Ikuti Kami Di Medsos

Berita

Adzan dan Syahadat Syiah Beda?

Adzan dan Syahadat Syiah Beda?

Adzan dan Syahadat Syiah Beda?

Ini adalah tuduhan yang cukup berat, Syiah punya lafazh syahadat yang berbeda. Syahadat adalah ikrar paling penting dalam agama Islam. Seseorang yang masuk Islam harus mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai ikrar agung dan tanda perubahan keyakinannya. Benarkah Syiah memiliki syahadat yang berbeda? Lalu, apa yang beda dari syahadat Sunni dan Syiah?

Baca Syiah antara Fitnah dan Fakta; Rukun Iman Berbeda?

Di sini ada dua isu. Isu pertama, salah alias tidak valid, dan isu kedua “setengah benar”. Isu pertama menyatakan bahwa syahadat orang Syiah adalah ‘Aku bersaksi tiada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi Ali adalah utusan Allah. Isu ini dilontarkan oleh banyak pihak, bahkan di antaranya oleh seorang artis sangat terkenal di sebuah acara televisi naslonal. Isu ini tidak benar. Anda tidak akan menemukan kalimat ini dalam kitab Syiah manapun (kitab yang valid, tentu saja. karena cukup banyak juga kitab yang sengaja ditulis untuk memfItnah Syiah).

Isu kedua, dikatakan bahwa Syiah memiliki tiga kalimat syahadat. Sunni hanya mengenal kalimat ‘Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Sedangkan Syiah, selain dua kalimat syahadat tadi, juga punya tambahan kalimat ketiga: Aku bersaksi bahwa Ali adalah wali Allah (asyhadu anna ’Aliyyan waliyyullah).

Baca juga : Syiah antara Fitnah dan Fakta: Apa itu Rafidhah?

Isu ini disebut “setengah benar”. Artinya, ada sisi benarnya, dan ada sisi salahnya. Sisi benarnya, Syiah memang mengenal kesaksian ketiga ini. Sisi salahnya, kalimat tambahan “Aku bersaksi bahwa Ali adalah Wali Allah” itu sebenarnya bukanlah “syahadat”. ltu adalah statemen biasa yang tidak dikategorikan sebagai “syahadat”.

Ucapan “Ali adalah wali Allah” itu hanya diucapkan pada azan dan iqamah (qomat). Itupun aturan fiqihnya, menambahan lafazh itu menjadi haram jika diniatkan oleh pembacanya (yaitu si pembaca azan) sebagai bagian dari azan atau iqamah. Keharaman atas hal ini sudah menjadi kesepakatan seluruh ulama Syiah.

Pertanyaannya: bolehkah kita mengucapkan kalimat asyhadu (aku bersaksi). di luar kalimat asyhadu yang ada pada syahadatain? Kalau kita merujuk kepada hadis-hadis Nabi, akan kita temukan bahwa lafazh kesaksian itu bisa saja dipakai untuk hal-hal lainnya selain persaksian kepada Allah dan kerasulan Muhammad. Benarkah? Berikut Ini adalah hadis yang mencontohkan bagaimana Nabi pernah menambahkan kalimat syahadat menjadi beberapa kalimat, bukan hanya dua kalimat saja.

Rasulullah SAW bersabda, “Siapa saja mengucapkan: Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan aku bersaksi bahwa Isa adalah hamba Allah dan anak hamba-Nya; bahwa (Isa adalah) kalimat-Nya yang dibacakan kepada Maryam dan dengan tiupan ruh-Nya, dan aku bersaksi bahwa surga itu benar ada dan bahwa neraka itu benar ada, maka Allah akan memasukkannya melalui pintu dari delapan pintu surga mana saja yang ia inginkan.” (Shahih Muslim)

Jadi, kalimat persaksian (asyhadu) tidak selamanya harus diartikan sebagai syahadat. Berdasarkan hadis di atas, ucapan asyhadu annal-jannata haqqun (aku bersaksi bahwa surga itu memang ada),sama sekali tidak bisa disebut syahadat walaupun di dalamnya ada kata asyhadu. Inilah pula yang terjadi dengan kalimat persaksian bahwa ‘Ali adalah wali Allah.

Lalu, bolehkah menyatakan persaksian bahwa Ali adalah Wali Allah? Apakah Ali adalah seorang wali? Memangnya, apa makna wali? Dalam bahasa Arab, wali punya banyak arti. Pertama, wali artinya penanggung jawab atau penguasa. Karena itulah kita mengenal istilah wali murid dan walikota. Kedua, wali juga bermakna sahabat atau kekasih. lnilah yang menyebabkan para penyebar Islam di Nusantara dengan sebutan wali (Wali Songo), karena mereka adalah para kekasih Allah. Adapun makna ketiga wali adalah penolong atau pembantu.

Dari ketiga makna wali di atas, tak ada satupun orang Islam yang mengingkari Ali sebagai wali. Tentu dalam makna yang pertama, Ali bukanlah orang yang berkuasa atas Allah, melainkan orang yang memiliki kekuasaan (tanggung jawab) atas umat. Adapun pada makna kedua dan ketiga wali tidak ada yang mempermasalahkannya jika itu disematkan kepada Ali.

Baca juga : Nikah Mut’ah Menurut Syiah dan Ahlusunah

Tapi, pertanyaannya, mengapa ada penekanan soal kewalian Ali, sampai-sampai dikumandangkan dalam azan?

Hal ini tiada lain terkait dengan masa lalu yang kelam, yaitu ketika Dinasti Umayyah selama 9O tahun berkuasa, mentradisikan pelaknatan terhadap Ali di mimbar-mimbar. Tradisi ini sempat dihentikan oleh khalifah bijak Umar bin Abdul Aziz, tapi disambung lagi oleh para penguasa setelah Umar. Umar sendiri hanya berkuasa dua tahun. Nah, statemen “Ali adalah wali Allah” pada saat itu adalah slogan perlawanan kaum Syiah terhadap pembunuhan karakter atas Ali yang dilakukan Bani Umayyah.

Pertanyaan terakhir, mengapa sampai sekarang orang Syiah masih menyebut-nyebut kewalian Ali? Bukankah itu adalah kejadian di masa lalu? Memangnya sekarang ada yang melaknat Ali?

Tentu saja sekarang sudah tidak ada yang melaknat Ali. Statemen kewalian Ali ini lebih sebagai upaya untuk “melawan lupa”. Itu karena cukup banyak ulama zaman sekarang yang,cenderung menutup-nutupi masa lalu tersebut, dan bahkan menuduh Syiah (pengikut Ali) sebagai ‘bukan Islam’. Padahal, sama sekali tidak ada salahnya menjadi pengikut Ali. Bukankah mayoritas ulama Sunni dan Syiah sepakat atas keunggulan-keunggulan Ali? Secara sederhana mungkin bisa dianalogikan dengan banyaknya umat Islam di Indonesia yang mengikuti ajaran Wali Songo, atau di antara kita ada yang lebih patuh pada petuah ustaz dari Muhammadiyah, sementara yang lain merasa lebih cocok dengan ustaz dari NU.

Dikutip dari buku Syiah antara Fitnah dan Fakta oleh Tim Kajian IKMAL

Baca juga : Syiah antara Fitnah dan Fakta : Penjelasan Taqiyah

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *