Kisah
Doa Seekor Anjing
Alm. Ayatullah Sayyid Muhammad Baqir Syefti Rasyti yang dikenal dengan nama Hujjatul Islam Syefti (salah seorang mujtahid yang berkelayakan dan bertakwa) adalah sosok ulama abad ke-12. Beliau lahir pada 1175 H, di pulau Tharim, Jeilan. Dan pada 1260, di usia 85 tahun, beliau meninggal dunia di Ishfahan. Pusaranya kemudian menjadi terkenal dan dijadikan tempat berziarah para pecinta. Letak pusara itu berdekatan dengan masjid Ishfahan.
Berkenaan dengan hasil kasih sayang dan liku-liku kehidupannya, beliau memiliki kisah manis yang akan kami kemukakan di bawah ini.
Saat masih dalam proses belajar-mengajar di Najaf dan Ishfahan, kondisi ekonomi beliau sangat memprihatinkan. Karenanya, seringkali beliau menambal pakaiannya dengan kain berwarna-warni. Tak jarang beliau jatuh pingsan saking lapar dan lemah kondisi tubuhnya. Namun beliau berusaha menyembunyikan kemiskinannya dan tak mengatakannya pada siapa pun.
Suatu hari, di madrasah Ishfahan, berlangsung pembagian uang shalat wahsyah untuk para pelajar. Beliau juga mendapat jatah dari pembagian tersebut. Lantaran sudah cukup lama tidak makan daging, beliau pun pergi ke pasar dan membeli hati kambing. Setelah itu, beliau kembali ke madrasah. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba mata beliau tertumpu pada seekor anjing yang sedang terbaring di dekat sebuah gang sambil menyusui anak-anaknya. Tubuh anjing itu hanya tinggal tulang belulangnya saja sehingga tak mampu lagi menggerakkan tubuhnya.
Hujjatul Islam ini berkata dalam hati, “Sejujurnya, anjing ini jauh lebih layak memakan hati ini ketimbang aku. Sebab, bukan hanya dirinya saja yang kelaparan, anak-anak anjing itu juga merasakan hal yang sama.”
Lalu beliau memotong hati itu dan melemparkannya ke depan anjing tersebut. Beliau sendiri mengisahkan sebagai berikut;
“Tatkala potongan hati itu saya lemparkan, anjing itu seakan-akan mengangkat kepalanya ke langit dan menggonggong. Saya tahu ia mendoakan saya. Tak lama setelah kejadian itu, salah seorang ulama besar yang berasal dari tempat kelahiran saya, Syeft, mengirim uang untuk saya sebesar 200 tuman. Beliau juga berpesan bahwa dirinya tidak rela uang itu saya gunakan, kecuali diberikan pada seorang pedagang untuk dijadikan modal berdagang, dan keuntungannya baru dapat saya gunakan.
Saya pun menjalankan pesan itu. Sejak itu, kondisi keuangan saya membaik. Saya mendapat keuntungan dari perdagangan itu hingga mencapai jumlah yang mencengangkan. Dengan uang yang banyak itu, saya dapat membeli beberapa toko dan penginapan. Sebuah desa yang letaknya tak jauh dari desa saya juga sudah diatasnamakan dengan nama saya. Saking lancarnya bisnis saya, sampai-sampai hasil pertanian yang dipanen setiap tahunnya mencapai 900 karung beras. Saya punya istri dan banyak anak. Lebih dari 100 orang menjadi tanggungan saya. Semua kekayaan dan kedudukan ini saya peroleh berkat rasa iba saya terhadap anjing”.
Ahmad & Qasim Mir Khalaf Zadeh, Kisah-kisah Doa