Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Isi Khutbah Rasulullah Saw di Peristiwa Ghadir Khum

Riwayat Ghadir Khum yang terdapat dalam tafsir dan hadis dari kedua mazhab besar Sunni dan Syiah dikenal sebagai salah satu peristiwa besar umat Islam. Terdapat 24 referensi kitab tafsir dan hadis dari Ahlu Sunnah yang menjelaskan peristiwa Ghadir Khum. Beberapa perawinya yang terkenal seperti Sunan Tarmidzi, Ahmad bin Hambal, Imam Syafi’i, Hakim Nasyaiburi dan Imam Bukhari Muslim namun ia tidak spesifik membahasnya. Sedangkan penulis kitab seperti Muhammad Jabir Thabari, Abul Abbas Ibn Uqbah dan Syamsuddin Dzahabi secara khusus membahas mengenai peristiwa Al-Ghadir.

Baca juga Peristiwa Al-Ghadir 18 Dzulhijjah, Deklarasi Kepemimpinan Imam Ali oleh Rasul Saw

Berikut terjemahan khutbah Nabi Muhammad Saw mengenai peristiwa Ghadir Khum dirangkum dari berbagai kitab tafsir dan hadis yang terdapat di beberapa negara mayoritas mazhab Sunni dan Syiah:

Dengan Nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, Puja dan Puji Bagi Allah Swt.
Segala puja dan puji hanya bagi Allah Swt yang begitu tinggi dalam ke-Esaan-Nya, dan yang begitu dekat dalam kesendirian-Nya. Maha Agung dalam kekuasaan-Nya dan Maha besar dalam kekokohan-Nya. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu sementara Dia tetap pada derajat-Nya. Semua makhluk ciptaan-Nya tunduk dibawah kekuasaan dan hujjah-Nya. Ia senantiasa disyukuri dan dipuji. Ia memiliki keagungan yang abadi. Ia yang memulakan dan Ia pula yang akan mengembalikan, dan semua perbuatan akan kembali kepada-Nya.
 
Dia-lah pencipta langit yang tinggi, penghampar bumi yang luas dan keduanya itu takluk dibawah kekuasan-Nya. Ia Maha Kudus dan Suci, pembimbing bagi Malaikat dan ruh, pemberi karunia atas semua ciptaan-Nya dan bersifat lembut atas semua makhluk-Nya. Setiap pandangan mata berada dibawah kontrol-Nya, sementara mata-mata itu tak dapat melihat-Nya.
 

Baca jugPeristiwa Ghadir Khum Berdasarkan Alquran

 
Ia maha Mulia dan Lembut, rahmat-Nya yang luas meliputi segala sesuatu dan semuanya mendapat anugerah nikmat-Nya. Ia tidak tergesa-gesa dalam memberikan sanksi kepada hamba-hamba-Nya dan tidak pula bersegera dalam menyiksa mereka yang berhak mendapatkan siksa.
 
Ia mengetahui segala rahasia, mengerti segala isi hati dan bagi-Nya tak ada sesuatupun yang tersembunyi serta tak sedikitpun ada kesamaran bagi-Nya. Ia meliputi segala sesuatu, menundukkan, mengalahkan dan menguasai segala-galanya. Tak ada sesuatupun yang menyamai-Nya. Dialah Pencipta sesuatu tatkala tak ada sesuatupun, Abadi, Hidup, Penegak Keadilan, tak ada tuhan selain Dia, Maha Mulia dan Bijaksana.
 
Dia Maha Agung untuk dijangkau oleh pandangan mata, sedang Ia menjangkau segala pandangan. Maha lembut lagi Maha mengetahui. Tak ada satupun makhluk-Nya yang mampu menggapai sifat-Nya, tak seorangpun dapat mengetahui seluk beluk-Nya, baik yang lahir maupun yang batin, kecuali apa yang Ia tunjukkan akan diri-Nya sendiri.
 
Aku bersaksi bahwa Dialah Tuhan yang kesucian-Nya memenuhi masa, yang cahaya-Nya meliputi keabadian, yang menjalankan urusan-Nya tanpa musyawarah kepada siapapun, tak ada sekutu dalam takdir dan ketentuan-Nya dan tak perlu penolong dalam pengaturan-Nya. Dialah yang membentuk ciptaan-Nya tanpa contoh, membuatnya tanpa bantuan siapapun, dan tanpa beban pikiran sebelumnya. Semua Ia adakan hingga terwujud, Ia ciptakan hingga menjadi tampak. Dialah Allah yang tiada tuhan kecuali hanya Dia, kokoh ciptaan-Nya, indah buatan-Nya, Maha Adil dan tak berbuat zalim dan Dialah Maha Mulia yang semua urusan kembali pada-Nya.
 
Aku bersaksi bahwa Dialah Tuhan yang karena keagungan-Nya merunduklah segala sesuatu, yang karena kudrat-Nya menyerahlah segala keberadaan, dan yang karena haibah-Nya tunduklah segala-galanya. Dialah Raja Diraja, Penggerak semua planet, penunduk matahari dan rembulan, dimana semua itu beredar sampai batas waktu tertentu, memasukkan malam pada siang, dan memasukkan siang pada malam dan semua itu berjalan dengan begitu cepatnya. Dialah yang memecahkan setiap yang keras dan membangkang, menghancurkan setiap setan yang menentang. Dialah yang tak punya lawan dan sekutu. Esa dan berdiri sendiri. Tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak satupun yang menyamai-Nya. Dialah Tuhan yang Esa, Rabb yang Mulia. Ketika Ia ingin, maka Ia lakukan, dan ketika Ia berkehendak maka tertentukanlah segala ketetapan, serta ketika Ia mengetahui maka tertentukanlah segala bilangan.
 
Dialah yang mematikan dan menghidupkan, membuat kemiskinan dan mendatangkan kekayaan, membuat tawa dan tangisan, mendekatkan dan menjauhkan, mencegah dan memberi. Bagi-Nya kerajaan dan pujian, dan ditangan-Nya lah segala kebaikan, serta Dia lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Dialah Tuhan yang memasukkan malam ke dalam siang, dan memasukkan siang ke dalam malam, tiada tuhan selain-Nya, yang Maha Mulia lagi Maha Pengampun, mengabulkan doa, melipat gandakan pemberian, mengetahui bilangan hembusan nafas jin dan manusia. Tak ada satu perkarapun yang sulit bagi-Nya.
 
Jeritan hamba-hamba-Nya tak membuat-Nya terganggu, tak pernah merasa lelah dengan permintaan paksa dan rengekan hamba-hamba-Nya, senantiasa melindungi hamba-hamba-Nya yang saleh, memberikan taufik bagi hamba-hamba-Nya yang beruntung, dan memimpin kaum mukminin. Dialah Tuhan semesta alam, yang berhak dan layak untuk selalu dipuji dan disyukuri oleh setiap makhluk ciptaan-Nya, dalam segala keadaannya. Aku selalu bersyukur kepada-Nya, baik dalam keadaan senang atau susah, dalam keadaan suka maupun duka. Aku beriman kepada-Nya dengan sepenuh keyakinan, begitu pula kepada malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya.
 
Aku mendengar dan mentaati segala perintah-Nya serta bersegera melaksanakan segala apa yang diridhai-Nya. Akupun pasrah dan menyerah kepada segala ketentuan-Nya demi mentaati-Nya, dan aku takut akan siksa-Nya. Karena Dialah Allah yang tak satupun dari hamba-hamba-Nya yang bisa merasa aman dari incaran-Nya, sekalipun tidak perlu khawatir terhadap kezaliman-Nya (karena Allah tidak akan pernah melakukannya).
 
Perintah Ilahi Tentang Satu Perkara Penting; Aku berikrar diri kepada-Nya dengan penghambaan, bersaksi bagi-Nya dengan ketuhanan, dan akupun bertekad bulat untuk menjalankan segala apa yang diwahyukan kepadaku demi menghindarkan diri dari azab yang tak seorangpun dapat menghalangi dan menolaknya dari diriku, betapapun hebat sebab dan alasannya, akibat tidak melakukan perintah-Nya itu. Tiada Tuhan selain Dia yang telah mengabarkan dan mengancam bahwa apabila aku tidak menyampaikan apa-apa yang telah diturunkan kepadaku (sehubungan dengan masalah wilayah Ali a.s.), maka berarti aku dianggap sama sekali tidak menyampaikan risalah dan ajaran-Nya. Ia telah pula menjamin keselamatanku dari bahaya kejahatan para pendengki, dan Dialah yang Maha Mulia dan pemberi kecukupan. Dia telah menurunkan wahyu padaku:
 
5_67

Dengan asma Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang. Wahai Rasul, sampaikanlah (kepada manusia) apa yang telah diturunkan padamu dari Tuhanmu. Dan (ketahuilah) apabila engkau tidak melaksanakannya (masalah wilayah Ali itu), maka berarti engkau sama sekali tidak menyampaikan risalah-Nya. Dan (janganlah khawatir) Allah senantiasa menjagamu dari segala bentuk kejahatan manusia”. (QS. Al-Maidah : 67)

Wahai manusia! Aku bertekad bulat untuk tidak teledor dalam menyampaikan segala apa saja yang telah Dia turunkan kepadaku, dan kini dengarkanlah baik-baik, aku akan menjelaskan sebab turunnya ayat tersebut pada kalian :
 
Sesungguhnya malaikat Jibril a.s. sudah tiga kali turun kepadaku dan menyampaikan salam Tuhanku serta memerintahkan agar berdiri di tempat perkumpulan ini untuk menyampaikan pada kalian baik yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, bahwa sesungguhnya Ali bin Abi Thalib adalah saudaraku, washiku, khalifahku bagi umatku dan imam setelahku.
 
Kedudukan dia di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tidak ada nabi lagi setelahku. Dia sebagai pemimpin kalian setelah Allah dan Rasul-Nya, dan sungguh dalam masalah ini Allah telah menurunkan sebuah ayat dalam kitab-Nya kepadaku :“Sesungguhnya pemimpin kalian adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan Shalat dan mengeluarkan zakat sementara ia dalam keadaan rukuk”. (QS. Al-Ma’idah : 55)
 
Ketahuilah bahwa Ali bin Abi Thalib telah mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat ketika ia sedang rukuk, demikianlah yang dikehendaki Allah Swt.
Wahai manusia! Ketika itu aku memohon pada malaikat Jibril a.s. agar Allah memaafkanku untuk tidak menyampaikan masalah penting ini pada kalian karena aku telah mengetahui betapa sedikitnya orang-orang yang bertakwa, dan betapa banyaknya orang-orang munafik, orang-orang yang membuat kerusakan dan para penipu yang tidak suka kebenaran Islam yang. Ciri-ciri mereka disebutkan oleh Allah dalam kitab suci al-Quran bahwa mereka biasa mengatakan dengan lisan mereka hal-hal yang bertolak belakang dengan isi hati mereka, dan mereka suka meremehkan masalah ini padahal di sisi Allah merupakan masalah yang sangat besar. Sebab itulah kaum munafik berulang kali menyakitiku. Mereka mengatakan bahwa aku adalah “udzun” (mendengar dan menerima setiap omongan,), mereka mengira bahwa aku ini seperti itu, karena Ali a.s senantiasa menyertaiku dan aku selalu menaruh perhatian penuh kepadanya, sehingga dengan demikian Allah Swt menurunkan ayat yang menyinggung perihal perilaku mereka tersebut :
tulisan-arab-alquran-surat-at-taubah-ayat-61

“Di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang menyakiti Nabi Saw dan mereka mengatakan bahwa Nabi itu adalah “udzun” (mempercayai semua apa yang didengar alias gampang percaya), katakanlah (kepada mereka): ia mempercayai semua yang baik bagi kamu, ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin….”. (QS. At-Taubah : 61).

Kalau saja aku mau, maka aku dapat menyebutkkan satu-persatu dari nama-nama mereka itu; dan kalau aku mau menyebutkannya dengan isyarat, maka aku mampu melakukannya; dan kalau aku mau menyebut mereka dengan tanda-tanda, maka aku juga dapat melakukannya. Akan tetapi , demi Allah aku masih tetap sabar terhadap mereka. Namun dengan semua ini, Allah Swt tetap tidak akan rela kepadaku sampai aku menyampaikan pada kalian apa-apa yang telah Dia turunkan berkaitan dengan hak wilayah Ali tersebut.
 

Di akhir-akhir khutbahnya Rasulullah Saw membacakan ayat berikut ini:

“Wahai Rasul, sampaikanlah (kepada manusia) apa-apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan (ketahuilah) apabila engkau tidak melaksanakannya (masalah penyampaian wilayah Ali itu), maka berarti engkau sama sekali tidak menyampaikan risalah-Nya. Dan (janganlah khawatir) Allah senantiasa menjagamu dari segala bentuk kejahatan manusia”. (QS. Al-Maidah : 67)
Setelah membaca ayat tersebut pada akhir khutbahnya hingga sampai kepada kalimat selanjutnya, beliau Saw bersabda:
 
“Sesungguhnya Allah swt adalah maulaku, dan aku adalah “wali” seluruh orang yang beriman”.
 
Kemudian beliau mengangkat tangan Ali, seraya bersabda:
 
“siapa yang menjadikan aku “walinya” maka inilah “walinya” juga, ya Allah cintailah orang yang mencintainya, musuhilah orang yang memusuhinya”.
 

Abu Jafar At-Thohawi berkata: “Hadist ini sanadnya shahih, tidak ada seseorangpun yang dapat mencela salah satu perawinya. Sebagai kesimpulan dari khutbah diatas, sebagai umat Islam kita wajib mengetahui tentang sejarah peradaban Islam. Sejarah Islam juga tidak boleh ditutupi hanya demi kepentingan tertentu. Adab kita sebagai sesama umat Islam wajib menyebarkan sejarah tersebut kepada yang lain. Dengan begitu kita bisa menjaga fondasi Islam dari kejahilan yang dapat menghancurkan Islam. Namun, tidak menutup kemungkinan penghancuran fondasi tersebut dengan menampik sejarah-sejarah Islam sudah terjadi. Oleh karena itu, peristiwa Ghadir Khum harus terus dijaga supaya menjadi budaya di kalangan umat Islam.

Mengenang peristiwa Ghadir Khum merupakan kebesaran bagi setiap muslimin khususnya bagi dzurriyahnya, pecinta dan pengikut Amirul Mukminin Ali Ibn Abi Tholib. Bagaimana tidak, beliau sebagai wali dan khalifah umat Islam setelah kenabian yang diserahkan langsung oleh Rasulullah Saw. Di beberapa tempat seperti Iran-Irak dan belahan dunia lainnya peristiwa Al-Ghadir merupakan perayaan besar. Jika Idul Fitri sebagai penyempurna amalan ibadah di bulan Ramadhan, dan Jika Idul Adha sebagai penyempurna pengorbanan kita kepada sang Khaliq, maka Idul Ghadir sebagai penyempurna keimanan kita kepada Rasul dan Sang Pencipta. (ikmal)

 

Sumber:

  • Termidzi, Muhammad Ibn Isa, Beirut, Darul Fikr, Jilid 12, Hal. 175
  • Almashnaf, Ibn Abi Syaibah, Jilid 7, Hal 495, Beirut, Darul Fikr 1409
  • Mu’jam Al-Kabir, Thabrani, Jilid 4, Hal. 4
  • Ma’arij/1
  • Tafsir Al-Bab, Ibn Adil, Jilid 15, Hal 456
  • Ihtijaj Thabarsi, Jilid 1, Hal. 58
  • Biharul Anwar, Jilid 37, Hal. 204
  • ‘Awail Al-‘Ulum Wal-Ma’arif Wal-Ahwal, Hal. 178
  • Tafsir Shafi, Jilid 2, Hal. 56
  • Ruwadhatul Wa’dhin wa Basiratul Muta’dhin, Jilid 1, Hal. 92
  • Al-Burhan Fi Tafsir Al-Qur’an, Jilid 2, Hal 230
  • Syarhu Musykilil Atsar, juz 9, hal 181, Cetakan Pertama, Tahun 1999
Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *