Ikuti Kami Di Medsos

Akidah

Beberapa Keistimewaan Para Nabi [bag 2]

Pembahasan sebelumnya Beberapa Keistimewaan Para Nabi [bag 1]

Jumlah Para Nabi

Telah kami jelaskan pada pelajaran yang lalu, bahwa akal tidak mempunyai jalan lain untuk mengetahui jumlah para nabi dan kitab-kitab samawi, dan tidak mudah baginya untuk membuktikan hal-hal yang semacam ini kecuali bersandar kepada penjelasan wahyu. Meskipun Alquran telah menjelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus setiap nabi untuk setiap umat, akan tetapi tidak menjelaskan jumlah yang pasti, baik jumlah umat maupun jumlah para nabi-Nya. Alquran hanya menyebutkan nama-nama sejumlah kira-kira 25 nabi atau lebih sedikit, dan menjelaskan kisah-kisah sebagian mereka tanpa menjelaskan nama-nama mereka.

Di dalam sebagian riwayat yang datang dari Ahlulbait as dijelaskan bahwa Allah SWT telah mengutus sebanyak 124.000 nabi, dan mata rantai para nabi itu dimulai dari Nabi Adam as (bapak manusia) dan diakhiri oleh Nabi Muhammad saw.

Di samping status kenabian yang menunjukkan kedudukan khas Ilahi, nabi-nabi Allah itu mereka memiliki sifat-sifat yang lain seperti: an-nadzir atau al-mundzir (pemberi ancaman), al-basyir atau al-mubasysyir (pemberi harapan). Dan mereka termasuk as-shalihin (orang-orang soleh) dan al-mukhlashin (orang-orang yang dituluskan oleh Allah). Bahkan sebagian dari mereka telah mencapai derajat ar-risalah (kerasulan). Dalam sebagian riwayat diterangkan bahwa rasul Allah itu sebanyak 313 orang. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan membahas istilah an-nubuwah dan al-risalah.

Baca juga: Perbedaan Antara Nabi dan Rasul

Kenabian dan Risalah

Kata ar-rasul berarti pembawa risalah. Dan kata an-nabi, bila diderivasi dari kata naba’a, berarti pembawa berita penting. Akan tetapi, bila diambil dari kata nubuw, maka ia berarti seseorang yang mencapai peringkat tinggi nun mulia.

Sebagian ulama meyakini bahwa pengertian an-nabi itu lebih luas daripada pengertian al-rasul, karena nabi ialah seseorang yang menerima wahyu dari Allah SWT, apakah ia diperintahkan untuk menyampaikannya kepada orang lain ataukah tidak. Sedangkan rasul ialah seorang yang mendapatkan wahyu dari Allah SWT seraya diperintahkan untuk menyampaikannya.

Akan tetapi, penafsiran ini tidaklah tepat. Karena dalam Alquran telah disinggung sifat an-nabi setelah al-rasul. Padahal sesuai dengan penafsiran di atas, seharusnya sifat yang mengandung pengertian al-‘alim—yaitu an-nabi—disebutkan sebelum sifat khusus, yakni al-rasul. Di samping itu, tidak ada dalil yang menunjukan kekhususan perintah menyampaikan wahyu itu atas para rasul saja. Terdapat di dalam beberapa riwayat, bahwa pemegang kedudukan kenabian itu hanya dapat melihat Malaikat Wahyu di dalam mimpi, dan mendengar suaranya ketika terjaga saja. Sedangkan pemegang kedudukan risalah itu dapat menyaksikan Malaikat Wahyu ketika ia terjaga pula. Meski begitu, perbedaan semacam ini tidak dapat diterapkan pada pengertian dua kata tersebut. Barangkali yang bisa diterima adalah bahwa mishdaq nabi—bukan pengertiannya—itu lebih umum ketimbang mishdaq rasul. Artinya, seluruh nabi itu memiliki kedudukan kenabian. Adapun kedudukan risalah hanya dikhususkan pada sekelompok dari mereka.

Adapun jumlah para rasul berdasarkan riwayat terdahulu, adalah 313 orang. Tentunya, kedudukan mereka lebih tinggi daripada kedudukan seluruh nabi. Sebagaimana di antara para rasul itu sendiri tidak sama kedudukan, derajat dan keutamaan satu sama lainnya, sebab sebagian mereka dapat mencapai kedudukan imamah juga.

Nabi-nabi Ulul ‘Azmi

Alquran menyebut sejumlah nabi sebagai ulul azmi, akan tetapi tidak menjelaskan ciri-ciri mereka. Dari riwayat-riwayat Ahlulbait as, dapat dipahami bahwa jumlah nabi ulul azmi itu adalah lima, yaitu—sesuai runutan zamannya—Nabi Nuh as, Nabi Ibrahim as, Nabi Musa as, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad saw. Adapun keistimewaan yang mereka sandang, di samping sifat tabah yang tinggi dan istiqomah yang teguh, Alquran pun telah menyinggung bahwa masing-masing mereka mempunyai kitab dan syari’at yang khas. Dan syari’at mereka itu diikuti oleh nabi yang lainnya, yang semasa atau yang datang kemudian, sampai diutus nabi ulul ‘azmi yang lain dengan membawa kitab dan syari’at yang baru.

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa sangat mungkin dua orang nabi itu bertemu dan berkumpul dalam satu masa, sebagaimana Nabi Luth hidup sezaman dengan Nabi Ibrahim as, Nabi Harun as dengan Nabi Musa as, dan Nabi Yahya as dengan Nabi Isa as

Beberapa Catatan Penting

Di akhir pelajaran ini, kami akan menyinggung beberapa masalah secara singkat:

Pertama, antara satu nabi dengan nabi yang lain, terdapat kesaksian yang saling membenarkan; nabi sebelumnya memberikan kabar gembira tentang kedatangan nabi berikutnya. Oleh karena itu, seorang yang mengaku sebagai nabi, apabila ia diingkari oleh para nabi sebelumnya, atau yang sezaman dengannya, maka ia dianggap sebagai pendusta.

Kedua, para nabi Allah sama sekali tidak meminta balasan dari umat manusia atas risalah dan tugas yang mereka bawa. Dan Rasul saw sama sekali tidak pernah meminta upah dari umatnya atas risalah yang beliau sampaikan, selain wasiat beliau agar mereka mencintai Ahlubait beliau. Dan beliau sangat menekankan agar mereka mengikuti dan berpegang teguh pada Ahlulbait. Pada hakikatnya, maslahat wasiat Rasul saw tersebut hanya untuk umat manusia itu sendiri.

Baca juga: Ketergantungan Manusia kepada Wahyu dan Kenabian

Ketiga, sebagian nabi Allah itu mempunyai kedudukan Ilahi lainnya, seperti kekuasaan memutuskan hukum pengadilan. Sebagian dari para nabi terdahulu yang mempunyai kedudukan tersebut adalah Nabi Daud as dan Nabi Sulaiman as Dari surah An-Nisa’ ayat 64—yang menjelaskan wajibnya mentaati semua rasul secara mutlak—dapat dipahami bahwa para rasul itu memiliki kedudukan tersebut.

Keempat, sebagian jin—sebagai makhluk yang memiliki kewajiban syariat dan kebebasan memilih, di mana manusia tidak dapat melihat mereka pada kondisi yang wajar—dapat mengetahui dakwah dan ajaran para nabi Allah. Sebagian dari mereka yang saleh dan bertakwa telah beriman. Di antara mereka adalah pengikut Nabi Musa as dan Nabi Muhammad saw. Sebagaimana sebagian mereka ada juga yang kafir dan ingkar kepada para nabi karena mengikuti setan yang terkutuk.

Dikutip dari buku Ayatullah Taqi Misbah Yazdi, Merancang Piramida Keyakinan

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *