Akhlak
Tak Ada Pengecualian dalam Amanat
Tak Ada Pengecualian dalam Amanat
Siapa yang menitipkan, kapan dititipkan dan di mana dititipkan tidak dapat mengubah tanggung jawab yang telah diterima. Bahkan, seandainya amanat itu datang dari seorang non-muslim sekalipun, apabila anda telah menerimanya, maka anda berkewajiban untuk menunaikannya.
Dalam sebuah riwayat yang sangat menarik, Imam Zainal Abidin as berkata, “Apabila pembunuh ayahku menitipkan kepala terpenggalnya kepadaku, aku akan kembalikan kepadanya.” Perhatikan dengan baik, yang mengucapkan kalimat ini adalah Imam Zainal Abidin as dan sesuatu yang diamanatkan adalah kepala Sayyidus Syuhada Imam Husain as, dan tentu tidak ada amanat yang lebih berharga melebihi kepala cucunda Rasulullah saw. Terlebih lagi, yang menitipkan kepala itu sudahlah pasti orang yang membunuhnya.
Baca juga : Imam Ali Zainal Abidin Memaafkan Orang yang Menghinanya
Meskipun seperti itu gambarannya, Imam Zainal Abidin as berkata, “Apabila aku menerima kepala ayahku sebagai amanat (baca: titipan), aku akan mengembalikannya.” Nah, apabila nilai etika “memegang amanat” ini ada pengecualiannya, sudah barang tentu amanat yang berkaitan dengan kepala Imam Husain as akan mengalami pengecualian. Akan tetapi, Imam Zainal Abidin as menegaskan, dalam hal ini pun tidak ada pengecualian. Bagaimanapun, amanat harus dikembalikan kepada si pemberi amanat.
Tentu, apabila seseorang sejak awal tidak mau menerima sebuah amanat atau sesuatu yang diamanatkan termasuk dalam hal-hal yang seharusnya tidak diterima, maka tidak ada kewajiban untuk mengembalikannya.
Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Nasihat Abadi Penghalus Budi: Buku Kedua
Baca juga : Derajat Ujub (Bangga Diri)