14 Manusia Suci
Biografi Singkat Imam Musa Kazhim as
Imam Musa bin Ja’far as atau yang lebih populer dengan sebutan Imam al-Kazhim adalah Imam Ketujuh umat Muslim Syiah. Ia lahir pada tahun 128 H di Qariyah [Abwa’] suatu daerah yang terletak antara Mekah dan Madinah. Sepeninggal ayahnya, Imam Ja’far Shadiq as, dari tahun 148 H sampai 183 H yaitu sekitar 35 tahun mengemban kepemimpinan umat sebagai Imam. Ia meninggal dunia pada tanggal 25 Rajab tahun 183 H di kota Baghdad, dalam keadaan terpenjara. Penyebab kesyahidannya adalah racun yang dibubuhkan oleh Sanadi bin Syahak. [1]
Ibnu Hajar Haitami [w. 974 H] salah seorang ulama besar Ahlusunnah, menuliskan alasan digelarinya Imam Musa bin Ja’far As sebagai al-Kazhim, “Disebabkan karena kesabaran dan keteguhannya yang begitu besar, sehingga ia digelari al-Kazhim, dan di kalangan penduduk Irak, ia disebut sebagai, [2] [باب قضاء الحوائج عندالله] . Ia juga dikenal sebagai ahli ibadah, paling berilmu, memiliki akhlak yang paling luhur dan paling dermawan di masanya.” [3]
Disebutkan Imam Kazhim As memiliki 37 anak. Yang paling terkenal dari putranya adalah Imam Ridha As, Ahmad bin Musa, Hamzah bin Musa, dan Muhammad bin Musa. Sementara yang paling terkenal dari kalangan putrinya bernama Sayidah Maksumah.
Sepeninggal Imam Musa al-Kazhim, Syiah terbagi menjadi beberapa kelompok, di antaranya Ismailiyah, Fathiyah,Waqifiyah, Nawusiah dan Imamiyah.
Nasab, Julukan dan Lakab-lakabnya
Nasab Imam Kazhim adalah sebagai berikut: Ibnu Ja’far bin Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib As. Nama ibunya adalah Hamidah Barbariah [4] dan kunyahnya adalah Abu Ibrahim, Abu al Hasan pertama, Abu al Hasan al Madzi dan Abu Ali. Dikarenakan kezuhudannya dan ibadahnya beliau juga dikenal dengan sebutan Abdu Shāleh. Gelaran atau lakabnya yang paling masyhur adalah al-Kazhim disebabkan kesabaran beliau yang tinggi dan kemampuannya dalam mengendalikan amarah dalam menghadapi orang-orang yang berperilaku buruk padanya. Selain itu ia juga memiliki lakab yang lain, yaitu Bāb al Hawāij. [5]
Istri dan Anak-anak
Tidak ada informasi yang valid mengenai jumlah istri Imam al-Kazhim namun diriwayatkan bahwa kebanyakan istri beliau dari kalangan budak, yang sengaja ia beli untuk kemudian dimerdekakan dan dinikahi. Yang pertama dari mereka adalah Najmah, ibu dari Imam al-Ridha As. [6] Sementara mengenai putera-puterinya, juga terdapat catatan sejarah yang berbeda-beda mengenai jumlah mereka. Menurut catatan Syaikh Mufid, Imam al-Kazhim As memiliki 37 orang anak, 18 di antaranya laki-laki, dan 19 orang lainnya perempuan. [7]
Nama Anak Laki-laki yang Masyhur:
- Ali bin Musa ar-Ridha as, adalah putera terbaik Imam Musa bin Ja’far al-Kazhim as, ia wafat dan dimakamkan di kota Masyhad, Iran.
- Ibrahim
- Hamzah bin Musa As, dimakamkan di kota Rei.
- Ishak bin Musa As, juga dimakamkan di Saweh.
- Ahmad bin Musa As, yang dikenal dengan sebutan Shah Cerāgh. Ia dimakamkan di kota Shiraz.
- Husain bin Musa As, dimakamkan di Shiraz.
- Muhammad bin Musa As, juga dimakamkan di Shiraz.
- Sulaiman bin Musa As, juga dimamkan di kota Awah.
- Harun bin Musa As, dimakamkan di Sāweh
- Abdullah bin Musa As, dimakamkan di Aujān.
- Qasim bin Musa As, dimakamkan di Hillah.
- Ismail
- Abbas
- Ubaidillah
- Zaid
- Hasan
- Fadhl bin Musa As, dimakamkan di kota Awah.
- Sulaiman
- Ja’far
Anak Perempuan yang Masyhur
- Fatimah Maksumah Sa, dimakamkan di Qum.
- Fatimah Kubra
- Hakimah
- Ruqayyah Sughra
- Ummu Ja’far
- Khadijah
- Aisyah
- Maimunah
- Fatimah Sughra
- Ummu Abiha
- Aliyah
- Hasnah
- Ummu
- Kultsum
- Ruqayyah
- Kultsum
- Aminah
- Zainab
- Barihah
Dan yang paling masyhur dari anak perempuannya adalah Fatimah Ma’shumah sa yang dimakamkan di kota Qom. Saat ini, sangat banyak dari keturunan Musa bin Ja’far as diseluruh dunia khususnya di Iran yang mereka dikenal dengan sebutan keluarga Musawi.
Imamah
Dengan wafatnya sang ayah pada tahun 148 H, keimamahan Syiah beralih ke pundaknya dan mengembannya selama 35 tahun. Imam Shadiq dalam menghadapi konspirasi Khalifah Abbasi yang berusaha melakukan pembunuhan atas imam, memperkenalkan 5 washi yang disebutnya akan menggantikannya kelak sepeninggalnya. Namun bagi umat Syiah yang sejati, mengetahui bahwa Imam Musa al-Kazhim lah yang sejatinya sebagai imam pengganti ayahnya. [8]
Dalil Imamah
Sebagian dari fukaha dan sahabat-sahabat kepercayaan Imam Shadiq as menukilkan ucapan-ucapannya yang menetapkan keimamahan Imam Kazhim as. Di antaranya, Mufaddhalal bin Umar Ju’fi, Muadz bin Katsir, Abdurrahman bin Hajjāj. Faidh bin Mukhtar, Ya’qub Sirāj, Sulaiman bin Khalid dan Shafwan Jamal.
Disebutkan dalam riwayat, Imam Ja’far al-Shadiq AS berkata, “Allah Swt menganugerahkan kepadaku seorang anak laki-laki yang merupakan makhluk terbaikNya.” [9] Atau pada riwayat yang lain, beliau berkata, “Besar keinginanku tidak memiliki anak lain selain dia, sehingga kecintaan yang kuberikan kepada Musa tidak ada yang menduakannya.” [10]
Para Khalifah Yang Hidup Semasa Imam Musa Kazhim
Imam Musa al-Kazhim As menjalani tugas keimamahannya dimasa kekhalifaan Abbasiyah. Selama 35 tahun mengemban tugasnya sebagai imam, Imam Musa al-Kazhim As hidup dalam periode 4 khalifah. Keempat khalifah tersebut adalah sebagai berikut:
- Manshur Dawaniqi (masa berkuasa 136-157 H)
- Mahdi (masa berkuasa 157-169 H)
- Hādi (masa berkuasa 169-170 H)
- Harun al-Rasyid (masa berkuasa 170-193 H) [11]
Terpecahnya Kaum Syiah
Sebagian dari kaum Syiah di masa kehidupan Imam Shadiq as, meyakini akan imamah Ismail bin Ja’far meskipun justru lebih dulu wafat daripada ayahnya. Mereka tidak menerima kematian tersebut dan tetap meyakini bahwa Ismail adalah imam pengganti Imam Shadiq as. Pasca kesyahidan Imam Shadiq ss, mereka mengalami dilema kekosongan imam karena Ismail bin Ja’far yang mereka harap menjadi imam tidak kunjung datang, sehingga kemudian mereka menobatkan Muhammad bin Ismail, sebagai imam mereka selanjutnya. Kelompok ini dalam perkembangan sejarah selanjutnya dikenal dengan firkah Ismailiyah.
Sebagian lagi, setelah wafatnya Imam Shadiq As meyakini keimamahan berada ditangan Abdullah bin Afthah. Mereka kemudian memperkenalkan diri sebagai Fathiyah. Firkah lain yang terbentuk adalah Nawusiah, pengikut seseorang yang bernama Nawus yang meyakini keimamahan pasca wafatnya Imam Shadiq As di tangan Muhammad bin Ja’far. Setelah meninggalnya Imam Musa al-Kazhim As, sebagian dari kelompok Syiah tidak menerima keimamahan Imam Ali bin Musa al-Ridha as, dan meyakini keimamahan berhenti hanya sampai pada Imam Musa bin Ja’far as yang mereka yakini sebagai ”al-Mahdi” dan ”al-Qaim”. Kelompok ini dikenal dengan sebutan Waqifah. [12]
Peritiswa mahdawiyat dan kebangkitan, adalah keyakinan Syiah yang bersumber dari riwayat-riwayat Maksumin as yang menjelaskan akan hadirnya kelak seorang keturunan dari keluarga Nabi Muhammad Saw yang akan menjadi al-Mahdi dan al-Qaim, yang akan menyebarkan keadilan di muka bumi.
Kebangkitan Syiah di Masa Imam al-Kazhim As
Husain bin Ali bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib yang dikenal dengan sebutan Syahid Fakhkh memimpin pemberontakan atas kekuasaan Abbasiyah namun upayanya gagal dan pemberontakannya berhasil dipadamkan. Meskipun Imam As tidak pernah menganjurkan secara langsung untuk melancarkan revolusi namun pengikutnya tetap terinspirasi dengan kebangkitan Imam Husain bin Ali as, dan memiliki hubungan emosional yang erat. Penjelasan-penjelasan Imam as mengenai keutamaan jihad dan mati syahid serta perhatiannya yang besar terhadap kebangkitan Syahid Fakhkh menunjukkan kesepakatan imam akan upaya kebangkitan tersebut. [13] Diantara upaya kebangkitan lainya yang dilakukan oleh keturunan Alawi adalah yang dipimpin oleh Yahya bin Abdullah dan Idris bin Abdullah. [14]
Penangkapan dan Pemenjaraan
Terdapatnya perbedaan pendapat mengenai alasan dan penyebabnya Imam Musa al-Kazhim As ditangkap dan dipenjara menunjukkan jelasnya posisi Imam As di kalangan orang-orang Syiah. Namun berdasarkan riwayat yang paling kuat yang dinukilkan oleh para ahli sejarah adalah adanya konspirasi dan fitnah dari Yahya Barmaki atau salah seorang dari saudara Imam yang menjadi kepercayaan Harun al Rasyid. Imam al-Kazhim dijebloskan ke penjara sampai dua kali. Yang pertama, tidak ditemukan data yang valid mengenai lamanya pemenjaraan tersebut. Namun pemenjaraan yang kedua, berlangsung dalam kurun waktu 179-183 H sampai mengalami kesyahidan di dalam penjara. [15] Atas perintah Harun al-Rasyid, Imam al-Kazhim ditangkap di Madinah pada tahun 179 H. Pada tanggal 7 Dzulhijjah ia kemudian dijebloskan dalam penjara di Basrah yang dikenal dengan nama penjara Isa bin Ja’far. Tidak lama ia dipindahkan ke penjara Fadhl bin Rabi’ di Baghdad. Imam as kembali dipindahkan ke penjara Fadhl bin Yahya dan selanjutnya ke penjara Sindi bin Syahik. Di penjara terakhir inilah, Imam Musa al-Kazhim menghabiskan usianya sampai akhirnya mereguk cawan syahadah dengan tetap berada di dalam penjara. [16]
Jalannya Syahadah
Imam Musa bin Ja’far al-Kazhim as mencapai syahadahnya pada 25 Rajab tahun 183 H di kota Baghdad, tepatnya di dalam penjara Sindi bin Syahik. Setelah Imam As wafat, Sindi memerintahkan agar jenazah Imam dilemparkan dari jembatan Baghdad kemudian mengumumkan, Imam mati secara alami. [17] Mengenai kisah kesyahidan Imam al-Kazhim terdapat nukilan riwayat yang berbeda-beda. Mayoritas ahli sejarah berpendapat, Imam As dibunuh dengan cara diracun, dan menyebutkan pelakunya adalah Yahya bin Khalid dan Sindi bin Syahak. [18] Namun sebagian lain mengatakan, Imam Musa As dibunuh dengan cara dicekik, [19] dan terdapat juga pendapat yang menyebutkan, Imam as dibunuh dengan cara memasukkan timah ke dalam tenggorokannya. [20]
Haram Imam Kazhim As dan Keutamaan Menziarahinya
Kaum Syiah berduka dengan kesyahidan Imam al-Kazhim As di tangan Dinasti Abbasiyah. Mereka menguburkan dengan penuh penghormatan jasad suci beliau di kota Kazhimain di sebuah pekuburan yang terkenal dengan nama Quraisy. Imam Ridha as berkata, “Barangsiapa yang menziarahi haram (makam) ayahku, seperti ia menziarahi makam Rasulullah Saw dan Ali bin Abi Thalib As.” Dalam riwayat yang lain disebutkan, Imam Ridha As berkata, “Pahala menziarahi makam ayahku, sama dengan besarnya pahala yang didapat ketika menziarahi makam Imam Husain As.” [21]
Kesaksian Khatib Baghdadi
Khatib Baghdadi menukil dari Hasan bin Ibrahim Abu Ali Khilal –ulama besar dari mazhab Hambali di masanya-, “Tidak ada masalah yang menimpaku kecuali saya mendatangi makam Musa bin Ja’far dan bertawassul melaluinya kecuali Allah Swt memudahkan urusan-urusanku.” [22]
Para Sahabat dan Perawi
Nama-nama sahabat dan perawi yang meriwayatkan hadis dari Imam al-Kazhim As sangat banyak, yang kesemuanya tercantum dalam kitab-kitab muktabar. Syaikh Mufid berkata, “Imam Ketujuh adalah yang paling fakih di masanya. Masyarakat Muslim banyak yang menukil riwayat dari beliau.” [23] Syaikh Thūsi mencatat terdapat 272 perawi dan sahabat Imam al-Kazhim As. [24]
Di antaranya yang terkenal: Hamad bin Isa Ali bin Yaqthin Hisyam bin Hakam Abu Salth bin Saleh Harawi Safwan bin Mahran Muhammad bin Abi Umair Azadi Aban bin Utsman Mufaddhal bin Umar [25]
Sumber dan catatan kaki ABNA.ir