Kisah
Duka Cita Ahlul Bait
Umar bin Ali Husain berkata, “Setelah kesyahidan Imam Husain as, tak perduli cuaca dingin atau panas, seluruh wanita Bani Hasyim memakai pakaian berwarna hitam selama jangka waktu sangat Panjang, demi berkabung untuk Imam as dan para syuhada Karabala; Imam Ali Zainal Abidin as pun menyediakan makanan untuk mereka.”
Sayyidah Zainab Kubra as juga termasuk yang ikut bersedih atas kematian saudara dan sanak keluarganya. Beliau terus menangis dan melantunkan elegi; saat itu air matanya tak pernah kering dan raungan tangisnya tak pernah reda. Kapan saja beliau melihat keponakannya, Imam Ali Zainal Abidin as, rasa sedih dan dukanya pun bertambah.
Tragedi memilukan hati itu membuat hatinya sangat terluka dan matanya rusak. Maka, setelah kesyahidan agung Imam Husain as, beliau hanya bertahan hidup selama dua tahun. Beliau akhirnya berpulang dan bergabung dengan Realitas Tertinggi.
Bukan hanya kaum perempuan yang terus meratap, Imam Ali Zainal Abidin as juga terus meratap. Imam Ja’far Shadiq as berkata, “Imam Ali Zainal Abidin as terus menerus menangis dan berkabung untuk ayahnya yang mulia sampai empat puluh tahun lamanya.”
Sepanjang hari, beliau berpuasa dan saat malam tiba, tetap terjaga dalam kekhusukan ibadah. Terkadang pelayannya menyediakan sarapan dan meletakkan di dekatnya, namun Imam as terus saja menangis menyayat hati seraya berkata,
“Bagaimana mungkin aku bisa minum air, sementara mereka telah membunuh ayahku dengan bibir yang kehausan?”
Pelayan Imam Ali Zainal Abidin as menceritakan bahwa suatu hari, ia mencari tuannya, Imam Ali Zainal Abidin as. Lalu ia pergi ke tengah gurun pasir. Di situ, ia melihat Imam Ali Zainal Abidin as sedang sibuk beribadah di atas sebongkah batu, khususk bersujud, dan membaca doa berikut, “Tiada Tuhan selain Allah yang Benar sebenar-benarnya, tiada Tuhan selain Allah, aku menyembah dengan kehinaan diri, tiada Tuhan selain Allah, aku beriman dengan sebenar-benarnya ketulusan.”
Pelayan itu menghitung doa yang dibaca Imam as hingga seribu kali dalam keadaan bersujud dan menangis. Saat beliau mengangkat kepala dari sujudnya, pelayan itu bertanya, “Bukankan sudah waktunya Anda meredakan tangisan?”
Beliau menjawab, “Terkutuklah engkau, Nabi Yakub as memiliki 12 anak, dan hanya satu saja anaknya yang hilang dari padangan matanya, ia terus menerus menangis hingga rambutnya menjadi kelabu, punggungnya membungkuk, dan matanya buta. Sementara aku telah melihat sendiri bagaimana ayahku, saudara-saudara, paman-paman, dan seluruh saudaraku, jatuh ke tanah, tubuh mereka dipotong-potong dan kepala mereka dipenggal.”
Yakub hanya kehilagan satu anaknya dan matanya buta akibat perpisahan itu
Dan haruskah aku tak menangis, kalau aku kehilangan seluruh sanak keluargaku?
Menurut suatu riwayat, beliau berkata, “Kapan saja kuingat kembali putra-putra Fathimah as di hari Asyura, atau melihat bibi-bibi dan saudara-saudara perempuanku, lukaku langsung tersayat lagi dan air mata kembali mengalir dari mataku.”
*Ali Nazari Munfarid, Karbala: Kisah Kesyahidan Cucu Nabi Saw al-Husain as