Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Biografi Syekh Mufid, Guru Para Ulama Besar

”Muhammad bin Muhammad bin Nu’man, Mufid, memiliki julukan Abu Abdillah, dan termasyhur dengan sebutan Ibnu Muallim. Dia adalah salah seorang teolog Syiah Imamiah, dan otoritas puncak pada zamannya. Di samping seorang fakih tataran terdepan, dia juga seorang berkarakter sopan, arif dan cenderung segera memberikan jawaban yang cerdas dan tepat.”
[Syekh Thusi, Murid dari Syekh Mufid dalam  aI-Fihrist]

Syekh Mufid lahir 11 Zulkaidah 336 H/948 M Hijriah (338 H/950 M menurut Syekh Thusi) di Ukbara dekat Baghdad. Dia tumbuh besar di bawah asuhan ayahnya yang mengajarkan kepadanya prinsip-prinsip literatur Arab. Setelah itu, ditemani ayahnya, dia datang ke Baghdad dan belajar di bawah pengawasan Husain bin Ali Bashri Mu’tazali, yang populer dikenal dengan nama ’Juwal,’ dan Abu Yasir, sahaya Abul Jaisy. Pada tahun berikutnya dia memenuhi persyaratan untuk menjadi seorang alim yang memiliki visi, pemahaman dan intuisi yang tajam, seorang fakih yang tinggi reputasinya dan seorang ahli logika yang hebat. Meskipun masih muda, dia sudah mengungguli sebagian besar mereka yang sezaman dengannya, dan dikenal sebagai seorang sumber informasi andal mazhab Imamiah yang diakui. Penguasa pada zamannya, Sultan Adud Daulah Dailami Buwaihi kerap berkunjung kekediaman Syekh untuk memberikan penghormatan dan perhatian kepadanya, dan untuk mendapatkan kabar kesehatannya ketika dirundung sakit.

Syaikh al-Mufid memiliki kualitas spiritualitas khusus dalam dirinya. Ia sangat jujur, khusyu, rendah hati, berbudi luhur, sangat banyak mengerjakan salat, puasa dan juga mengenakan baju yang kasar sehingga ia dijuluki dengan Syaikh Masyayih al-Sufiyah.

Abu Ya’la al-Ja’fari, menantu Syaikh al-Mufid berkata berkenaan Syaikh al-Mufid; “Ia hanya tidur sedikit di waktu malam. Selebihnya, selama siang dan malam, ia mengerajakan salat, menelaah buku, mengajar, atau membaca Alquran”.

Ciri fisiknya digambarkan sebagai berikut: “Seorang yang memiliki perawakan kurus, sedang dan berkulit coklat”.

Syekh al-Mufid memiliki dua anak: Salah satunya adalah Abul Qasim Ali dan yang lainnya adalah seorang perempuan yang merupakan istri Abu Ya’la al-Ja’fari.

 

Seorang Guru Ulama Besar

Syekh Mufid adalah seorang yang memiliki beragam bakat. Disamping sebagai seorang fakih tataran terdepan, dia juga seorang tokoh berpendidikan tinggi, sejarawan kritis, ahli teologi dan hadis yang hebat. Statusnya sebagai marja’ pada zamannya membuatnya senantiasa luar biasa sibuk. Meskipun demikian, dia masih memiliki waktu untuk memimpin majelis-majelis pendidikannya, yang dari majelis-majelis inilah lahir ulama hebat seperti Sayid Murtadha (Alamul Huda), Sayid Radhi (penyusun Nahj aI-Balaghah), Syekh Thusi (yang meletakkan fondasi Hawzah Najaf), Najasyi dan lainnya. Pertanyaan-pertanyaan berdatangan dari mana-mana, dan Syekh pun menjawab semuanya. Sesungguhnya dia adalah pendukung dan pelindung mazhab Imamiah serta banyak memahami kebutuhan-kebutuhan dunia Islam. Berkat dia, lahirlah beberapa karya besar yang ditulis dalam beragam ilmu Islam.

Ibnu Abil Hadid Mu’tazali, dalam ulasannya ihwal NahjaI-Balaghah, menuliskan bahwa suatu ketika, Syekh Mufid bertemu Fathimah Zahra as dalam mimpinya. Dalam mimpi itu Fathimah ditemani dua putra kecilnya, Hasan dan Husain as. Kepadanya, Fathimah berkata, ”Wahai Syekh, ajarkan fikih kepada dua putraku ini.” Besoknya, Fathimah, ibunda Sayid Murtadha dan Sayid Radhi, datang kepada Syekh, dengan menggandeng tangan-tangan kedua putra kecilnya, dan mengucapkan kata-kata serupa yang diucapkan oleh Fathimah Zahra as dalam mimpinya.

Penghargaan Ulama-Ulama Lain

Dzahabi, ulama Sunni termasyhur, memberikan penghargaan kepada Mufid dalam Siyaru A’lam an-Nabala (jil. 17 hal. 344) dengan ungkapan:

Alim mazhab Rafidhah (yang dimaksud Rafidhah adalah Syi’ah), penulis beragam kitab. Namanya adalah Muhammad bin Muhammad bin Nu’man Baghdadi Syi’i, yang populer dikenal dengan nama lbnu Muallim. Dia adalah seorang yang memiliki banyak bakat, banyak risalah dan disertasi teologis lahir berkat dia. Dia sopan dan tak suka banyak bicara.

Ibnu Abi Tayy menyebut panjang-lebar dirinya dalam Sejarah lmamiyah, dengan ungkapan, ”Dia menjulang tinggi di atas orang-orang sezamannya dalam semua cabang pengetahuan, unggul dalam prinsip-prinsip fikih, hadis, ilmu rijal (melihat kebenaran, keandalan dan otentisitas perawi hadis), tafsir Alquran, tata bahasa (nahwu) dan persyairan Arab. Dia berdebat dengan orang-orang dari segenap pandangan dan keyakinan. Kerajaan Buwaihiah sangat menghormatinya, dan dia mendapatkan simpati dan dukungan dari para khalifah. Tegas, teguh, murah hati dan rendah hati, berkebiasaan zuhud, selalu asyik salat dan puasa, dan kasar pakaian yang dikenakannya. Membaca dan belajar merupakan sifat-sifat utamanya, dan dia dianugerahi daya ingat yang sangat kuat. Konon dia menghafalkan setiap upaya lawan, sehingga dia mampu menjawab semua keraguan dan argumen mereka. Selalu tekun dan kuat untuk belajar lebih, menyambangi toko-toko buku. Konon Adud Daulah kerap mengunjunginya, dan suka berkata, ‘Memohonlah, maka kamu akan dikabulkan!”

Baghdad adalah ibu kota Kerajaan Islam yang sarat ulama berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas dari beragam golongan agama. Sering sekali, majelis-majelis polemik agama berlangsung di hadapan para raja dan semua orang berpengaruh. Syekh Mufid hampir selalu mengikuti debat-debat ini, dan dengan kompetensinya mengemukakan bukti dan alasan untuk membela keyakinan Syi’ah. Efek argumen-argumennya yang sangat kuat dan sangat sulit dipatahkan adalah sedemikian rupa sehingga para lawan dan penentangnya mendoakan kewafatannya. Ketika Mufid wafat, mereka memperlihatkan kegirangan tanpa sedikit pun rasa malu. Ibnu Naqib mengadakan suatu pertemuan suka cita ketika dia mendengar kewafatan Muhd, dan menurut Tarikh Baghdad (jilid 10, halaman 382), dia mengatakan, “Aku tak peduli kapan aku mati, setelah menyaksikan kematian lbnu Muallim.

Kabar Kewafatannya

Syekh Mufid wafat pada malam Jumat, 3 Ramadan 413 H/ 1022 M , Muridnya, Sayid Murtadha, menunaikan salat jenazah untuknya, di hadapan hampir delapan puluh ribu orang, suatu kerumunan massa yang tak pernah terlihat sebelumnya dalam pemakaman apa pun di Baghdad.

Syekh Thusi (wafat 460 Hijriah) menggambarkan peristiwa menyedihkan ini dalam aI-Fihrist, ”Hari kewafatannya menarik massa sangat besar yang pernah terjadi dalam pemakaman, dan baik kawan maupun lawan sama-sama menangis tak terkendali.”

Selama dua tahun lamanya, Mufid dimakamkan di rumahnya sendiri, dan setelah itu jasadnya dipindahkan ke Kazhimain, di sini jasadnya dikebumikan dekat kubur gurunya, Ja’far bin Qaulaih, yang menghadap kaki Imam ke-9 Imam Muhammad Taqi Jawad as. Kuburnya masih saja diziarahi oleh mereka yang mengunjungi tempat-tempat suci di Kazhimain. Kedamaian dan salam atas dia pada hari dia lahir, pada hari dia wafat, dan pada hari dia akan dibangkitkan hidup kembali.

Karya-karya Syekh Mufid

  • Al-Irsyad Ma’rifah Hujajillah ala al-‘Ibad, Kitab pertama dan paling teliti tentang biografi para Imam as. Ulama-ulama setelah zaman Syaikh al-Mufid kebanyakan menaruh kepercayaan terhadap kitab ini. Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa: Persia, Urdu dan Inggris.
  • Al-Muqni’ah: Kitab sangat berharga dalam bab-bab Fikih dan paling kuno dalam pembahasan fikih Syiah. Syaikh Thusi menjabarkannya dengan nama Tahdzib al-Ahkam (salah satu kutub al-Arba’ah).
  • Al-Jamal wa al-Nushrah lisayyid al-Itrah fi Harb al-Bashrah: Kitab ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan Perancis.
  • Al-Āmali atau al-Majālis: Terdiri dari 42 jilid yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Ustad Wali.
  • Al-‘Uyun wa al-Mahasin: Pada kitab ini dicantumkan debat ilmiah Syaikh Mufid dengan para penentangnya. Sayid Murtadha mengumpulkan pilihan perdebatan ilmiah itu dengan judul al-Fushul al-Mukhtarah minal ‘Uyun wa al-Mahāsin, dicetak di Najaf dan diterjemahkan ke dalam bahasa Persia oleh Aghai Jamaluddin Khansari.
  • Awāil al-Maqālāt fi al-Madzahib wa al-Mukhtarāt: Pada kitab ini dibahas mengenai pemikiran khusus Syiah Imamiyah dalam permasalahan kalam.
  • Al-I’tiqād bishawab al-Intiqād: Kitab ini merupakan syarah kitab akidah Syaikh ash-Shaduq.
  • Al-Ifshāh fil Imamah: Kitab ini berisi tentang pembuktian Imamah Amirul Mukminin as.
  • Al-Masāil al-Kafiyah fi Ibthal Taubah al-Khātiyah.
  • Kitab al-Mazar: Kitab ini ditulis dalam dua jilid: Bagian pertama tentang keutamaan Kufah, Karbala dan Ziarah Imam Ali as dan Imam Husain as; dan pada bagian kedua ditulis tentang keutamaan ziarah Rasulullah saw, Sayidah Fatimah sa dan para Imam yang lainnya.

source: Kata pengantar dalam Kitab Al Amali, Karya Syekh Mufid

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *