Kisah
Mematuhi Ibu
Mematuhi Ibu
Jika terjadi perang jihad, maka mereka yang sanggup memikul senjata menghadapi musuh Islam, harus turut serta di medan perang. Tetapi, jika ada seorang pemuda yang memiliki semua syarat untuk berperang, namun tidak mendapat izin dari ibunya untuk berangkat (dengan syarat bahwa absennya tidak akan menimbulkan kerugian pada barisan kaum muslimin), maka ia dapat dibebaskan dari kewajiban itu semata-mata karena larangan ibunya.
Seseorang mendatangi Rasulullah saw dan berkata, “Ya Rasulullah, aku masih muda dan penuh semangat, dan siap bertindak dan mengabdi serta ingin pergi ke medan perang demi kepentingan Islam, namun ibuku tak mengizinkan aky meninggalkan beliau untuk pergi berperang.”
Baca juga : Momen Imam Ali Zainal Abidin Dicemooh
Rasulullah saw menjawab, “Pulanglah dan tinggallah dengan ibumu. Aku bersumpah demi Allah yang telah memilihku sebagai rasul, bahwa pahala yang engkau terima untuk melayani ibumu, meski semalam saja, dan membuatnya gembira dengan kehadiranmu, lebih besar dari perang jihad selama satu tahun.” (Al-Kafi, jil. 2, hal. 130)
Islam menganggap penghargaan terhadap ibu, bapak, dan melayani hak-hak mereka adalah kewajiban termulia.
Allah Swt berfirman: Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu. (QS. Luqman: 14)
Sayyid Muhammad Suhufi, Kedudukan Ibu dalam Islam
Baca juga : “Jaminkan Untukku Satu Perkara, Aku Jamin Untukmu Tiga Perkara!”