Kisah
Kesederhanaan Imam Khomeini, Cuci Piring Sendiri….
Salah Seorang menantu Imam Khomeini yang bernama Fathimah Tabhathaba’i menuturkan kisahnya,
“Imam sama sekali bukan orang yang hanya menjual omongan. Segala yang beliau instruksikan kepada orang lain, juga dikerjakan olehnya. Bisa dikatakan beliau adalah buku 40 Hadis berjalan (buku yang ditulis semasa mudanya). Ketika membahas masalah riya ( pamer diri), misalnya, dan mencela sikap ini, beliau pun menjauhkan diri dari perbuatan itu dengan tekanan yang sama (seperti dalam bukunya).
Aku ingat, suatu hari putraku masuk rumah mengenakan celana terusan yang bagian lututnya telah kutambal. Imam bertanya, ‘Mengapa penampilan Hassan lusuh seperti ini?’
Sembari bergurau, aku menjawab, ‘Beginilah kehidupan orang miskin, Agha.’
Wajah Imam langsung berubah. Beliau berkata, ‘Kau tidak ingin bersikap riya, bukan?’
‘Tidak. Apakah seperti ini riya’?” kataku.
Imam menjawab, “Berhati-hatilah, jangan perhatikan penampilan luar. Jika engkau ingin menunjukkan pada orang bahwa engkau begini atau begitu, itu artinya riya.’
Beliau mengucapkan kalimat itu dengan tekanan yang sama seperti ketika beliau membahas persoalan tersebut dalam bukunya (40 Hadis) yang ditulis saat usianya 30 tahun!”
Imam Khomeini terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga sendiri tanpa membebankan pada istri atau anak-anaknya. Suatu hari, banyak tamu datang ke rumah Imam. Setelah menjamu makan, dikumpulkanlah piring-piring itu ke dapur oleh anak-anaknya. Namun, Imam sendiri segera menyusul masuk ke dapur. Imam menggulung lengan bajunya dan berkata, “Karena banyak piring kotor, aku ingin membantu kalian.”
Kesederhanaan hidup Imam di Qum sepanjang hayatnya merupakan isyarat rasa kecukupannya. Sudah banyak yang tahu batu bata di tangga pekarangan Imam sudah rusak. Seorang tukang bangunan menyarankan, “Gantilah batu bata tua itu dengan yang baru.”
Lalu Imam menjawab, “Biarkanlah batu bata itu sebagaimana adanya.”
Hamid Algar, Potret Sehari-hari Imam Khomeini