Al-Saffah, khalifah pertama Bani Abbasiyyah, ditujukan kepada Muslim Syiah yang mempersoalkan hak Bani Abbas sebagai khalifah kala itu. Walau bagaimana pun Ziyad maupun Al-Saffah tidak mengaitkan Saba’iyyah sebagai golongan yang sesat. Malah Ziyad gagal mendakwa bahwa Hujr bin ‘Adi dan teman-temannya sebagai golongan sesat. Istilah Saba’iyyah diberikan maksudnya yang baru oleh Saif ibn Umar pada pertengahan abad kedua tahun Hijrah yang menggunakannya untuk ditujukan kepada golongan sesat yang konon dilandaskan oleh tokoh khayalan Abdullah bin Saba’.
(Dikutip dari Buku “Syiah Menurut Syiah” Tim Penulis Ahlulbait Indonesia)