Kisah
Muawiyah Mati Kutu di Hadapan Perempuan Pecinta Imam Ali
Suatu ketika, dengan alasan hendak beribadah haji, Muawiyah pergi ke Mekah. Di kota suci itu, ia sebenarnya bermaksud mencari seorang perempuan pecinta Imam Ali as yang membenci dirinya. Perempuan itu bernama Darimiyah Hajuniyah.
Tahu bahwa perempuan itu masih hidup, Muawiyah segera mengutus anak buahnya untuk mebawa perempuan itu ke hadapannya. Ketika perempuan itu datang, Muawiyah bertanya kepadanya,
“Tahukah engkau, mengapa aku memanggilmu kemari? Aku memanggilmu karena ingin tahu, mengapa engkau mencintai Ali dan membenciku?”
“Sebaiknya engkau tidak menanyakan itu,” jawab perempuan itu.
“Engkau harus menjawab pertanyaan ini,” perintah Muawiyah.
Perempuan itu akhirnya menjawab, “Sebab, Ali bin Abi Thalib as orang yang adil dan pembela persamaan hak. Engkau memeranginya tanpa alasan yang benar. Aku mencintai Ali, lantaran beliau mencintai orang-orang fakir. Aku membencimu, lantaran engkau suka menumpahkan darah orang-orang tak berdosa, menimbulkan perpecahan di tengah muslimin, berbuat zalim dalam memberikan keputusan, dan bertindak mengikuti hawa nafsu.”
Muawiyah kontan naik pitam mendengar jawaban itu. Dari mulutnya meluncur kata-kata kotor dan keji pada perempuan itu. Tapi akhirnya ia berusaha meredam amarahnya. Sebagaimana kebiasaanya, ia mulai berpura-pura lembut. Ia kembali bertanya pada perempuan pemberani itu.
“Apakah engkau melihat Ali dengan mata kepalamu sendiri?”
“Benar, aku melihatnya sendiri,” jawab perempuan itu.
“Bagaimana Ali itu?” tanya Muawiyah penasaran.
Perempuan itu menjawab dengan mantap, “Demi Allah, aku melihatnya saat kekuasaan dan kerajaan yang membuatmu lalai, tak mampu membuat beliau lalai (dari mengingat Allah).”
“Apakah engkau mendengar suara Ali?” tany Muawiyah lagi.
“Benar, yaitu suara yang menerangi hati dan menghilangkan kotoran darinya,” tegas perempuan itu.
“Apakah engkau punya kebutuhan?” tanya Muawiyah mulai mencoba merayunya.
“Apakah engkau akan memberikan setiap yang kukatakan?” tanya balik perempuan itu.
“Aku pasti akan berikan itu padamu,” jawab Muawiyah.
“Berikan seratus unta berbulu emas,” kata perempuan itu.
“Jika aku mengabulkan permintaanmu, apakah aku seperti Ali dalam pandanganmu?”
“Sama sekali tidak, “ tandas perempuan itu.
Muawiyah lalu memerintahkan untuk memberi perempuan itu seratus unta berbulu merah. Kemudian ia berkata pada perempuan itu, “Jika Ali masih hidup, apakah ia akan memberi unta sebanyak itu kepadamu?”
“Demi Allah! Ali tak akan memberikan selembar pun bulu unta ini kepadaku. Sebab, beliau yakin bahwa seluruh unta ini milik kaum muslimin,” jawab perempuan itu.
*Ali Sadaqat, 50 Kisah Teladan