Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Filsafat Penantian (Intizhar) di Masa Keghaiban Imam Zaman Afs [Bag 2]

Penantian adalah Siaga Penuh

Sekiranya aku zalim dan korup, bagaimana mungkin aku menantikan seseorang yang pedangnya digunakan untuk menumpahkan darah orang-orang zalim dan korup?. Sekiranya aku ini manusia busuk, bagaimana mungkin aku menantikan revolusi yang kobaran pertamanya membakar orang-orang yang busuk?.

Prajurit yang berada dalam penantian jihad agung akan selalu meningkatkan kesiagaan tempurnya. Spirit angin revolusi akan selalu berhembus ke arahnya dan ia akan selalu memperbaiki segala titik kelemahan yang dimilikinya. Hal itu lantaran kualitas Penantian disertai dengan tujuan penantian.

Setiap penantian ini bergantung, kepada satu jenis persiapan. Di antaranya, rumah harus tersedia dan alat-alat untuk menyambut orang yang selalu dinantikan harus dipersiapkan. Pada penantian yang lain, sarana-sarana yang diperlukan, seperti arit, cangkul dan traktor pun harus dipersiapkan.

Kini pikirkanlah mereka yang menantikan kebangkitan seorang pembaharu agung dunia, pada hakikatnya memiliki penantian revolusi dan perubahan radikal, yang merupakan revolusi yang paling fundamental dan luas di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Revolusi yang berbeda dengan revolusi revolusi sebelumnya yang tidak memiliki dimensi lokal, melainkan bersifat mendunia dan menyeluruh, bahkan termasuk seluruh dimensi kehidupan manusia. Revolusi ini adalah revolusi politik, kultur, ekonomi, dan moral.

Filsafat Pertama: Konstruksi Diri Setiap Individu

Sebelum segala sesuatunya, perubahan besar ini memerlukan unsur-unsur persiapan setiap orang sehingga ia mampu memikul beban berat revolusi yang menguasai dunia ini. Ini pada mulanya memerlukan peningkatan informasi, pemikiran, persiapan spiritual, dan intelektual untuk koordinasi dalam mengawali program agung ini. Pandangan parokial, wawasan sempit, pemikiran yang menyimpang, kedengkian, ikhtilaf yang tak sehat dan irasional, segala bentuk kemunafikan dan keterceraiberaian tidak sesuai dengan sikap penanti sejati.

Poin penting di sini ialah bahwa untuk program sekrusial itu, Penanti sejati tidak akan berperan sebagai penonton belaka. la sejak dini harus berada pada barisan para revolusioner.

Iman pada hasil dan akhir dari perubahan ini sekali-kali tidak melepaskannya berada pada barisan penentangnya. Menempatkan dirinya di barisan revolusi juga memerlukan perbuatan-perbuatan suci dan jiwa yang tulus dan mempersenjatai diri dengan informasi dan keprawiraan yang memadai.

Sekiranya aku bermental korup dan buruk, maka dalam penantian militeristik yang tidak membuat orang-orang buruk kecuali terhina dan terhempas, bagaimana mungkin aku menunggu dalam penantian?

Apakah untuk menyuling spiritual, intelektual, dan penyucian jiwa dan raga dari polusi noda-noda, penantian ini tidak cukup?

Prajurit yang berada dalam masa penantian sebuah jihad pembebasan, niscaya selalu dalam keadaan siaga sempurna dan memperoleh senjata yang pantas untuk memasuki medan tempur seperti ini. Ia akan membangun basis pertahanan dan meningkatkan kesiapan tempur orang-orangnya. Ia selalu mengokohkan semangat mereka dan senantiasa menjaga supaya bara cinta dalam sanubari setiap prajurit untuk peperangan seperti ini tetap menyala. Prajurit yang tidak memiliki persiapan semacam ini, sekali-kali ia tidak akan pernah melewati masa penantian dan kalau ia mengatakan dalam kondisi penantian, sungguh ia telah berkata dusta.

Menantikan seorang pembaharu dunia berarti bersiaga secara penuh, baik dari sisi intelektual dan moral, maupun materi dan maknawi, untuk perbaikan tatanan seluruh jagad. Pikirkanlah betapa konstruktifnya kesiagaan semacam ini.

Reformasi di seantero dunia dan mengakhiri segenap kezaliman bukanlah sebuah cerita komedi dan pekerjaan ringan. Bersiagalah untuk tujuan agung ini, dan Anda harus selaras dengan tujuan tersebut. Maksudnya, seluk dan beluk, tujuan tersebut!.

Mewujudkan revolusi semacam ini memerlukan seorang yang berjiwa besar, bertekad kuat, suci, bercita-cita tinggi: bersiaga penuh dan memiliki pandangan yang dalam. Konstruksi diri demi tujuan seperti ini menuntut tersedianya program-program yang paling serius pada bidang moral, intelektual dan sosial inilah makna penantian sejati. Apakah ada yang dapat mengatakan bahwa penantian semacam ini tidak konstruktif dan tidak membangun?

Filsafat Kedua: Swadaya Masyarakat

Pada saat menjelaskan tugas, para penanti sejati tidak hanya berbuat untuk dirinya, tetapi ia juga memerhatikan keadaan yang lain. Di samping membenahi diri sendiri, ia juga berupaya memperbaiki orang lain. Sebab, misi agung dan berat sebesar ”penantian” bukanlah sebuah agenda perseorangan. Agenda ini adalah sebuah program yang harus melibatkan seluruh unsur revolusi. Tugas harus dilakukan secara kolektif dan komunal. Pelbagai usaha dan upaya harus terkoordinasi. Seluk-beluk koordinasi ini harus seagung program revolusi semesta yang dinantikan.

Di sebuah medan luas peperangan kolektif, tidak seorang pun yang lalai dari memikirkan keadaan orang lain. Ia senantiasa berhati-hati. Setiap lini lemah yang ia lihat, segera diperbaiki. Setiap keadaan yang membawa petaka, secepatnya ia tanggulangi. Ia selalu menguatkan setiap bagian kelemahan dan ketidakmampuannya yang ada. Karena, tanpa partisipasi aktif dan koordinatif, seluruh pejuang (mujahid) tidak akan dapat mengemban misi ini.

Oleh karena itu, selain berupaya memperbaiki diri, penanti sejati juga memiliki tugas untuk memperbaiki orang lain. Hal ini merupakan hasil konstruktif lainnya dalam menantikan kebangkitan seorang pembaharu dunia, dan inilah filsafat seluruh keutamaan para penanti sejati yang telah diperhitungkan.

Filsafat Ketiga: Penanti Sejati dalam Lingkungan Korup Tidak Akan Mendapatkan Solusi

Efek penting lain dari penantian Imam Mahdi as ialah bahwa hal ini tidak akan pernah terwujud dalam lingkungan yang korup dan ketidakpasrahan dalam menghadapi segala gejala busuk.

Manakala kerusakan merajalela dan mayoritas orang tercemari, kerap orang-orang suci menemui jalan buntu yang pelik, jalan buntu yang bersumber dari gerakan-gerakan reformis yang putus asa.

Terkadang mereka berpikir, semuanya telah terjadi dan tidak ada lagi harapan perbaikan. Upaya dan usaha dalam menjaga dirinya untuk tetap suci malah sia-sia. Putus asa seperti ini boleh jadi menggiring mereka secara bertahap kepada kerusakan dan pasrah pada lingkungan, mereka tidak dapat menjaga dirinya sebagai seorang saleh yang minoritas yang melawan kesalahan mayoritas, lalu berbaur lenyap di dalamnya. Hal ini akan membuatnya kehilangan wibawa dan harga diri.

Satu-satunya hal yang dapat dilakukan sehingga harapan masih tersisa di dalam diri mereka dan mengajak untuk selalu bersikap resistan, konsisten dan sabar, serta tidak membiarkan mereka larut dalam lingkaran korup adalah berharap pada reformasi akhir zaman, disertai dengan semangat untuk tidak menyerah dalam berusaha, untuk menjaga diri agar tetap suci dan melakukan perbaikan atas orang lain.

Apabila kita perhatikan ajaran-ajaran Islam, putus asa dari ampunan merupakan salah satu dosa besar. Barangkali orang-orang yang tidak ahli dalam bidang ini akan terkejut mengapa keputusan dari rahmat Tuhan dianggap sedemikian penting, bahkan lebih penting dari dosa-dosa yang lain? Jawabannya, karena para pendosa yang putus asa dari rahmat Tuhan tidak punya motivasi untuk menebus kesalahan atau setidaknya, rneninggalkan maksiatnya itu. Logika hidupnya adalah kini air telah dingin di hadapanku, persetan apakah selogan atau seratus logan? Ku nodai duniaku dan aku tidak merasa gundah. Tidak ada yang lebih legam melebihi warna hitam. Akhirnya adalah jahanam. Aku yang kini telah membelinya untuk diriku, kini aku takut apa lagi? juga Iogika-Iogika lain semacam ini.

Akan tetapi, tatkala setiap hari harapannya tumbuh dan berharap maaf dari Tuhan, harapan terhadap perubahan kondisi yang ada ini akan menjadi titik awal perubahan dalam hidupnya. Demikian ini akan membawanya untuk menghentikan dosa dan kembali kepada kesucian dan perbaikan.

Atas dasar ini, asa dan harapan dapat dijadikan sebagai salah satu faktor determinan dalam pendidikan orang-orang korup. Demikian juga bagi seorang saleh yang hidup di lingkungan yang korup.Tanpa asa dan harapan, ia tidak dapat menjaga dirinya dari noda korupsi ini.

Kesimpulannya adalah bahwa betapa pun rakusnya tatanan dunia, harapan terhadap kemunculan seorang pembaharu dunia semakin besar dan ini menanamkan kesan mendalam pada jiwa orang-orang yang percaya pada kemunculannya. Harapan ini membantu mereka berhadapan dengan gelombang kerusakan. la tidak hanya tidak kehilangan asa dengan merajalelanya kerusakan, lebih dari itu ia juga melihat adanya sebuah titik harapan.

Semakin Dekat datangnya Janji, Semakin Membara Api Cinta

Ia melihat dirinya sampai kepada tujuan dan berupaya berjuang melawan kerusakan atau menjaga dirinya dengan kerinduan dan cinta.

Dari pembahasan sebelumnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa kesan penantian hanya dapat memberikan hasil konsep yang tidak direduksi atau diselewengkan, sebagaimana dilakukan kelompok penentang yang menyelewengkan maknanya atau kelompok pendukung yang mereduksi kandungannya. Sekiranya makna sejati penantian tersebut benar-benar dihayati dan diaktualkan secara individu dan sosial, ia akan menjadi sebuah faktor edukasi dan konstruksi diri, gerakan dan harapan.

Di antara bukti-bukti jelas menegaskan subjek pembahasan kita kali ini adalah ayat “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh…” Diriwayatkan dari para Imam maksum as bahwa maksud ayat ini adalah Imam Mahdi afs beserta para sahabatnya. [Bihar al-Anwar,  jil 1,hal 14]

Dalam hadis yang lain kita membaca ayat ini turun berkenaan dengan Mahdi afs

Pada ayat ini, Imam Mahdi afs beserta sahabatnya dikenal sebagai ‘orang-orang yang beriman dan beramal saleh’ dengan demikian,terealisasinya revolusi semesta ini tanpa iman yang kokoh yang dapat menjauhkan segala bentuk kelemahan dan kekejian, serta tanpa amal saleh yang menjadi kunci pembuka jalan untuk perbaikan semesta tidak akan mungkin dapat terwujud. Mereka yang berada dalam penantian memiliki agenda semacam ini. Di samping informasi yang dimilikinya harus ditingkatkan, ia juga harus berupaya untuk memperbaiki amalan-amalannya.

Orang-orang seperti ini tidak hanya akan memberikan kabar gembira untuk selainnya demi terwujudnya pemerintahan Imam Mahdi afs dan tidak juga bekerja sama dengan kaum zalim. Mereka selalu mengutamakan amal saleh. Mereka bukan penakut dan lemah yang takut kepada siapa saja, termasuk kepada bayangannya sendiri. Mereka juga bukan orang-orang malas, tanpa gairah.

Inilah efek konstruktif keyakinan terhadap konsep kebangkitan Imam Mahdi as dalam komunitas Islam. Di samping itu, ia juga harus berusaha untuk meningkatkan ilmu dan imannya dan berupaya maksimal untuk memperbaiki amal dan perbuatannya.

Pembahasan sebelumnya Filsafat Penantian (Intizhar) di Masa Keghaiban Imam Zaman Afs [Bagi 1]

Dikutip dari buku 110 Persoalan Keimanan yang Menyehatkan Akal, Ayatullah Makarim Syirazi

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *